Pemilihan lima kampung branding di Jakarta baru sebatas memeriahkan sekaligus sosialisasi kegiatan Asian Para Games 2018. Fasilitas bagi penyandang disabilitas masih terbatas.
Oleh
Amanda Putri Nugrahanti/J Galuh Bimantara
·4 menit baca
RW 06 Kelurahan Pulo, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, terlihat pada Jumat (5/10/2018), merupakan salah satu pemenang Kampung Branding. Kompetisi kampung branding diadakan untuk menyosialisasikan perhelatan Asian Para Games 2018 di jakarta mulai 6 Oktober hingga 13 Oktober 2018.Pemilihan lima kampung branding di Jakarta baru sebatas memeriahkan sekaligus sosialisasi kegiatan Asian Para Games 2018. Fasilitas bagi penyandang disabilitas masih terbatas.
JAKARTA, KOMPAS - Lima kampung branding di Jakarta dilewati pawai obor dalam kegiatan Asian Para Games 2018. Kemeriahan menjelang pekan olahraga bagi atlet berkebutuhan khusus ini terasa di kampung-kampung itu. Sayangnya, keindahan kampung branding belum diikuti dengan penyediaan fasilitas umum bagi warga berkebutuhan khusus.
Mural dan hiasan yang dihasilkan warga di kampung mereka ini dilombakan dalam program Kampung Branding. Lomba ini dibuat oleh Panitia Pelaksana Asian Para Games Indonesia (INAPGOC).
Lima wilayah pemenang adalah Tomang, Jakarta Barat; Utan Panjang, Jakarta Pusat; Pulo, Jakarta Selatan; Pademangan Barat, Jakarta Utara; dan Pinang Ranti, Jakarta Timur. Kelima kampung ini dilewati rombongan pembawa api obor APG 2018.
Wakil Ketua I INAPGOC Sylviana Murni, Jumat (5/10/2018), mengatakan, Kampung Branding diadakan untuk menyosialisasikan kegiatan APG 2018.
“Dengan semakin banyak warga yang tahu, maka warga semakin siap untuk menjadi tuan rumah yang baik selama penyelenggaraan Asian Para Games,” ujar Sylviana yang juga menyerahkan hadiah sebesar Rp 10 juta untuk Kelurahan Pulo sebagai salah satu pemenang Kampung Branding.
Menurutnya, kegiatan ini juga dapat menjadi momentum seluruh warga untuk menjadi warga yang ramah terhadap penyandang disabilitas. Apalagi sudah ada
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, seperti mempekerjakan mereka yang berkebutuhan khusus, hingga menyiapkan sarana yang aman dan dapat diakses penyandang disabilitas.
Pemandangan yang berbeda di gang RW 06 itu adalah mural yang meriah tentang perhelatan APG. Nampak gang itu dipercantik juga dengan tanaman-tanaman hias yang digantung dalam sepatu boot warna warni.
Sayangnya, kampung branding ini belum menyentuh penyediaan fasilitas umum yang ramah bagi penyandang disabilitas.
Lurah Pulo Gita Puspita mengakui, kampung branding belum sampai pada penyediaan sarana dan prasarana untuk penyandang disabilitas. “Sejauh ini penekanannya pada sosialisasi kegiatan APG sehingga warga mengetahui dan ikut mendukung,” tutur Gita.
Namun, Gita mengatakan, prasarana untuk penyandang disabilitas sudah ada di kantor kelurahan berupa jalur khusus untuk pengguna kursi roda.
Selain itu, hal lain yang sudah dilakukan adalah pembangunan trotoar di jalan utama yang saat ini sedang berjalan, trotoar dengan penanda khusus bagi penyandang tunanetra.
Namun, penyediaan fasilitas itu baru sebatas di jalan raya, tidak sampai gang-gang kecil.
Salah seorang warga setempat, Nurlaela (44) mengatakan hal yang sama. Satu-satunya pembeda di lingkungan tempat tinggalnya di RW 06 adalah mural serta tanaman hias. Selebihnya tidak berbeda.
Pemandangan yang berbeda di gang RW 06 itu adalah mural yang meriah tentang perhelatan Asian Paragames. Nampak gang itu dipercantik juga dengan tanaman-tanaman hias yang digantung dalam sepatu bot warna warni.
Perlu pemeliharaan
Ketua Komite Advokasi Penyandang Cacat Indonesia (KAPCI) Fikri Thalib menuturkan, walaupun berbiaya tinggi, menjamin aksesibilitas penyandang disabilitas merupakan bentuk tanggung jawab negara pada seluruh warga negara.
Pada sisi lain, pemenuhan hak penyandang disabilitas tersebut bisa sekaligus menunjang mobilitas warga lanjut usia, ibu hamil, serta balita.
Selain penyediaan fasilitas publik untuk warga berkebutuhan khusus, fasilitas yang sudah ada di Jakarta masih membutuhkan pemeliharaan. Pemeliharaan ini berupa perawatan dari kerusakan serta pencegahan penyalahgunaan penggunaan.
Di jalan menuju Pasar Palmerah dari Apartemen Permata Senayan, trotoar sejatinya relatif sesuai untuk mendukung aksesibilitas penyandang disabilitas. Trotoar sudah dilengkapi ubin pemandu dan turunan-turunan pada trotoar masih cukup nyaman bagi pengguna kursi roda.
Sayangnya, sejumlah pedagang menggelar dagangan di atas trotoar hingga menutupi ubin pemandu. Bahkan beberapa di antara mereka menghabiskan lebar trotoar untuk lapak dagangan.
Salah satu pedagang yang menghabiskan lebar trotoar adalah penjual buah, Sri Mulyani (45). Ia menggunakan trotoar di persimpangan jalan samping Pasar Palmerah. “Saya di sini dari siang, kalau dari pagi tidak boleh,” ujar wanita yang sudah berjualan di area Pasar Palmerah lebih dari 20 tahun itu.
Sri menyebutkan, Satuan Polisi Pamong Praja tidak pernah mempermasalahkan ia berjualan di atas trotoar, asalkan baru mulai siang. Jika memulai sejak pagi, aktivitas Sri dan kawan-kawan rentan menimbulkan kemacetan lalu lintas.
Selain itu, menurut dia, yang perlu dipersoalkan adalah penjual buah yang berdagang dengan gerobak di atas badan jalan, berdekatan dengan lokasinya berdagang.
Akses menuju Gelanggang Remaja (GOR) Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, juga memberi kendala bagi penyandang disabilitas. GOR ini merupakan tempat pertandingan cabang olahraga catur dalam APG. Jika penonton menumpang bus transjakarta, halte terdekat yaitu Halte RS Islam.
Di samping bidang miring JPO halte RS Islam, terdapat dua saluran yang memotong trotoar dan tidak ditutup. Lebar saluran itu 50 cm sehingga tidak memungkinkan dilalui kursi roda.
Selain itu, ubin pemandu baru terlihat mulai Jalan Cempaka Putih Tengah ke GOR. Di sejumlah titik, ubin pemandu tertutup tenda ataupun gerobak pedagang kaki lima, serta beberapa mobil yang parkir.