Menanti Burung itu Terus Bernyanyi
Sekitar pukul 17.00, puluhan burung dari arah laut mulai tampak berdatangan ke kawasan konservasi Hutan Mangrove Karangsong, Indramayu, Jawa Barat. Hinggap riang di rerimbunan hutan. Lalu lagi, lalu lagi… Jumlahnya bertambah menjadi ratusan dalam kawanan terbang. Nyanyian mereka menjadi riuh rendah bak menunjukkan suka cita mereka karena bisa kembali ke rumah.
Langit mulai berangsur semburat lembayung, tetapi tak meredakan suara deburan ombak, dan suitan deretan cemara laut. “Sehabis maghrib biasanya burung kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax) mulai berdatangan,” kata Kepala Bidang Konservasi dan Penghijauan Kelompok Pantai Lestari, Eka Tarika (55), Selasa (3/10/2018).
Ada tujuh jenis burung yang memilih berumah di Hutan Mangrove Karangsong. Selain kowak malam kelabu, ada juga kuntul besar (Egretta alba), blekok sawah (Ardeola speciosa), kuntul karang (Egreta sacra), cangak merah (Ardea purpurea), dara laut sayap hitam (Stema fuscata), dan burung raja udang kalung biru (Alcedo euryzona).
Tak hanya menikmati ciutan burung, di hutan mangrove ini wisatawan bisa menyusur “jalan layang” setapak yang dibuat dari jalinan bambu sepanjang 1,4 kilometer. Sambil menembus hutan mangrove, pengunjung bisa didampingi pemandu yang menjelaskan mengenai biota air di genangan air laut hutan mangrove.
“Ada ikan belanak (Valamugil speigleri), ikan gelodok (Periophtalmus modestus), biawak (Varamus salvator), belut (Mnoptenus albus), dan ikan keting (Mystus nigriceps),” papar Eka.
Mangrove yang hidup di sini, lanjut Eka, adalah tanaman bakau hitam, bakau kecil, bakau minyak, api api (Avicennia marina), dan api api lainnya (Avicennia alba blume), dan pidada. Mangrove, tambah Eka, adalah tanaman pasang surut, bukan nama tanaman. Mangrove yang kurang disentuh pasang surut air laut, pertumbuhannya justru lamban. Di satu lahan dekat pantai, Eka kemudian menunjukkan mangrove yang kurang mengalami pasang surut. Tanamannya kurus, meninggi.
Eka menjelaskan, dari 60 macam mangrove di dunia, 39 di antaranya tumbuh di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. “Dari jumlah tersebut, Hutan Mangrove Karangsong memiliki 12 macam. Kami masih akan menambah bermacam mangrove di sini. Kalau perlu ke-60 macam mangrove nanti tumbuh di sini,” kata Eka bersemangat.
Menurut dia, sebelum adanya hutan mangrove, nyaris tak ada burung, dan biodata air di pantai. “Pantai tercemar limbah oli dan solar perahu perahu nelayan, serta limbah dari tempat pelelangan ikan,” ujarnya. Deretan warung makan di pantai pun tak seramai sekarang.
Ekologi, bukan Ekonomi
Dari dua menara yang menghadap ke pantai dan ke darat di hamparan tambak ikan, pengunjung bisa menyaksikan hamparan hutan mangrove, pantai dan tambak tambak ikan nelayan, serta perahu perahu nelayan yang sedang sandar di muara Kali Cimanuk.
Ke luar dari rerimbunan hutan mangrove, pengunjung disambut beberapa pohon ketapang, waru laut, dan deretan pohon cemara. Di sela pohon pohon itu didirikan beberapa tempat istirahat beratap, toilet, dan beberapa ayunan. Semua fasilitas menghadap ke laut.
Tidak seperti kawasan budidaya mangrove lainnya, di kawasan ini pengunjung bebas memotret. “Silakan memotret sepuasnya, dan jangan lupa unggah di media sosial memerkenalkan Hutan Mangrove Karangsong ya?” sapa Eka kepada serombongan mahasiswa mahasiswa Universitas Wiralodra, Indramayu.
Eka menjelaskan, pengelola sengaja melarang pendirian gerai gerai makanan dan minuman di kawasan ini untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Fasilitas para wisatawan pun dibuat “secukupnya”. Pioritas pengelola, lanjut Eka, tetap pada pengkayaan ekosistem, edukasi, dan riset, bukan pada aspek ekonomi.
“Kalau mau buka warung makan, cinderemata, atau usaha lainnya, ya di lingkungan Pantai Lestari, jangan di sini. Kami tidak mau bencana tambak udang windu di pertengahan tahun 80-90-an, terulang lagi. Kasus ini membuat abrasi di mana mana. Pantai rusak, tergerus ombak,” tandas Eka.
Keterlibatan Swasta
Kawasan Hutan Mangrove Karangsong, jelas Eka, mulai dibuka buat wisatawan pada 14 Juni 2015, tetapi, budidaya mangrove yang dilakukan Kelompok Pantai Lestari ini sudah mulai berlangsung sejak 2008. Diawali dengan penanaman mangrove di areal seluas 2,5 hektar. Dana berasal dari corporate social responsibility Pertamina RU VI Balongan, kementerian kelautan, dan pemerintah kabupaten Indramayu. Kini, dari hasil sedimentasi mangrove, luasnya bertambah menjadi 20 hektar.
“Dari tabungan kelompok yang kami peroleh dari para donatur, kami membeli sejumlah tambak rakyat yang rusak seluas 47 hektar. Sekarang sudah kami tanami dengan bermacam jenis mangrove baru. Sebagian lahan mangrove kami alokasikan untuk pendidikan lingkungan laut para siswa SD,” ujar “pensiunan” nelayan tahun 90-an ini. Dengan demikian, luas Hutan Mangrove Karangsong saat ini mencapai 67 hektar.
Ia menjelaskan, usaha ini dimulai dari lima orang pengurus kelompok, dan lima anggota kelompok. Kini, jumlah anggotanya bertambah menjadi 10 orang, ditambah 20 ibu anggota kelompok binaan. Saat ini, kawasan Hutan Mangrove Karangsong dikunjungi rata rata 100 orang setiap hari. Di akhir pekan, jumlahnya mencapai rata-rata 500 orang.
Jika Anda naik kendaraan bermotor dari Jakarta, anda bisa meluncur ke Loh Bener-Bangkir-Jembatan Cimanuk dekat Masjid Agung dan Alun-alun Indramayu. Dari sana, belok kiri mengikuti Jalan Siliwangi sampai anda melihat gapura Pantai Karangsong. Lokasinya sekitar tiga kilometer dari gapura tersebut.
Jika kendaraan bermotor Anda dari arah Cirebon, Anda bisa mengambil jalan dari perempatan bundaran patung Kijang, Indramayu, ke Jalan Pahlawan, lalu ke Jalan Tambak. Setelah meluncur beberapa saat, Anda akan menemui pertigaan jalan, belok kanan, ke arah Pantai Karang Song.
Tiket masuk Pantai Lestari untuk sepeda motor Rp 5000, sedang untuk mobil Rp 10.000. Tersedia lahan parkir nan luas di pantai. Di sana, Anda dan rombongan bisa memutuskan makan dulu di warung warung makan yang menyajikan bermacam menu ikan, terutama ikan manyung, atau langsung ke Hutan Mangrove Karangsong dengan perahu motor yang berkapasitas 20 penumpang. Ongkos mengantarnya cuma Rp 15.000 perorang. Perahu tidak harus menunggu penumpang penuh. Cukup ada dua tiga penumpang, nelayan akan mengantar pengunjung menikmati keindahan itu.