Corak Baru ”Mahandini”
Ada kerikil yang harus dilalui gitaris Dewa Budjana dalam perjalanan menuju rilis album terbarunya, Mahandini. Namun, sandungan kecil itu tak lantas mengurangi keistimewaan Mahandini. Terlebih dengan hadirnya John Frusciante, mantan gitaris Red Hot Chili Peppers, dan Jordan Rudess, pemain kibor Dream Theater, yang menggebrak dengan nuansa progressive rock.
Bekerja bersama musisi kelas dunia bukan hal asing bagi Budjana. Beberapa album internasionalnya juga melibatkan musisi legendaris yang sebagian besar dari aliran jazz, seperti Peter Erskine, Jimmy Johnson, Gary Husband, Antonio Sanchez, dan Jack DeJohnette.
Begitu pula untuk Mahandini yang menurut rencana dirilis pada kisaran November-Desember 2018. Nama-nama besar yang diajak Budjana bekerja sama kali inilah yang menginspirasi judul album.
”Kali ini saya sudah siap sampai ke judulnya saat berangkat (rekaman). Saya beri nama Mahandini dari gabungan dua kata. Maha, artinya besar, karena orang-orang yang saya ajak kerja sama itu, kan, nama-nama besar. Lalu Nandini adalah kendaraan Dewa Syiwa. Jadi Mahandini ini kendaraan orang-orang dengan nama besar itu,” papar Budjana, Senin (24/9/2018).
Album mulai direkam secara live pada Januari 2018 di Los Angeles, Amerika Serikat. Total ada tujuh lagu dalam album ini: ”Hyang Giri”, ”Crowded”, ”Zone”, ”Jung Oman”, ”ILW”, ”Queen Kanya”, dan ”Mahandini”.
Menurut Budjana, album kali ini agak berbeda dari sebelumnya yang kental dengan musik jazz. Corak jazz dihadirkan gitaris Mike Stern. Warna progressive rock disajikan oleh Jordan Rudess dari Dream Theater; Marco Minnemann, pemain drum The Aristocrats; dan Mohini Dey, perempuan pemain bas keturunan India yang tengah naik daun.
Salah satu menu spesial Mahandini adalah keterlibatan Frusciante yang menciptakan sekaligus menyanyikan dua lagu, yakni ”Crowded” dan ”Zone”.
”Dia sebenarnya orang yang sangat sulit dijangkau. Saya berhubungan dekat dengan dia sejak tahun 2015. Enggak tahu juga, kebetulan saya dapat rezeki untuk dekat dengan dia. Orangnya baik. Setiap ke LA ketemu, lalu saya minta lagu dia untuk saya bawakan. Dia beri, sekalian nyanyi,” tutur Budjana.
Ada kisah lucu setelah Budjana mengunggah fotonya bersama Frusciante di media sosial. Para penggemar Frusciante yang tidak tahu lagi kiprahnya setelah keluar dari RHCP bertanya tentang bermacam-macam hal. Ada yang menanyakan hotel terdekat dengan kediaman Frusciante agar bisa menemuinya, ada yang meminta alamat surat elektroniknya, bahkan ada yang sampai mengejar-ngejar Budjana selama beberapa hari untuk menyampaikan suatu pesan kepada Frusciante.
Interpretasi
Menurut Budjana, kendati dia bekerja sama dengan musisi progressive rock, tidak serta-merta musiknya berubah mirip Dream Theater, misalnya. ”Saya justru enggak mau (seperti Dream Theater) karena enggak mungkin juga saya ke situ. Saya ingin musik yang biasa saya buat dimainkan oleh mereka. Saya ingin karya saya diinterpretasi oleh mereka, dengan gaya mereka,” lanjutnya.
Menyimak cuplikan lagu ”Crowded” yang dinyanyikan Frusciante, terasa ada kedalaman tetapi juga alunan yang tenang. Ada hentakan lewat kedalaman suara Frusciante dan warna musik rock ditingkah melodi yang kalem. Simak liriknya berikut.
”Walked where I feared to go
Coming up to me saying you can’t see what hit me”
Keunikan lain dalam Mahandini adalah kehadiran penyanyi dan sinden Soimah Pancawati. Melalui lagu berjudul ”Hyang Giri”, Budjana hendak bercerita tentang gunung berapi di Indonesia yang meletus beberapa waktu lalu, seperti Gunung Merapi dan Gunung Agung. Liriknya ditulis Soimah. Soimah pula yang menyanyikan lagu tersebut.
”Lir dirada mendak gelare, minangka pangejawantahing Hyang Giri” (seperti gajah menunduk wujudnya, sebagai bukti/tanda penguasa gunung)
”Sumilaking samirono, ngleglo tedaking Sang Hyang Giri hargo” (hilangnya kabut, jelas terlihat Sang Hyang Giri).
Lengkingan suara Soimah langsung menyambut telinga. Nuansa Jawa dan Bali berbalut musik jazz menghadirkan keagungan, sekaligus keindahan perpaduan tradisional dan modern.
Cuplikan lain yang diperdengarkan adalah lagu ”Queen Kanya”. Lagu instrumental ini terinspirasi dari kisah raja di Klungkung, Ida I Dewa Agung Istri Kanya (meninggal 1868). Dia dikenal karena memimpin perlawanan rakyat Klungkung menentang penjajah Belanda di Desa Kusamba. Penyerangan itu menewaskan pemimpin ekspedisi Belanda, Mayor Jenderal AV Michiels.
”Sebagian orang tahu cerita ini, tetapi beliau belum diakui sebagai pahlawan nasional. Musik ini semacam usaha untuk memperkenalkannya,” ujar Budjana.
Nuansa Bali terasa lewat petikan gitar, di antaranya menyisip ketukan piano yang kental rasa jazz.
Konser
Untuk menyambut peluncuran Mahandini, Budjana menggelar tur bertajuk ”Samuccaya Road to Mahandini”. Samuccaya artinya untaian sehingga isinya semua lagu Budjana. Dia menggandeng Shadu Rasjidi (bas), Demas Narawangsa (drum), Saatsyah (suling), Ira Destiwi (piano), dan Martin Siahaan (kibor).
Konser digelar di lima kota, yakni Purwokerto (12/9), Cirebon (13/9), Yogyakarta (18/9), dan Semarang (20/9). Puncak tur itu sebenarnya digelar di Solo (25/9), tetapi batal.
Batalnya konser di Solo yang sedianya digelar di nDalem Joyokusuman di bawah pohon bodhi membuat Budjana sempat terganggu. Namun, dia tak hendak menyalahkan siapa-siapa dan melihatnya sebagai bahan evaluasi ke depan.
”Solo dipilih untuk live streaming internasional. Venue juga beda karena konser sebelumnya diadakan di hotel. Jadi saya memilihnya benar-benar dengan pemikiran. Saya ditawari untuk mengganti tempat, tetapi saya tidak mau. Kesannya, kok, main-main kalau seperti itu,” tuturnya.
Tidak ada alasan jelas kenapa izin penggunaan tempat konser itu kemudian dicabut setelah pada awalnya disetujui. Lokasi acara termasuk dalam bangunan cagar budaya. Dia pun bingung untuk menjelaskan batalnya konser tersebut.
Setelah rangkaian tur promo pada September, direncanakan sejumlah tur lagi pada Oktober sebelum sampai di konser puncak pada November atau Desember. Budjana berencana menggunakan orkestra lengkap untuk konser tersebut.