JAKARTA, KOMPAS — Walaupun terus tumbuh, peluang bisnis perawatan pesawat terbang dinilai masih terbuka lebar. Pasalnya, industri perawatan dan perbaikan atau maintenance, repair, dan overhaul atau MRO Indonesia baru menyerap 45-50 persen pasar perawatan pesawat. Padahal, jumlah pesawat di Indonesia terus tumbuh, selain tidak sedikit pemilik pesawat yang merawat pesawatnya di luar negeri.
Ketua Indonesian Aircraft Maintenance Shop Association (IAMSA) Richard Budihadianto mengatakan, kapasitas dan kapabilitas MRO yang tidak seimbang dengan pertumbuhan pesawat menjadi peluang bisnis yang sangat baik. ”Namun memang untuk mengimbanginya butuh waktu. Hal itu lantaran perlu kesediaan kapasitas, fasilitas, dan pelatihan sumber daya manusia (SDM),” kata Richard dalam konferensi internasional Aviation MRO Indonesia di Jakarta, Rabu (3/10/2018).
Menurut dia, perkembangan pesawat di dunia akan mencapai lebih dari 40.000 unit hingga 2034. Dari jumlah itu, sekitar 40 persen beroperasi di Asia Pasifik, termasuk Indonesia. ”Kalau pasarnya tumbuh lebih cepat dari kapasitas, kan, makin banyak pesawat yang dirawat keluar. IAMSA bertugas memfasilitasi supaya anggotanya tumbuh berkembang,” kata Richard.
Konferensi yang diikuti 300 perserta dari 11 negara itu diharapkan bisa membuka peluang untuk berinvestasi dan bermitra. Sebab, lewat investasi dan kemitraan, pemenuhan kebutuhan MRO bisa cepat dipenuhi.
Staf Khusus Bidang Investasi dan Kerja Sama Antarlembaga Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Surya Wirawan mengatakan, pemerintah sangat mendukung pengembangan bisnis MRO karena tenaga kerja yang terserap sangat besar.
”Industri perawatan pesawat tidak bisa menggunakan robot. Industri ini membutuhkan orang dan keterampilan. Oleh karena itu, industri alat transportasi termasuk dalam salah satu prioritas Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional,” kata Putu.
Menurut Putu, transportasi udara sangat penting mengingat Indonesia adalah negara kepulauan. Pesawat terbang adalah alat angkut yang sangat penting bagi Indonesia. ”Kita melihat tenaga kerja di Indonesia sangat banyak, sementara potensi yang bisa ditumbuhkan dari transportasi udara juga tinggi. Jadi, kita memandang penting industri transportasi udara. Hal ini juga sejalan dengan konsep Making Indonesia 4.0,” kata Putu.
Putu menambahkan bahwa pihaknya mendorong realisasi aerospace park (kawasan dirgantara) guna mengumpulkan seluruh bisnis aviasi, mulai dari perawatan pesawat hingga perakitan, pemenuhan suku cadang, hingga lembaga sertifikasi terkait. Saat ini ada dua kawasan yang dibidik untuk pembangunan aerospace park, yakni di Kertajati-Majalengka dan Bintan-Kepulauan Riau. ”Lahan yang sudah siap adalah di Bintan,” ujarnya.