Strategi Membangun Kawasan Iptek Dirumuskan
JAKARTA, KOMPAS—Program pendirian 100 kawasan pengembangan iptek yang dicanangkan Pemerintah pada tahun 2015 akan berakhir tahun depan. Namun hingga tahun 2018 hanya terbangun 66 teknopark, karena berbagai kendala diantaranya keterbatasan sarana, sumberdaya manusia dan anggaran serta jejaring yang dapat terbangun.
Kawasan iptek ini ditetapkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional berada dibawah pengelolaan Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, serta Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Kawasan ini harus dikembangkan hingga mampu mandiri dalam memproduksi produk-produk inovatif melalui kerjasama sinergis antara akademisi, pebisnis atau industri dan Pemerintah termasuk pemerintah daerah.
Sembilan kawasan iptek dilaksanakan BPPT, salah satunya National Science Technology Park (NSTP) di kawasan Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong Tangerang Selatan. Untuk mengembangkan NSTP di badan riset ini dibentuk Balai Inkubator Teknologi. Fungsinya selain menginkubasi teknologi, dan melaksanakan difusi dan komersialisasi teknologi bagi perusahaan pemula berbasis tenologi (PPBT).
Proses inkubasi untuk perusahaan pemula berbasis teknologi ini berjalan selama tiga tahun. "Proses ini dimulai dari menyeleksi dan mendampingi calon pengusaha, menyediakan perkantoran, menyediakan sarana perkantoran, uji produksi dan sertifikasi, akses legalitas perusahaan, peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan, akses pasar dan pembiayaan," jelas Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT, Gatot Dwianto, disela acara Workshop Inkubasi dan Tenant Gathering BPPT 2018 di Kantor BPPT, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Balai Inkubator Teknologi yang dibentuk sejak 2001 telah menginkubasi 131 tenant atau PPBT. “Sebanyak 50 tenant diantaranya berhasil ‘diluluskan’ dan 21 tenant sedang menjalankan proses inkubasi. "Rerata kelulusan tenant di inkubasi teknologi di Puspitek sekitar 5 hingga 10 persen,” jelas Gatot.
Rerata kelulusan tenant di inkubasi teknologi di Puspitek sekitar 5 hingga 10 persen.
Dalam lokakarya itu ditampilkan PPBT yang lulus program inkubasi untuk berbagi pengalaman untuk bertahan dan bersaing pada dunia bisnis. Selain itu dihimpun masukan untuk formulasi perbaikan proses inkubasi di masa datang. "Dalam pertemuan, diharapkan akan tercipta sinergi diantara mereka, dan terjalin kemitraan dengan para pemangku kepentingan dan mitra pendukung inkubasi," kata Kepala Balai Inkubator Teknologi, Anugerah Widiyanto.
Pihak BPPT akan mengembangkan NSTP tersebut dengan memprakarsai investasi di beberapa binaan Balai Inkubator Teknologi. “Pengembangannya mengacu pada Tsing Hua Science Park (Tus Park) yang merupakan best practice science park di dunia,” kata Gatot.
Dengan investasi 100 miliar yuan, Tus Park mampu menghasilkan pendapatan sebesar 5000 milyar yuan pertahun dan saat ini sudah memiliki 200 cabang baik di China maupun di berbagai negara.
Inkubator Teknologi di BPPT akan membantu PPBT baru yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam pengelolaan bisnis, keterbatasan modal, teknologi, dan akses pada pasar. Pengembangan inkubator ini memerlukan dukungan peranan pemerintah dalam penumbuhan iklim yang kondusif bagi berkembangnya inkubator, tetapi juga memberi insentif pada tenant dan inkubator, terutama dalam penyediaan infrastruktur dan fasilitas memadai.
Dukungan swasta, akademisi, lembaga litbang, dan lembaga kaji terap teknologi pun diperlukan. Beberapa mitra daerah dan perguruan tinggi yang pernah bekerja sama dalam inisiasi pendirian Pusat Inovasi atau inkubator antara lain: Kota Pekalongan, Kota Cimahi, Kab. Pelalawan, UNS Surakarta, Unikal Pekalongan dan Undip Semarang.
Pusat unggulan
Sementara di Kemenristekdikti mengembangkan Pusat Unggulan Iptek, untuk penguatan kapasitas, kapabilitas, dan keberlanjutan lembaga. Sedang inkubator teknologi lebih diarahkan kepada penguatan produk inovasinya. Inkubator menghimpun teknologi inovasi dari berbagai sumber, ujar Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kemristek dan Dikti Kemal Prihatman.
Kontrak bisnis yang dihasilkan PUI dengan mitranya sejak 2011 mencapai 2.960, Dari usahanya, PUI tingkat unggul telah dapat mandiri memenuhi biaya operasional dan risetnya, lanjut Kemal.
Program PUI mulai tahun ini diperkuat dengan Platform Sinergi Litbang Unggul Indonesia dan merekrut ”Agen Riset” yang ditempatkan di industri. Tujuannya untuk membangun ekosistem riset yang berorientasi industri dan mengatasi ego sektoral.
Pencarian simpul pada Platform itu berbasis data yang dimasukkan tiap PUI ke dalam jaringan komputer. Basis data itu meliputi kemampuan SDM, ketersediaan peralatan, program kegiatan, hasil yang telah dicapai, dan tujuan risetnya. Dari 78 profil lembaga litbang yang diinput dalam basis data, komputer mendapatkan 1.537 titik simpul kegiatan riset bersama yang dapat dijalin. Tiap simpul dapat menjaring hingga 5 PUI, salah satunya akan menjadi lembaga koordinator riset.
Pencarian titik simpul kesamaan melalui komputer itu, tahap berikutnya adalah proses interaksi langsung para pengelola PUI untuk menetapkan produk yang akan dibuat. Penetapan produk prioritas sebagai ”buah” dari kemitraan multipihak itu berdasarkan tiga pedoman, yaitu harus merupakan isu strategis, dibutuhkan industri dan masyarakat, serta cepat menghasilkan.
Menurut Koordinator Program PUI Yudho Baskoro, telah ada 37 produk unggulan berpotensi inovasi yang akan dibuat sinergi PUI yang terbentuk. Produk itu antara lain baterai litium, bioetanol berbasis aren, varietas unggul padi lahan rawan dan kering, bahan baku obat herbal, sistem pengemasan buah untuk tujuan ekspor, dan pengembangan sistem informasi untuk mitigasi bencana.
Melalui strategi ini, menurut Kemal, dicapai efisiensi anggaran pada program PUI hingga 30 persen. Tahun ini akan dialokasikan anggaran Rp 41 miliar yang diberikan untuk mendukung proses akreditasi, penguatan kelembagaan, pendaftaran hak kekayaan intelektual, dan koordinasi dengan industri.
Menurut Yudho, penggalangan kerja sama ditempuh melalui konsorsium riset. Dengan membuka akses aktivitas PUI dan hasil inovasinya ke publik, terutama ke industri secara daring didukung sistem big data, diharapkan terbentuk konsorsium lebih besar dengan melibatkan industri. Melalui sistem kerja sama ini antara lain dirintis pengembangan desain N-219 versi amphibi, melalui kerja sama BPPT, LAPAN, dan PTDI, serta industri komponen pendukung.