Belajar Evakuasi Saat Gempa Melanda
Bunyi sirene memecahkan keheningan Prince\'s Cre@tive School di Jalan Benteng Jaya, Kelururahan Sukarasa, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Rabu (3/10/2018) siang. Bersamaan dengan itu, terdengar bunyi kentongan bertalu-talu.
Suara sirene dan kentongan ini menjadi kode yang menyentakkan seluruh warga sekolah baik murid, guru, dan petugas tata usaha dari TK, SD, dan SMP di sekolah ini. Mereka yang berada di lantai dasar, satu, dan dua segera beranjak dari ruang kelas karena terjadi gempa.
Sirene dibunyikan Kepala SD Rina Kusuma Wardhani. Sementara kentongan dipukul Kepala TK Criscenciana Sri Untari.
Sementara Manager sekolah sekaligus Kepala SMP Lisia Natalia memberi aba-aba untuk menyebar ke kedua sisi jalur evakuasi. Ia mengangkat tangannya dan mengayun-ayunkan kedua jempolnya ke kiri dan kanan. Para siswa, guru, dan tata usaha bergegas turun melalui dua jalur evakuasi, di sisi kiri dan kanan menuju ke salah satu sudut lapangan, sebagai titik kumpul.
Mereka melangkah cepat tetapi tidak berlari. Secara teratur, mereka menuruni tangga jalur evakuasi menuju lapangan. Mereka tidak ke tengah lapangan, namun melewati jalur pinggir lapangan menuju ke titik kumpul.
[video width="1920" height="1080" mp4="https://kompas.id/wp-content/uploads/2018/10/20181003_104606.mp4"][/video]
Selama proses evakuasi para siswa, guru, dan pegawai sekolah tidak berbicara dan tidak bercanda. Mereka pun tak saling mendorong. Tidak ada yang diperkenankan kembali lagi ke ruangan kelas.
Salah satu guru lelaki menggendong seorang siswa kelas satu yang tidak bisa berjalan turun dari lantai 1 menuju tempat kumpul. Semua mengikuti arah evakuasi ke zero point, depan pohon bambu. Tanaman ini terletak di depan tembok sekolah.
Sebagian siswa, anak taman kanak-kanak yang berada lantai dasar dituntun guru dari ruang tengah menuju titik kumpul.
[video width="1920" height="1080" mp4="https://kompas.id/wp-content/uploads/2018/10/20181003_104445-2.mp4"][/video]
Hanya dalam waktu dua menit, semua warga sekolah sudah berkumpul di sekitar pohon bambu.
Lisia menjelaskan, pohon bambu ini sengaja ditanam sebagai tempat berlindung karena pohon bambu tidak bakal roboh. Sifat pohon ini juga dapat menahan tembok jika roboh.
Evakuasi gempa
Simulasi evakuasi gempa ini dilakukan berkala di sekolah ini. "Secara rutin, dua kali dalam setahun, yakni awal tahun pelajaran dan awal tahun, kami membuat simulasi ini. Kegiatan tersebut untuk mengajarkan siswa saat evakuasi gempa, kebakaran, dan kondisi darurat lainnya. Dari siswa, mereka juga mengajarkan evakuasi ini kepada orangtua dan keluarganya ," kata Lisia.
Simulasi evakuasi ini dilakukan oleh 450 siswa dari berbagai jenjang di Prince\'s Cre@ative School di Kota Tangerang.
Simulasi ini sudah dilakukan sejak tahun 2008.
Lisia mengatakan, anak-anak yang bersekolah di tempat itu sudah terbiasa dengan simulasi gempa atau lebakaran. Mereka secara teratur mengikuti jalur evakuasi.
Ananta Giani atau yang dipanggil Anggi (14), siswi kelas 9, mengatakan, sejak TK hingga SMP di tempat ini, simulasi evakuasi gempa sangat bermanfaat bagi dirinya dan siswa lainnya.
"Tahun ini, saya lupa persisnya, ada gempa di siang hari. Waktu itu kami sedang belajar. Setelah ada komando, langsung mengikuti tahapan evakuasi sampai ke titik kumpul. Kami tidak panik karena sudah terbiasa latihan," kata Anggi.
Evelin Rosalina (14), siswi kelas 9, mengatakan, sudah tidak terhitung lagi berapa kali mengikuti simulasi evakuasi seperti ini.
Sekolah yang berdiri sejak 1992 dan menempati gedung saat ini sejak tahun 2004. Selain membangun jalur evakuasi, gedung ini dibangun dengan kekuatan tahan gempa hingga 8 SR.
Selain jalur evakuasi, di sekolah ini terdapat dua pintu keluar darurat di lantai dasar, tepatnya belakang ruangan guru dan UKS.
Gedung sekolah ini memiliki empat lantai. Untuk lantai dasar dikhususkan bagi Taman Kanak-kanak, lantai 1 untuk ruang belajar SD, dan lantai 2 ruang belajar SD dan SMP. Sementara lantai 3 untuk ruangan pertemuan.
Tips evakuasi saat gempa
Meskipun sudah berkali-kali dilakukan, saat siswa sudah berada di titik kumpul, Lisia tetap mengingatkan para siswa agar mereka tidak panik saat terjadi gempa. Mereka juga diingatkan untuk jangan berbicara atau bercanda, jangan mendorong, berjalanlah cepat dan jangan berlari, serta jangan kembali ke tempat awal.
Pada saat terjadi gempa skala besar, kata Lisia, semua harus diam sejenak dan mencari tempat perlindungan yang aman di bawah meja.
"Ini adalah langkah pertama. Ketika gempa berkekuatan kencang, tidak mungkin orang bisa berjalan maka sebaiknya mencari perlindungan di bawah meja yang kokoh. Jangan dekat lemari yang tidak terkunci dengan dinding tembok," kata Lisia.
Selanjutnya, pada saat evakuasi semua bergerak cepat, jalan kaki dan bukan lari di sepanjang jalur evakuasi.
- [caption id="attachment_8691589" align="alignnone" width="720"] Seorang guru mengankat siswa saat evakuasi gempa dan kebakaran dalam simulasi gempa di Prince\'s Cre@tive School Kelurahan Sukarasa, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Rabu (3/10/2018)[/caption]
Hindari juga rak atau lemari tinggi. Oleh karenanya, Lisia mengingatkan semua guru dan orang tua agar tidak menaruh benda-benda berat di atas rak atau lemari. Barang-barang itu seharusnya diletakkan di bagian paling bawah rak.
Selanjutnya, jika sedang memasak dan terjadi gempa, sebaiknya mematikan kompor terlebih dulu dan memakai alas kaki.
Jika berjalan keluar, pastikan tidak berjalan di bawah bangunan bangunan tinggi.
Carilah kain atau handuk untuk menutup kepala sekaligus juga penutup hidung jika ada dinding yang roboh dan berdebu agar tidal sesak napas.
"Kunci utama adalah jangan panik," kata Lisia.
Mata pelajaran
Kepala SD Rina Kusuma Wardhani menjelaskan, sebenarnya evakuasi gempa sudah diajarkan dalam mata pelajaran kelas 6. "Di Kelas 6, terutama mata pelajaran IPS semester 2 bab 4 dan 5 sebenarnya sudah diajarkan evakuasi gempa dan kebakaran. Kami melakukan itu. Tetapi, saya tidak tahu kalau di sekolah lain mengajarkan praktek evakuasi saat gempa dan kebakaran kepada siswanya," ujar Rina.
Gempa bisa terjadi di manapun kita berada. Entah itu di rumah, sekolah, perkantoran, dan pusat perbelanjaan.
Lisia mengatakan dengan mengajarkan berulang-ulang dan membiasakan anak melakukan evakuasi saat terjadi gempa dan kebakaran, setidaknya saat mereka pulang ke rumah mereka dapat mengajarkan kepada orangtua dan keluarga.
Kelak, jika mereka sedang berada di suatu tempat dan terjadi gempa atau kebakaran, setidaknya mereka sudah bisa melakukan evakuasi sendiri.
Simulasi evakuasi gempa dan kondisi darurat ini merupakan inisiatif pemilik Prince\'s Cre@tive School, Udaya Halim. Ia memulai kegiatan ini dan dilanjutkan puterinya Udayacintya Halim yang pernah tinggal di Jepang. Cintya yang bekerja sebagai interpreter di Sendai tinggal bersama suaminya, Philip seorang guru selama lima tahun di Jepang.
Phillip sempat hilang selama dua hari sewaktu kena Tsunami di Sendai, Jepang Utara tahun 2011 membuat Cintya ikut terlibat untuk berbagi pengalamannya tentang seperti apa evakuasi di Jepang.
Udaya menjelaskan, ia memulai tradisi simulasi evakuasi gempa dan kebakaran sejak tahun 2008, ketika itu mengganti nama Sekolah Prince\'s menjadi Prince\'s Cre@ative School.
"Saat itu, saya meyakini kreativitas harus diperkenalkan sejak dini dengan konsep yang sangat sederhana, yaitu mengubah yang biasa menjadi luar biasa.
Simulasi ini sebaiknya dilakukan semua sekolah," katanya.
Apalagi, Indonesia dan Kota Tangerang, secara khusus, berada di ring of fire, yang sewaktu-waktu bisa mengalami gempa tektonik ataupun vulkanik. Entah kapan waktu kejadian gempa akan terjadi, akan tetapi pasti bakal terjadi.
Udaya berharap, simulasi seperti ini tidak hanya dilakukan di sekolahnya. Namun, harus menjadi bagian dan dilakukan sekolah secara nasional.
Melalui pembelajaran simulasi yang dilakukan anak sekolah ini, setidaknya mereka bisa mengajarkan kepada adik, kakak, dan orangtua. Selanjutnya, akan menular kepada orang lain. Dengan begitu, saat terjadi gempa, jumlah korban bisa berkurang.
Bukankah ada pepatah bijak yang menyatakan "orang bijak adalah orang yang mau belajar dari pengalaman orang lain dan diri sendiri. Orang pintar yang hanya mau belajar dari pengalamannya sendiri. Akan tetapi, orang bodoh tidak belajar dari pengalaman orang lain dan tidak juga dari diri sendiri.
Semua menginginkan agar anak-anak kita menjadi orang bijak.