Makanan Korea Jadi Jembatan Persahabatan Korsel-Indonesia
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Popularitas budaya Korea Selatan yang tersebar dalam ”Gelombang Korea” (Hallyu) memicu penerimaan kuliner asal ”Negeri Gingseng” di Indonesia. Makanan bisa menjadi sarana untuk meningkatkan kedekatan hubungan antara rakyat Indonesia dan Korea Selatan.
Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan aT, perusahaan agro-perikanan dan makanan asal Korea Selatan, mengadakan hansik contest atau kontes memasak makanan Korea, Kamis (4/10/2018), sebagai rangkaian dari K-Food Campus Festival 2018.
Duta Besar Korsel untuk Indonesia, Kim Chang-beom, mengatakan, minat masyarakat Indonesia akan makanan Korea semakin besar seiring derasnya Hallyu.
”Hubungan masyarakat Korsel dan Indonesia semakin erat karena minat terhadap K-Pop, K-Drama, dan K-Beauty semakin meningkat. Minat terhadap hansik (makanan Korea) juga meningkat. Hansik adalah lambang persahabatan Indonesia dan Korea. Harapannya, masyarakat Indonesia bisa memasak dan menikmatinya,” kata Dubes Kim dalam sambutannya.
Rektor UMN, yang juga Redaktur Senior Kompas Ninok Leksono, mengatakan, kontes hansik ini membuktikan keterbukaan UMN untuk mempelajari berbagai kebudayaan di dunia.
”Ada unsur diplomasi budaya di acara ini. Mahasiswa UMN dapat mempelajari budaya dan kemajuan Korsel dari berbagai segi, terutama kulturnya. Ini juga dibuktikan dari peserta program bahasa Korea yang sudah sampai 40 orang,” kata Ninok.
Hansik contest di UMN, Tangerang Selatan, ini dimulai dengan pengadukan nasi campur Korea atau bibimbap yang berukuran raksasa oleh Dubes Kim, Ninok, serta staf UMN dan aT.
Suasana akrab terasa ketika Dubes Kim memberikan sesuap bibimbap kepada Ninok dan bahkan membersihkan nasi yang tertinggal di bibir Ninok dengan tangannya. Bibimbap raksasa itu kemudian dibagikan kepada sekitar 300 orang yang hadir.
Dubes Kim percaya, hansik dapat menjadi jembatan untuk meningkatkan persahabatan masyarakat Indonesia dan Korea. ”Indonesia dan Korea memiliki banyak kesamaan, misalnya sama-sama makan nasi putih tiga kali sehari, kemudian disajikan dalam porsi besar untuk dinikmati bersama keluarga. Jadi, orang Indonesia dan Korea bisa menikmati kehangatan keluarga sembari makan bersama,” kata Dubes Kim
Hansik contest ini diikuti 10 tim. Mereka terpilih dari 20 tim yang diminta mengunggah video memasak hansik di Youtube. Kontes tersebut dikawal empat juri, yakni istri Dubes Korsel Hyun Mee-kim, Ketua Program Studi Perhotelan UMN Oqke Prawira, Wakil Ketua Asosiasi Restoran Korea di Indonesia Kim Ki Su, serta koki selebritas Steby Wijaya.
Dalam kontes tersebut, ke-10 tim diminta memasak dua makanan Korea, yaitu japchae (bihun goreng korea) dan sundubu jigae (sup tahu pedas). Vina (25) dan Mei (19), dari tim The Sisters yang mencapai juara kedua, mengaku sangat suka makanan Korea.
”Kami memang suka banget sama makanan Korea. Japchae ini hidangan sampingan di Korea, penyajiannya sengaja dibuat berwarna. Kalau sundugu jigae itu makanan sehat banget tanpa terlalu banyak garam,” kata Vina.
Sebagai salah satu juri, Oqke menilai para peserta mampu membuat makanan Korea yang sederhana, tetapi masih kurang dalam penyajian dan cita rasa. Makanan Korea seharusnya memiliki rasa manis, asin, dan gurih.
Meskipun terdapat selera yang berbeda antara juri asal Korsel dan juri asal Indonesia, keempat juri sepakat beberapa peserta dapat menghadirkan cita rasa asli Korea.
Populer
Menurut penelitian Kim Bok-rae (2015) dalam American International Journal of Contemporary Research Volume 5 Nomor 5, istilah hallyu pertama kali dicetuskan di China pada 1900-an untuk mengacu pada penyebaran kultur populer dari Korsel yang menyebar ke China dan negara-negara Asia Tenggara.
Penyebaran ini berasal dari musik, drama, film, kecantikan, pakaian, hingga makanan Korea. Hallyu menjadi kekuatan lunak (soft power) bagi Korsel karena masyarakat negara-negara lain dapat tertarik dan mengikuti tren Korea atas inisiatif sendiri.
Kim Bok-rae membagi Hallyu ke dalam tiga periode, yakni Hallyu 1.0 (1995-2005), Hallyu 2.0 (2006-sekarang), dan Hallyu 3.0 di masa yang akan datang. Hallyu 2.0 yang sekarang sedang berlangsung ditandai dengan semakin tingginya minat masyarakat di suatu negara di Asia, Amerika Utara, dan Eropa akan pelajaran bahasa Korea, kostum tradisional Korea, hanbok, serta hansik.
Menurut Kim Ki-su, saat ini sudah ada lebih dari 100 restoran Korea di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Seperempat dari seluruh restoran tersebut terletak di Tangerang dan Tangerang Selatan.
Saat ini, menu yang paling disukai masyarakat Indonesia adalah daging panggang atau barbecue, sementara makanan sehat dan mentah juga semakin diminati.
Kim Ki-su mengatakan, makanan cita rasa makanan Korea dan Indonesia hampir sama. ”Rasa memang penting, tapi orang-orang juga mengikuti tren yang berkembang. Interior restoran pun juga memberikan daya tarik,” katanya.
Terkait hal itu, Dubes Kim mengatakan, K-Pop dan K-Drama yang banyak menampilkan makanan Korea ikut mendorong popularitas hansik di Indonesia.
Di samping itu, kata Dubes Kim, aT sebagai badan usaha milik negara (BUMN) Korsel ataupun Kedubes Korsel kerap mengadakan acara-acara seperti K-Food Campus Festival 2018.
Dubes Kim berharap Pemerintah Indonesia melalui kedutaan di Korsel memperbanyak acara-acara yang memperkenalkan makanan Indonesia.
”Saat ini, kopi Indonesia sedang sangat terkenal di Korea. Sebaliknya, restoran Indonesia di Korea itu kurang banyak sehingga tidak banyak orang Korea tahu makanan Indonesia. Semoga Pemerintah Indonesia bisa mengadakan event seperti ini di Korea,” ujarnya. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)