Waktu hampir menunjukkan pukul 22.00 ketika para pemuda Palestina mulai memukul-mukul gendang dan menyanyikan lagu-lagu. Sebagian pemuda lainnya menyiapkan perangkat pembakar dan balon-balon. Semua ini mereka lakukan saat penembak jitu (sniper) Israel memantau dari perbatasan.
Selama enam bulan, warga Palestina rutin berkumpul di sepanjang pagar perbatasan antara Jalur Gaza dan Israel. Namun, dalam beberapa pekan terakhir, mereka mengubah taktik dengan melakukan demonstrasi pada malam hari.
Aksi mereka bisa berlangsung hingga dini hari. Para koordinator lapangan mengatakan, mereka ingin Israel melonggarkan blokade di Gaza yang sudah berlangsung beberapa dekade.
Dalam beberapa pekan terakhir, mereka mengubah taktik dengan melakukan demonstrasi pada malam hari.
Lamanya konflik menimbulkan kejenuhan. ”Setiap hari orang-orang muda di perbatasan menemukan cara. Yang paling baru adalah unit pengacau malam,” kata juru bicara Hamas, Hazem Qassem.
Bagi Israel, protes yang dilakukan malam hari bukan tantangan baru. ”Ada beberapa puluh, bahkan kadang-kadang beberapa ratus demonstran (pada malam hari) … mereka membakar ban, melemparkan botol-botol yang dibakar, dan kadang kala melemparkan granat. Mereka bukan ancaman penting dibanding demonstrasi siang hari,” ungkap pejabat militer yang tak bersedia disebut namanya.
Unjuk rasa malam hari terjadi di tengah gairah demonstrasi di perbatasan Gaza menyusul jeda singkat saat Mesir dan pejabat PBB menginginkan gencatan senjata berjangka panjang Hamas dengan Israel. Perundingan sebelum ini terhenti, demikian juga upaya rekonsiliasi Hamas dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Seorang jurnalis kantor berita menyaksikan ratusan pengunjuk rasa berkumpul hanya beberapa puluh meter dari tentara Israel. Boleh dikatakan hanya pagar yang membatasi mereka, yang berada dekat Rafah, di selatan Gaza.
Dalam sebuah tenda yang sedikit agak jauh dari Jalur Gaza, anak-anak muda memompa balon-balon putih bertuliskan ”Saya mencintaimu”. Mereka kemudian menempelkan perangkat yang menyala dan meluncurkannya ke wilayah Israel. Anak-anak muda lainnya melemparkan granat-granat bersuara. Suara kerasnya bergaung hingga perbatasan.
Tak akan berhenti
”Kami tidak akan menghentikan peluncuran balon-balon,” ujar Abu Anas, seorang aktivis demonstrasi malam. Dia menegaskan, gerakan yang dilakukannya merupakan gerakan independen, tidak terkait Hamas.
Sesama pemrotes lain, Saqer al-Jamal (22), menuturkan, dirinya dan teman-teman yakin tentara Israel takut dengan aksi-aksi mereka. ”Tujuan kami adalah mengacaukan rezim pendudukan dan mengirim pesan kepada pemukim yang tidak jauh dari situ bahwa tidak ada tidur enak sampai tuntutan kami terpenuhi, yakni pencabutan pengepungan dan pengembalian wilayah kepada kami,” katanya.
Rony Kissin, juru bicara komunitas Israel Keren Shalom yang berada di sebelah perbatasan Gaza, menyebut protes-protes malam itu ”mimpi yang menakutkan”. ”Kini mereka mulai melempar bom-bom bersuara. Hal ini sangat menakutkan,” ungkap Kissin yang juga menceritakan ketakutan yang dialami anak-anak.
Sejak akhir Maret lalu, protes besar berlangsung untuk mengajak pengungsi Palestina agar kembali ke kampung halaman yang kini menjadi negara Israel. Sepanjang demonstrasi, sedikitnya 194 orang Palestina di Gaza terbunuh oleh senjata Israel.
Kendati mendapat kecaman dunia internasional, Israel bersikukuh tindakan keras diperlukan untuk mempertahankan perbatasan dan menghentikan infiltrasi. Israel menuduh Hamas di belakang protes-protes tersebut. (AFP)