Jilatan Kegelapan
Setelah diperkenalkan di layar lebar dalam Spider-Man 3 tahun 2007, Venom hadir dalam semestanya sendiri. Kisahnya berpusar pada terciptanya Venom dan berbeda dengan yang dikenal dalam film sebelumnya tersebut. Penonton diajak berkenalan dengan sosok serupa monster, hitam tinggi besar dengan gigi-gigi runcing di seluruh mulutnya, lidah menjulur bercabang bak ular, dan siap menyantap kegemarannya: manusia.
Melihat posternya, barangkali penonton akan menduga film Venom adalah film horor, setidaknya film aksi bernuansa gelap. Terlebih karakter Venom pernah ditampilkan sebagai sosok jahat, musuh Si Manusia Laba-laba.
Ternyata, sebaliknya, Venom bisa memberi sedikit cekikikan di sana-sini berkat tingkah dan dialog, terutama dengan inangnya, Eddie Brock (Tom Hardy). Film ini berkisah tentang bagaimana awal mula tercipta sosok Venom. Barangkali hanya sedikit perasaan jijik ketika lendir dan liur mengiringi lidahnya yang menjulur, menjilati wajah lawannya. Atau saat mulutnya terbuka lebar, memperlihatkan gigi-gigi tajam mengerikan, menelan kepala musuhnya.
”Mata, paru-paru, pankreas. Begitu banyak camilan, begitu sedikitnya waktu,” demikian katanya.
Kisah Venom diawali dengan jatuhnya roket milik Life Foundation pimpinan Carlton Drake (Riz Ahmed) yang membawa spesimen dari luar angkasa. Spesimen berbentuk lendir hitam yang kemudian disebut sebagai simbiot itu berhasil dibawa ke laboratorium Drake, tetapi satu simbiot lolos karena merasuk ke tubuh manusia yang menjadi inangnya.
Drake berambisi menciptakan kehidupan masa depan berisi spesies super karena umat manusia saat ini lemah dan mendekati akhir. Dia menjadikan orang-orang miskin sebagai kelinci percobaan untuk menyatukan simbiot itu dengan manusia.
Sementara itu, Brock, seorang wartawan investigasi andal, kehilangan pekerjaan karena mengonfrontasi Drake saat wawancara. Dia juga kehilangan kekasihnya, Anne Weying (Michelle Williams), seorang pengacara, yang merasa dimanfaatkan Brock untuk mendapatkan data tentang Drake.
Di tengah kehidupan yang merana, Brock didekati asisten
Drake, Dr Dora Skirth (Jenny Slate), yang gerah dengan kelakuan Drake. Brock berhasil menerobos ke laboratorium Drake dan hendak membebaskan kenalannya yang jadi salah satu obyek eksperimen. Namun, simbiot di dalam tubuh obyek itu berpindah ke tubuh Brock.
Tidak jelas
Perubahan terjadi dalam diri Brock tanpa disadarinya. Dia memiliki kekuatan super, berlari dengan cepat, meloncat ke atas pohon tinggi, menyembuhkan sendiri bagian tubuh yang terluka dengan cepat. Dari dalam tubuhnya keluar sulur-sulur hitam itu menggerakkan tubuh Brock dan berbicara dengannya.
Dari situlah kemudian aksi Venom dimulai. Dari melawan anak buah Drake hingga Drake sendiri yang akhirnya dirasuki simbiot dan menamakan diri Riot.
Pertanyaannya kemudian, Venom itu sebenarnya pahlawan atau penjahat? Dalam film Venom, sosoknya ditampilkan sebagai jagoan, setidaknya dia melawan pihak yang digambarkan jahat. Semula tampaknya simbiot itu akan berpengaruh jahat pada Brock, tetapi akhirnya memutuskan untuk menjadi baik. Film ini juga tidak menampilkan Spider-Man untuk bisa menentukan karakter Venom.
Merujuk pada Spider-Man 3, Eddie Brock/Venom (dimainkan Tropher Grace) muncul sebagai tokoh antagonis. Dalam film itu, simbiot tersebut ditolak Peter Parker, lalu bergabung dengan Brock, rival Parker. Brock digambarkan sebagai fotografer lepas yang menggunakan foto palsu untuk memojokkan Spider-Man sebagai penjahat. Brock yang dipecat bosnya lalu dendam dan bekerja sama dengan Flint Marko/Sandman untuk membunuh Spider-Man.
Dalam komik Marvel, simbiot awalnya diperkenalkan sebagai kostum alien hidup dalam ”The Amazing Spider-Man” #252 (Mei 1984). Inang pertamanya adalah Spider-Man, yang kemudian memisahkan diri dari makhluk tersebut. Simbiot itu lalu menemukan inang keduanya, Eddie Brock, lalu menjadi Venom yang kemudian menjadi musuh bebuyutan Spider-Man.
Sony memang berniat menciptakan semesta sendiri dalam Sony’s Marvel Universe. Venom menjadi film pertama dalam semesta tersebut dan disebut sebagai film yang berdiri sendiri. Naskah ditulis oleh Jeff Pinkner, Scott Rosenberg, dan Kelly Marcel dengan Ruben Fleischer sebagai sutradara.
Fleischer menggambarkan hubungan Brock dan Venom tidak seperti karakter berkepribadian ganda, misalnya Jekyll dan Hyde, atau tidak seperti Banner dan Hulk, yang saling meniadakan. Brock dan Venom seperti hibrida, keduanya bekerja sama untuk mencapai tujuan mereka.
Ada banyak plot yang bolong dalam film Venom, mungkin dimaksudkan untuk sekuelnya. Durasi filmnya hanya 112 menit, jauh lebih pendek dari film-film pahlawan super Marvel yang biasanya lebih dari dua jam. Ceritanya sederhana, mudah ditebak, tak sulit diikuti karena alurnya maju sehingga cenderung agak membosankan. Aksi yang ditampilkan juga tidak wow. Hanya aksi kejar-kejaran Brock/Venom dengan anak buah Drake di jalan-jalan kota San Francisco yang tampak seru.
Tom Hardy memainkan karakternya dengan baik, di tengah karakter lain yang tidak kuat. Bahkan, karakter antagonis pada Drake pun sangat kurang muncul. Dia digambarkan sebagai pemimpin muda bergaya milenial yang ambisius, tetapi tidak terlalu kelihatan dalam pembawaannya. Terlalu datar untuk seorang penjahat ambisius bervisi masa depan.
Film Venom mendapat sambutan negatif dari sebagian besar kritikus film di media Barat. Mereka menilai film ini kurang dalam segala hal. Kegelapan sosok Venom kurang tergali. Sosoknya justru tampil ringan dan humoris, terlepas dari wujudnya yang sangar mengerikan. Menarik untuk menunggu sekuel dalam semesta Venom berikutnya.