BOGOR, KOMPAS — Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor memastikan terus melakukan pengawasan dan investigasi kegiatan usaha dan kompleks perumahan yang berlokasi atau memanfaatkan bantaran sungai di tiga daerah aliran sungai kabupaten tersebut. Kegiatan ini tidak lain agar usaha masyarakat tetap berjalan dan sungai tetap terjaga baik.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor R Pandji Ksyatriadi di kantornya, Rabu (3/10/2018). Ia baru menerima laporan dari Kepala Bidang Penataan Hukum dan Pemilihan Lingkungan Budi Mulyawan tentang langkah selanjutnya setelah inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah tempat usaha di bantaran Sunggai Cileungsi Selasa lalu.
”Penyegelan fasilitas IPAL (instalasi pembuangan air limbah) empat perusahaan Selasa lalu tidak berarti perusahaan itu tidak bisa berproduksi. Hanya saja limbah hasil produksinya dilarang dibuang ke sungai. Mereka bisa menggunakan perusahaan lain yang memiliki izin IPAL untuk mengangkut dan mengelola limbah cair itu. Itulah risikonya kalau perusahaan tidak memiliki izin operasi IPAL sendiri,” kata Pandji.
Budi bersama tim gabungan sepanjang Selasa kemarin memimpin inspeksi mendadak ke sejumlah perusahaan di bantaran atau dekat bantaran Sungai Cileungsi yang diketahui memiliki saluran atau pipa air buangan yang bermuara ke Sungai Cileungsi. Ini kelanjutan kegiatan rutin bagiannya, yang diawali menyusuri Sungai Cileungsi dan pendataan situasi sungai dan bantaran sungai pada Agustus lalu.
Saat itu terdata 54 perusahaan, usaha rumahan, atau kompleks perumahan yang berlokasi di bantaran atau dekat Sungai Cileungsi. Kegiatan selanjutnya, bersama petugas laboratorium penguji baku mutu air independen, melakukan pengambilan sampel air Sungai Cileungsi di tujuh titik berbeda dalam dua kali kegiatan.
”Jadi, kegiatan sidak kemarin itu bukan ujuk-ujuk. Sudah ada rangkaian kegiatan dan pemberian surat-surat teguran atas kegiatan masyarakat atau usaha yang diduga tidak atau masih belum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32/2019 tentang Lingkungan Hidup. Dalam melasananakan pengawasan yang berpegang pada peraturan itu, kami hati-hati dalam pelaksanaannya. Tidak asal main segel perusahaan,” kata Pandji.
Ini, lanjutnya, ibarat menemukan rumah bocor, tidak harus penghuninya mengosongkan rumah. Namun, pemilik atau pengelola tetap diharuskan memperbaiki atap yang bocor itu setepat dan secepat mungkin. Mereka harus melaporkan upaya atau pekembangan perbaikan. Kemudian aparat DLH akan mengecek laporan mereka dengan kembali mendatangi lokasi.
Budi menambahkan, Selasa lalu sidak memfokuskan pemeriksaan dokumen sah IPAL dari sejumlah tempat usaha di lokasi prioritas, yakni di bantaran Sungai Cileungsi. Beberapa pihak dilibatkan dalam sidak, antara lain penyidik Satpol PP serta aktivis lingkungan dari KP2C dan Penyelamat Lingkungan Jakarta.
Hasilnya antara lain empat perusahaan disegel instalasi IPAL-nya, yakni PT AIP, HTI, MP, dan FOTSF. ”Kami tidak mengambil sampel limbah cair atau padat dari perusahaan itu karena fokus pada kelengkapan dokumen IPAL. Dua perusahaan kedapatan tidak memiliki dokumen izin membuang limbah cair ke sungai dan dua lainnya dokumen izin sudah kedaluwarsa. Jadi, instalasinya ada tapi tidak berizin atau belum diperpanjang. Karena fokus pada dokumen perizinan IPAL, kami belum uji air limbahnya. Pengambilan sampel untuk pengujian itu juga tidak bisa sembarangan. Yang berwewenang adalah ahli laboratorium pengujian tersendiri,” katanya.
Budi mengatakan, langkah selanjutnya, pihaknya melanjutkan kegiatan investigasi di bantaran Sungai Cileungsi, selain melakukan pengecekan pelaksanaan perbaikan fasilitas dan izin IPAL beberapa perusahaan yang telah mendapat surat teguran terkait IPAL. Sebab, kegiatan pengawasan dan pemberian teguran admistrarif kepada para perusahaan yang melanggar sudah dilakukan sejak Januari 2018. Namun, perbaikan atau pemasangan istalasi IPAL secara teknis memang memerlukan waktu, dari satu minggu sampai enam bulan, bergantung besar-kecilnya instalasi IPAL yang diwajibakan undang-undang.
Adapun mengenai hasil uji atas sampel air Sungai Cileungsi yang diambil di tujuh titik berbeda, Pandji mengungkapkan, memang air sungai ini mengandung partikel pencemaran, seperti TTS, nitrit, COD, BOD, lemak, dan detergen. Indeks pencemarannya mencapai 18 persen.
”Namun, kami masih belum bisa pasti, perusahaan mana yang limbahnya menjadi pencemar. Sebab, di bantaran sungai itu juga masih banyak pembuangan limbah domestik rumahaan atau permukiman. Karena itu, Pak Budi tetap melakukan investigasi. Sebab, kegiatan masyarakat dan usaha harus tetap berjalan dan tumbuh, dan Sungai Cileungsi juga harus dilindungi, tidak boleh tercemar,” kata Pandji.