Akhir tahun 2018, badan usaha milik negara di sektor industri pertambangan, PT Indonesia Asahan Inalum Persero (Inalum), bakal menguasai 51,23 persen saham PT Freeport Indonesia (PT FI). Tentu setelah seluruh tahapan dalam proses divestasi tuntas, termasuk pembayaran 3,85 miliar dollar AS atau sekitar Rp 55,4 triliun.
Keuntungan penguasaan saham PT FI oleh PT Inalum tidak hanya bisa dilihat dari sisi finansial, yaitu dividen, royalti, dan pajak yang akan diperoleh yang totalnya 756 juta dollar AS pada tahun 2017, naik dibandingkan tahun 2016 yang 424 juta dollar AS.
Penguasaan saham akan memberikan manfaat lebih besar. Dalam jangka pendek, jika unit pengolahan hasil tambang (smelter) dibangun di Papua, hal itu dapat mendorong pengembangan industri semen dan pupuk di Papua. Sebab, proses itu menghasilkan produk sampingan, antara lain asam sulfat yang bisa diaplikasikan untuk pupuk dan gypsum untuk semen.
Pembangunan smelter di Papua cukup beralasan karena didukung potensi listrik dari tenaga air yang besar, yaitu bendungan Urumuka. Dengan demikian, biaya energi jadi lebih murah. Pengembangan sektor industri lain pun bisa berkembang. Oleh karena itu, perlu kerja sama antar-BUMN sebagaimana ditekankan Menteri BUMN, Rini Soemarno.
Apalagi, BUMN semen dan pupuk sudah bergabung dalam perusahaan induk yang besar, yaitu PT Semen Indonesia dan PT Pupuk Indonesia. Keduanya dinilai memiliki kemampuan untuk berekspansi di luar Jawa terutama Papua.
Seiring kebijakan menggenjot pembangunan infrastruktur di Indonesia bagian timur, kebutuhan semen diperkirakan meningkat. Pembangunan pabrik pupuk di kawasan itu juga diperlukan untuk memacu sektor perkebunan yang mulai tumbuh.
Potensi listrik yang besar serta industri pupuk dan semen yang diharapkan berkembang tentu mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi Papua. Jalur logistik melalui kapal-kapal menjadi lebih efisien karena kapal dapat mengangkut hasil industri atau hasil perkebunan dari Papua ke wilayah lain di Indonesia.
Data BPS, kontribusi produk domestik regional bruto (PDRB) Papua dan Maluku pada triwulan II 2018 baru sebesar 2,54 persen, jauh dibandingkan Sulawesi sebesar 6,20 persen; Kalimantan 8,05 persen; Bali dan Nusa Tenggara 3,06 persen; Jawa 58,61 persen; dan Sumatera 21,54 persen.
Satu tujuan divestasi saham PT FI oleh Inalum adalah menguasai cadangan mineral untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Penguasaan cadangan memang memiliki makna luas, tidak sekadar menguasai potensi kekayaan sumber daya mineral, melainkan juga menguasai teknologi, hasil produksi, dan pengelolaan tambang secara benar dan efisien.
Dengan demikian, pengembangan daerah pertambangan melalui eksplorasi dapat diperluas untuk jangka panjang. Potensi kekayaan tambang di Papua tentu tidak hanya di Mimika. Kemungkinan potensi tambang juga berada di kabupaten lain.
Jika perusahaan tambang dapat berkembang di wilayah lain, pendapatan perusahaan dan efek ganda dari keberadaan pertambangan memberikan manfaat bagi ekonomi daerah setempat. Sebagai gambaran, pendapatan PT FI tahun 2017 sebesar 4,4 miliar dollar AS dengan laba bersih 1,3 miliar dollar AS. Tahun 2021, pendapatan PT FI diperkirakan bisa mencapai 9,12 miliar dollar AS.
Dalam sebuah diskusi mengenai divestasi PT FI, Iwan Munajat dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (AIGI) mengungkapkan, divestasi saham PT FI menjadi momentum untuk menjadikan PT FI sebagai pusat keunggulan industri pertambangan. Eksplorasi tambang juga perlu dilakukan agar pertambangan di Papua tidak hanya mengandalkan PT FI. Sebagai perbandingan, di Papua Nugini, terdapat 17 pertambangan.
Divestasi saham PT FI juga merupakan tahap awal bagi PT Inalum untuk melakukan hilirisasi sektor pertambangan. Hasil tambang perlu diolah menjadi produk bernilai tambah sehingga mampu memberikan dampak signifikan bagi perekonomian nasional. (FERRY SANTOSO)