Kekayaan Khazanah Sastra Minangkabau Dipamerkan di Padang
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS - Sejak empat hari terakhir hingga Jumat (5/10/2018), Pameran bertajuk “Khazanah Pengetahuan Minangkabau Dalam Manuskrip dan Karya Intelektual” diselenggarakan di Padang, Sumatera Barat sebagai bagian dari Silek Arts Festival 2018 yang merupakan program Indonesiana 2018 dari Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pameran tersebut dinilai penting saat ini untuk mengkampanyekan tentang kekayaan kesusteraan Minangkabau yang sangat luar biasa.
Pameran berlangsung di Minangkabau Corner, Lantai 3 Gedung Perpustakaan Universitas Andalas. Pada Kamis (4/10/2018), pameran menampilkan foto ilustrasi manuskrip dan karya intelektual, buku-buku karya para penulis dari Sumatera Barat (Sumbar), dokumentasi sejumlah sastrawan, dan sejumlah barang yang berkaitan dengan dunia kepenulisan.
Begitu masuk, pengunjung langsung disambut dengan bingkai berisi foto ilustrasi manuskrip yang berhasil dikumpulkan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. Pameran memang tidak menampilkan langsung manuskrip asli karena pertimbangan kondisi manuskrip yang membutuhkan perlakuan khusus. Selain itu juga, ada juga bingkai berisi sampul buku-buku karya penulis Minangkabau.
Semakin ke dalam, pengunjung bisa melihat puluhan buku terbitan NV Nusantara, salah satu penerbit asal Bukittinggi yang telah eksis sejak awal abad ke-19. Selain itu, terdapat juga dokumentasi seperti foto-foto, surat undangan, tiekt pesawat, termasuk juga mesin tiket dan disket yang milik penulis asal Minangkabau.
Anggota Tim Kurator Silek Arts Festival Indonesiana 2018 Koko Sudarmoko mengatakan, pameran tersebut diadakan untuk mempromosikan bahwa Sumatera Barat kaya dengan hasil pemikiran dan intelektualitas. “Kami ingin mengkampanyekan kekayaan yang luar bisasa dari Minangkabau. Saat ini, memang fokusnya pada manuskrip dan karya serta serta beberapa memoribilia dan barang-barang terkait proses kreatif. Apa yang dipamerkan adalah sebagain kecil dan kekayaan luar biasa yang kita miliki,” kata Koko.
Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas Hasanuddin menambahkan, pameran tersebut memang jarang dilakukan saat ini. “Kita punya khazanah, tetapi sulit di akses karena tersebar di masyarakat atau Belanda seperti di Universitas Leiden. Itu pun tersimpan rapi saja. Pada saat yang sama, generasi muda kita juga tidak terbiasa dengan hal itu,” kata Hasanuddin.
Hasanuddin menambahkan, Universitas Andalas melalui Minangkabau Corner yang hadir sejak 2015 juga telah berupaya menghadirkan khazanah pengetahuan Minangkabau yang bisa diakses siapapun. Ke depan, mereka akan mengembangkan Minangkabau Corner menjadi Minangkabau Center yang bisa diakses dalam jaringan (online) oleh masyarakat.
Co-Curator Silek Arts Festival bidang Sastra yang juga kurator pameran Esha Tegar Putra menyebutkan, proses kurasi karya-karya yang dipamerkan tidak mudah. Apalagi banyak barang-barang terkait proses kreatif yang tidak disimpan dengan baik. “Ada yang saya temukan di kandang ayam juga,” kata Esha sambil menunjukkan ke beberapa kertas cokelat berisi naskah puisi dan cerita bersambung.
Selain itu, buku-buku NV Nusantara yang dipamerkan merupakan buku yang dikumpulkan selama lima tahun. Buku itu dikumpulkan dengan mencari langsung ke toko buku atau membeli secara daring. “Tapi yang bisa dipamerkan memang hanya sebagian. Sebenarnya masih sangat banyak. Oleh karena itu, secara bertahap, kami akan terus mengumpulkan karya-karya tersebut,” kata Esha.
Menurut Esha, pameran tersebut merupakan langkah awal untuk terus menggalakkan upaya memperkenalkan kekayaan khazanah sastra Minangkabau ke masyarakat luas. Oleh karena itu, sejalan dengan pengumpulan karya-karya lainnya, pameran serupa akan terus dilakukan. Dalam waktu dekat, selain di Payakumbuh, pameran akan diadakan di Kota Padang.
“Seterusnya, kami akan berupaya mempermudah akses misalnya mendorong digitalisasi karya-karya lama ini. Ini tentu akan sangat bermanfaat bagi siapapun yang nanti meneliti tentang hal ini,” kata Esha.