Italia Jadi Perhatian
LONDON, RABU - Pekan ini, investor global gelisah karena dampak pasar dari politik Eropa, khususnya Italia, serta gejolak pasar negara berkembang.
Pasar saham di Italia melonjak 3 persen di awal perdagangan, Rabu (3/10/2018), setelah terdapat tanda-tanda pemerintah setempat akan menargetkan defisit anggaran lebih rendah. Hal itu meredam kekhawatiran investor atas kondisi anggaran Italia di zona euro.
Akan tetapi, kekhawatiran terhadap kondisi di Eropa dan Asia belum sepenuhnya hilang. Bursa di sebagian besar negara Asia kemarin ditutup bervariasi di tengah perkembangan terbaru serta penantian atas data paling baru terkait konflik perdagangan antara Amerika Serikat dan China.
Pergerakan mata uang di Asia, termasuk Indonesia dan India, yang cenderung tertekan di tengah tren kenaikan harga minyak juga menjadi perhatian investor. Pada saat bersamaan, pelaku pasar juga terus mencermati perkembangan di Turki.
Inflasi Turki naik mendekati 25 persen pada September secara tahunan. Angka itu merupakan tingkat tertinggi di Turki dalam kurun 15 tahun terakhir. ”Bank sentral akan perlu bereaksi terhadap ini,” kata Inan Demir, ekonom senior untuk negara berkembang di lembaga Nomura. ”Ini bukan sesuatu yang bisa diabaikan dan mereka harus menaikkan lagi suku bunga.”
Mata uang lira pun melemah ke level 6,07 per dollar AS atau melemah lebih dari 1 persen. Mata uang lira telah ditopang dalam beberapa pekan terakhir oleh kenaikan suku bunga 6,25 dan oleh harapan untuk peningkatan hubungan dengan AS, khususnya atas nasib seorang pendeta AS yang dipenjara.
Saham-saham bank
Terkait perkembangan di Italia, indeks saham zona euro STOXX 600 naik 0,3 persen dengan saham bank berkinerja terbaik naik 0,8 persen. Indeks FTSE menanjak 0,5 persen dengan saham-saham perbankan menguat 0,7 persen. Unicredit dan Intesa Sanpaolo adalah beberapa yang memperoleh kenaikan tertinggi, yakni masing-masing naik 2,6 persen. Sementara itu, Mediobanca, UBI Banca, dan Banco BPM juga meningkat sebanyak 5 persen.
”Hal ini secara keseluruhan memang soal isu tentang Italia. Berita tentang kemungkinan pengurangan defisit anggaran diterima dan direspons secara positif oleh seluruh pasar,” tutur Bernd Berg, analis global dan keuangan Woodman Asset Management yang berbasis di Zurich, Swiss.
Bank-bank, yang memiliki kepemilikan obligasi pemerintah yang besar, paling menderita dari aksi jual di pasar obligasi dan indeks selama lima hari berturut pada Selasa (2/10). Hal itu terjadi sebelum muncul warta dari pemerintah setempat yang menargetkan defisit anggaran lebih rendah.
”Setiap indikasi pemerintah yang dapat menyangkal indikasi tersebut dan mengarah pada peningkatan konfrontasi akan berdampak negatif terhadap imbal hasil surat utang,” demikian analisis tim ekonomi Unicredit. ”Situasinya tetap berubah-ubah dan suasana hati bisa berubah tiba-tiba, tergantung pada aliran berita yang tidak bisa diprediksi.”
Terkait kondisi di Asia, para pelaku pasar juga mengikuti dengan saksama perkembangan terkini kondisi geopolitik, khususnya di Laut China Selatan, terkait ketegangan antara militer AS dan China. Pasar saham Tokyo turun 0,7 persen setelah menyentuh level tertingginya dalam kurun 27 tahun terakhir.
Di tempat lain, pasar saham Hong Kong melemah tipis 0,1 persen, melanjutkan penurunan lebih dari 2 persen. Pasar saham Selandia Baru, Taiwan, dan India berturut turun 0,3 persen. Adapun kenaikan indeks terjadi di Australia dengan kenaikan 0,3 persen dan Singapura 0,7 persen. Pasar saham China dan Korea Selatan kemarin tutup.
Sementara itu, sebagaimana dituliskan Bloomberg, imbal hasil AS diproyeksikan tidak akan berubah jauh dari kisaran saat ini. Hal itu terutama setelah Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell menyambut baik tumbuhnya upah di AS serta yakin bahwa pengangguran yang rendah tidak akan memacu kenaikan secara ekspansif harga-harga yang dapat memaksa perlunya pengetatan secara agresif oleh bank sentral.
(AP/AFP/REUTERS/BEN)