BANDA ACEH, KOMPAS — Distribusi bahan bakar minyak subsidi untuk nelayan perlu diawasi lebih ketat karena nelayan yang sebenarnya berhak menerima solar subsidi justru sering kesulitan mendapatkan barang itu. Kondisi ini terjadi hampir di seluruh wilayah Aceh dan sudah terjadi bertahun-tahun. Hal itu sangat merugikan nelayan yang notabene hidup di bawah garis kemiskinan.
Sekretaris Lembaga Panglima Laot/Lembaga Adat Nelayan Aceh Miftah Cut Adek, di Banda Aceh, Kamis (4/10/2018), mengatakan, nelayan Aceh kerap mengalami kesulitan memperoleh solar bersubsidi. Akibatnya tidak jarang mereka tidak bisa melaut atau memilih membeli solar nonsubsidi. Kondisi itu telah berlangsung beberapa tahun dan terjadi hampir di semua kabupaten dan kota.
”Kami berharap persoalan ini segera ditangani agar tidak mengganggu perekonomian nelayan. Kalau BBM kurang, nelayan tidak bisa melaut maksimal,” kata Miftah.
Miftah menambahkan, pihaknya tidak pernah menghitung berapa kebutuhan BMM untuk 78.000 nelayan yang ada di Aceh. Namun, kata Miftah, dia sering menerima laporan dari nelayan tidak mendapatkan BBM saat hendak melaut.
”Saya tidak tahu apakah karena alokasi yang kurang atau ada pihak-pihak yang bermain dengan minyak subsidi jatah nelayan. Masalah ini harus ditangani karena menyangkut hidup nelayan,” ujar Miftah.
Miftah mengatakan, 90 persen nelayan Aceh berekonomi rendah. Kekurangan bahan bakar berpengaruh pada jumlah hari layar dan tangkapan. Jika membeli minyak nonsubsidi, mereka harus mengeluarkan modal lebih besar.
Di Kabupaten Aceh Barat Daya, sejak seminggu lalu minyak subsidi untuk nelayan habis. Solar Paket Dialer untuk Nelayan (SPDN) Koperkan Ujong Serangga, Aceh Barat Daya, misalnya, hanya mendapatkan alokasi 80.000 liter per bulan dari kebutuhan 128.000 liter per bulan.
Tepat sasaran
Kepala Humas Pertamina Wilayah Sumatera Bagian Utara Rudi Ariffianto mengatakan, pihaknya sering mendapatkan laporan nelayan di Aceh kesulitan memperoleh solar subsidi. Oleh karena itu, Pertamina bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh sedang menghitung kembali berapa kebutuhan solar subsidi untuk nelayan.
”Pertamina siap menambah kebutuhan itu dengan catatan harus tepat sasaran. Artinya, tidak ada konsumen selain kapal nelayan dengan ukuran di bawah 30 gros ton,” kata Rudi.
Selain itu, kata Rudi, pengawasan penyaluran harus ketat agar tidak ada penyalahgunaan solar subsidi. Jangan sampai ada pembeli dari darat untuk kebutuhan bukan melaut seperti angkutan galian C, tambang, dan alat berat.
Kepala Bidang Pengelolaan Perikanan Tangkap, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Abdus Syakur mengatakan, persoalan kelangkaan solar subsidi harus ditangani serius agar nelayan Aceh dapat menjalani aktivitas dengan maksimal.
Sejauh ini, pemerintah daerah tidak memiliki data kebutuhan riil solar subsidi untuk nelayan. Sebab, selama ini kebutuhan sepenuhnya ditentukan oleh Pertamina. Namun, Syakur berharap pasokan bisa memenuhi kebutuhan nelayan.