Kota Palu Perlahan Mulai Bangkit
PALU, KOMPAS Kota Palu, Sulawesi Tengah, perlahan mulai bangkit dari keterpurukan pascabencana gempa dan tsunami pada 28 September lalu. Jaringan listrik dan telekomunikasi di sebagian besar wilayah ibu kota Sulteng itu sudah pulih. Aktivitas ekonomi warga pun semakin menggeliat.
Dari pantauan Kompas, Sabtu (6/10/2018), listrik telah menyala di mayoritas wilayah kota. Jaringan telekomunikasi seluler pun kian lancar. Sejumlah kawasan yang semula dipenuhi reruntuhan dan sampah sudah dibersihkan. Alat berat juga dikerahkan di Pantai Talise yang rusak parah guna menyingkirkan material bekas reruntuhan yang menutup badan jalan.
Tentara dan sukarelawan juga membersihkan perkantoran pemerintah. ”Pembersihan perkantoran dilakukan agar pemerintah bisa segera tergerak memberikan layanan kepada masyarakat. Salah satu prioritas adalah pembersihan kantor Pemerintah Provinsi Sulteng,” kata Kepala Penerangan Kodam XIII/Merdeka Letkol (Inf) M Thohir.
Antrean panjang kendaraan dan warga yang terjadi di semua SPBU di Palu sejak hari pertama pascagempa dan tsunami kini telah jauh berkurang. Pertamina terus menambah pasokan dan membenahi mekanisme distribusi bahan bakar minyak.
Aktivitas ekonomi mulai hidup. Toko-toko kelontong, warung makan, dan restoran banyak yang telah buka. Begitu pula situasi di pasar semakin ramai dipenuhi pedagang dan warga.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat PT PLN Haryanto WS, yang menangani pemulihan listrik di Sulteng, mengatakan, pemulihan listrik di wilayah Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong telah mencapai 70 persen.
Khusus Kota Palu, jaringan yang pulih telah 80 persen. Lima gardu induk yang rusak akibat gempa telah selesai diperbaiki. PLN mengerahkan 1.400 teknisi untuk menyelesaikan perbaikan jaringan transmisi. ”Kami targetkan sebelum masa tanggap darurat berakhir pada 11 Oktober pemulihan aliran listrik mencapai 100 persen,” kata Haryanto.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mempercepat kembalinya proses belajar-mengajar dengan mendirikan sekolah darurat di pengungsian. Salah satunya di Jalan M Soeharto, Kelurahan Petobo, Palu. Sekolah darurat itu berupa tenda putih yang bisa memuat sekitar 40 anak. Namun, di tenda itu, Minggu kemarin, belum terlihat sarana dan prasarana belajar-mengajar.
Mendikbud Muhadjir Effendy, di Palu, Sabtu, mengatakan, semua sekolah di Palu, Donggala, dan Sigi belum beraktivitas. Banyak siswa dan guru belum diketahui keberadaannya. Terkait hal itu, kata Muhadjir, mulai didata siswa, guru, dan kebutuhan lainnya seiring dengan pembangunan sekolah darurat. ”Pendataan diharapkan selesai dalam 2-3 pekan ini,” katanya.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi menilai, sekolah darurat penting guna menjaga kepercayaan diri dan mengurangi kegelisahan anak karena terlalu lama tinggal di pengungsian.
Bantuan mengalir
Bantuan dari negara sahabat terus mengalir ke Sulteng. Kemarin, bantuan dari Pemerintah Jepang diangkut pesawat Hercules C-130 H milik Pasukan Bela Diri Udara Jepang. Pesawat itu bertolak dari Balikpapan, Kalimantan Timur, dan mendarat di Bandara Mutiara SIS Al-Jufri, Palu, pukul 10.45 Wita. Bantuan seberat total 8 ton itu, antara lain, berupa genset, alat penjernih air, disinfektan, dan tenda.
Koordinator Tim Monitoring Bantuan di Palu dari Kementerian Luar Negeri Jean Anes menambahkan, bantuan dari Jepang dan negara sahabat lainnya dimaksimalkan untuk mempercepat penanganan tanggap darurat bencana gempa dan tsunami Sulteng. Bantuan dari Jepang ini menyusul bantuan dari sejumlah negara lainnya yang lebih dulu tiba di Palu secara bergelombang sejak tiga hari lalu, di antaranya Singapura, Malaysia, Selandia Baru, India, dan Australia. ”Masih ada bantuan dari negara lain yang menunggu giliran berangkat dari Balikpapan, seperti Inggris, Jerman, dan Qatar,” ujarnya.
Menurut Jean, bantuan dari luar negeri harus bergiliran masuk ke Palu mengingat kapasitas bandara di Palu yang terbatas. Apalagi, bantuan dari dalam negeri yang diangkut melalui jalur udara juga sangat banyak. ”Kami memprioritaskan pendaratan bantuan dalam negeri,” katanya.
Bantuan dari pembaca Kompas yang disalurkan melalui Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) tiba di Palu pada Sabtu siang. Bantuan berupa beras, air mineral, terpal, popok bayi, pembalut, biskuit, minyak goreng, telur, dan pakaian. Bantuan itu diangkut dengan tiga truk dari Makassar, Sulawesi Selatan, selama 43 jam.
”Semoga bantuan ini dapat bermanfaat bagi korban gempa dan tsunami di Sulteng,” ujar anggota staf DKK, Gigin Sugiyanto.
Bantuan dan sukarelawan dari sejumlah daerah juga terus berdatangan ke Palu. Pemerintah Kota Makassar, misalnya, mengirim tim Rescue Pemadam Kebakaran untuk membantu evakuasi korban. Pemerintah Kabupaten Enrekang yang dipimpin langsung Bupati Muslimin Bando datang membawa ratusan sukarelawan sekaligus bantuan barang.
”Kami membawa beberapa truk bahan makanan dan pakaian yang didistribusikan langsung ke sejumlah titik pengungsian. Alhamdulillah selama tiga hari di Palu, bantuan sudah tersalurkan,” kata Darwin, sukarelawan dari Enrekang. Hal serupa dilakukan Pemkab Soppeng yang dipimpin Bupati A Kaswadi Razak.
Pemprov Papua bersama kabupaten/kota se-Papua juga menyumbangkan dana Rp 4 miliar. Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, bantuan ini sebagai wujud solidaritas masyarakat Papua. Polda Papua juga menyalurkan bantuan bahan makanan dan sejumlah barang kebutuhan pokok lainnya dari Makassar. (IRE/REN/ENG/FLO)