Terletak di tepi pantai Mediterania di Libya, kota kuno Sabratha tetap menjadi atraksi wisata yang menakjubkan. Kolom-kolom berwarna merah jambu di amphiteaternya terlihat menjulang di atas perairan biru kehijauan.
Namun situs warisan dunia yang diakui UNESCO itu kini terancam musnah, struktur megahnya itu rusak akibat mortir dan tembakan senjata ringan. Selongsong peluru dan sejumlah peluru masih mengotori area sekitar situs akibat pertempuran antara kelompok bersenjata yang saling bersiteru.
Penduduk setempat mengatakan bahwa para penembak jitu memosisikan diri bersembunyi di puncak amphiteater yang pernah menjadi "permata" di zaman Kekaisaran Romawi. Pertempuran membawa pertumpahan darah kembali ke arena gladiator, sekitar 18 abad setelah situs itu dibangun. Sebanyak 39 orang tewas dan 300 terluka dalam pertempuran.
Sabratha, situs kuno yang berjarak sekitar 70 kilometer dari Tripoli, Ibu Kota Libya, itu kini terbengkalai, kondisinya menyeramkan, dikelilingi oleh rumput kering dan rumput liar.
Sejak penggulingan dan pembunuhan diktator Libya Moamar Kadhafi dalam pemberontakan tahun 2011, Sabratha berubah menjadi titik keberangkatan utama untuk migrasi ilegal.
Para penyelundup dan milisi telah mendapat keuntungan dari kekosongan keamanan. Dari pantai yang panjang dan sepi yang letaknya beberapa kilometer dari Sabratha kuno, sebagian besar migran memulai perjalanan mereka yang berbahaya menuju Eropa.
Hadapi risiko
Pada Juli 2016, UNESCO menyatakan bahwa Sabratha akan menghadapi risiko bersama dengan empat situs Libya lainnya di daftar Warisan Dunia. UNESCO mendasarkan keputusannya tersebut pada dua faktor, yakni "kerusakan sudah terjadi" dan kerentanan terhadap kehancuran di masa depan. UNESCO mencatat bahwa kelompok-kelompok bersenjata ada di sekitar situs-situs kuno ini atau berada di dekat mereka.
Para pakar khawatir hal yang lebih buruk akan terjadi di situs-situs bersejarah di Libya karena kelompok-kelompok bersenjata terus bersaing untuk memperoleh kekuasaan. Mohamad al-Chakchouki, Kepala Departemen Peninggalan Kuno Afrika Utara memperingatkan bahwa warisan arkeologi Libya tersebut sekarang sangat berisiko.
"Pembatasan kelompok-kelompok bersenjata di dalam situs arkeologi dan pertempuran yang telah berlangsung di dekat lokasi, termasuk Sabratha, menimbulkan bahaya permanen", kata al-Chakchouki.
Konservasi situs tersebut pernah dipercayakan kepada tim dari negara Barat, namun para ahli konservasi ini belum ke Libya selama empat tahun, karena kekacauan dan ketidakamanan di Libya.
Memiliki luas lebih dari 90 hektar, termasuk bagian yang telah tertelan laut, Sabratha adalah salah satu dari tiga kota kuno yang sebelumnya yang merupakan Tripolitania Romawi. Yang lain adalah Oea, yang kini menjadi kota modern Tripoli dan Leptis Magna di Libya barat yang menurut UNESCO dua tahun lalu merupakan salah satu situs yang terancam musnah.
Di bawah terik matahari musim panas yang menyengat dan angin laut yang asin, batu-batu di kota kuno Sabratha mengalami erosi dan degradasi. Namun Mohamad Abu Ajela, pejabat Departemen Peninggalan Kuno di Sabratha mengatakan bahwa kekhawatiran terbesar justru kerusakan yang disebabkan oleh manusia.
Sebuah misi arkeologi Spanyol baru-baru ini mengunjungi Sabratha dan menandatangani perjanjian untuk memulihkan beberapa area, termasuk amfiteater. "Namun penyelesaian pekerjaan memulihkan situs tergantung pada situasi keamanan", kata Ajela.
Ekspansi perkotaan
Bersamaan dengan konflik bersenjata, beberapa situs kuno di Libya yang dilindungi kini juga terancam oleh ekspansi perkotaan yang tidak terkendali. Salah satu contohnya adalah Kirene, sebuah kota Yunani kuno di timur laut Libya. Memanfaatkan situasi kekacauan di Libya, orang pun mengklaim kepemilikan tanah dan membangun di perimeter situs arkeologi.
Penjarahan adalah ancaman lainnya di situs-situs kuno ini. Karena kurangnya penjagaan keamanan di situs-situs kuno ini, hal tersebut menyebabkan penggalian ilegal dan penyelundupan barang antik. Beberapa pencurian benda kuno telah dilaporkan.
Pada bulan Maret, Kementerian Dalam Negeri Spanyol mengumumkan penyitaan "banyak karya seni" dari wilayah Cyrenaica dan Tripolitania, termasuk tujuh mosaik, sarkofagus dan potongan-potongan asal Mesir.
Madrid mengatakan memiliki bukti bahwa dua nekropolis dijarah oleh "kelompok teroris".
Pejabat di Departemen Peninggalan Kuno berusaha menyelamatkan apa yang mereka bisa lakukan meskipun harus melalui segala tekanan. Museum-museum pun telah ditutup, termasuk di Tripoli, serta beberapa harta peninggalan arkeologi juga telah dipindahkan ke "tempat aman". (AFP)