Sebagian Wilayah Sigi Masih Terisolasi
SIGI, KOMPAS - Tujuh kecamatan di Kabupaten Sigi masih terisolasi. Bantuan untuk korban gempa hanya bisa dikirimkan melalui udara. Hingga hari ketujuh, pasokan listrik dan BBM sudah bertambah, tetapi belum sepenuhnya pulih.
Kabupaten Sigi terdampak gempa cukup parah. Hingga kini, setidaknya tujuh kecamatan terisolasi. Jalan dan jembatan terputus. Sejumlah perkampungan dan kebun bergeser hingga satu kilometer.
Berdasarkan penelusuran pada Kamis (4/10/2018), jalur Palu-Napu (Poso) yang melewati Sigi rusak parah. Di beberapa bagian, aspal terangkat lebih dari 2 meter. Di bagian lain, jalan amblas dengan kedalaman lebih dari 3 meter. Selain itu, didapati jalan bergelombang dan sebagian retak membentuk lubang menganga. Material pecahan aspal, tiang listrik, dan pepohonan menutupi sebagian badan jalan.
Di kiri-kanan jalan, bangunan rumah dan sekolah ambruk. Sebagian bangunan yang masih berdiri mengalami retak-retak dan berlubang di sana-sini. Sebagian lagi miring mengikuti gelombang tanah. Bahkan, sawah yang berada di perkampungan ikut bergelombang dan tertimbun lumpur.
Gempa di wilayah ini juga memicu likuefaksi. Sejumlah perkampungan, di antaranya Soalnya, Jone Oge, dan beberapa desa di Dolo, tertimbun lumpur yang keluar dari tanah. Perkampungan di Jone Oge bahkan berpindah lebih dari 1 kilometer.
Bupati Sigi Iwan Lapata mengatakan, tujuh kecamatan, yakni Lindu, Kulawi, Kulawi Selatan, Dolo, Dolo Barat, Gumbasa, dan Pipikoro, terisolasi. Putusnya jalan dan sulitnya akses membuat bantuan tersendat. Alat evakuasi juga belum bisa masuk ke wilayah itu.
Salam (39), warga di Jalan Lasoso, Poros Palu-Napu, mengatakan, wilayahnya belum tersentuh bantuan apa pun sejak hari pertama gempa. ”Banyak warga yang meninggalkan desa. Kalaupun mau pergi mencari bahan makanan, kami tak punya BBM untuk kendaraan. Lampu juga mati. Tidak ada harapan terus bertahan jika kondisinya seperti ini,” katanya.
Untuk menjangkau lokasi yang terisolasi itu, BNPB menyalurkan bantuan dengan helikopter sejak Selasa (2/10). Pada Kamis, logistik kembali dikirim ke Kulawi dan Lindu menggunakan Helikopter MI 17 V 5 Skadron 31/Penerbad. Bantuan diturunkan di lapangan Desa Bolapapu.
Butuh bantuan
Camat Kulawi Abram Roly Bagalatu mengatakan, ada 15.000 jiwa di daerahnya. Siti Sarah, salah satu warga, berharap ada bantuan untuk perempuan dan anak-anak. Saat ini, anak-anak tidur di tenda dan rentan terkena flu karena udara dingin.
Abram Paheru, warga lain, juga berharap ada bantuan bahan bakar. ”Ini tak saja untuk transportasi, tetapi juga untuk giling padi. Kami punya gabah yang melimpah, tetapi tak bisa digiling karena tidak ada BBM,” katanya.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, enam rumah sakit, kantor pemerintahan daerah, markas kepolisian dan TNI, sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), dan beberapa posko pengungsian di Palu sudah teraliri listrik. Infrastruktur telekomunikasi, seperti base transceiver station (BTS), juga mulai dipasok listrik.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berhasil mengalirkan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air Poso ke Kota Palu sebesar 26 megawatt. Namun, jaringan distribusi listrik belum pulih sehingga tak semua rumah penduduk bisa teraliri listrik.
Sebelumnya 36 mesin genset disebar untuk memperkuat pasokan listrik. Ratusan teknisi juga diterjunkan untuk memperbaiki gardu induk, pembangkit listrik, dan jaringan transmisi yang rusak akibat gempa dan tsunami.
PT Pertamina (Persero) menambah pasokan bahan bakar minyak di Sulteng. Kamis pagi, kapal tanker MT Lamiwuri yang dikirim dari Balikpapan tiba di Donggala. Kapal yang membawa muatan 3 juta liter avtur dan solar ini merupakan kapal kedua yang menganggkut BBM.
”Saat ini sudah ada 13 SPBU yang beroperasi normal di Palu dan sekitarnya. Hanya saja, pengoperasiannya masih menggunakan engkol,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito.
(REN/BAH/APO)