Sebagai penyelenggara Asian Para Games 2018, Jakarta diuji keramahannya bagi penyandang disabilitas. Menjawab tantangan ini tidak mudah, sebab masih ada sejumlah masalah terkait penyediaan fasilitas khusus difabel.
Selain kurang, sebagian fasilitas yang ada tidak memenuhi standar. Asian Para Games (APG) 2018 yang berlangsung pada 6-13 Oktober menjadi momentum terbaik menjadikan kota ini ramah difabel. Perbaikan ini tidak hanya untuk 2.762 atlet difabel yang bertanding dalam ajang APG, tetapi juga bagi semua warga difabel yang ada di Ibu Kota.
Pemprov DKI Jakarta sudah mengupayakan penyediaan fasilitas difabel sejak 1981 melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 1981 tentang Penyediaan Sarana untuk Penderita Cacat pada Bangunan dan Fasilitas Umum. Payung hukum ini diperkuat Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas.
Upaya pemerintah
Seiring dengan itu, pemerintah menyediakan fasilitas ramah difabel, di antaranya trotoar di Jalan MH Thamrin, Daan Mogot, Danau Sunter Selatan, dan Salemba Tengah dilengkapi fasilitas guiding block berupa ubin berwarna kuning dengan garis lurus dan bertekstur bulat untuk para tunanetra.
Pemerintah juga menyediakan fasilitas portal S berbahan baja di ujung trotoar untuk membantu mobilitas pengguna kursi roda. Hal serupa tersedia di stasiun kereta rel listrik. Selain guiding bock di sepanjang peron, stasiun juga menyediakan jalur khusus pengguna kursi roda, kursi tunggu prioritas, dan kursi prioritas di setiap kereta.
Namun, dua dari lima responden jajak pendapat Kompas menilai berbagai fasilitas difabel itu belum cukup, bahkan sebagian tidak memenuhi standar, seperti guiding block di trotoar yang menabrak tiang listrik atau pohon.
Sebagian responden Kompas meminta pemerintah melakukan perbaikan sarana seperti jembatan penyeberangan orang (JPO). Hingga tahun 2018, tercatat baru dua JPO di Jakarta yang menggunakan lift, yakni di Sarinah dan Tosari, itu pun kadang tidak beroperasi. Kemudahan lain yang tersedia baru sebatas ramp landai di 165 JPO dari 318 JPO yang ada di Jakarta.
Sebanyak 28 persen responden menyebut trotoar di Jakarta belum ramah bagi difabel. Meski guiding block sepanjang 2.600 kilometer sudah terpasang di trotoar, kadang terpasang tidak sesuai standar. Trotoar yang ada juga kerap diokupasi lapak pedagang kaki lima, pengemudi ojek, bengkel, hingga pot tanaman sehingga menyulitkan kaum difabel melalui trotoar.
Sementara seperempat responden lain menyatakan toilet dan transportasi umum masih belum memadai bagi penyandang disabilitas. Toilet khusus bagi penyandang disabilitas belum tersedia di sebagian pasar, misalnya Pasar Tebet Timur dan Pasar Bunga Rawa Belong.
Begitu pula dengan akses transportasi umum yang belum sepenuhnya mudah bagi kaum difabel. Desain akses keluar masuk halte atau stasiun kerap menyulitkan difabel. Karena itu, saatnya melakukan pembenahan wajah kota.
Apresiasi positif
Meskipun demikian, sebagian warga Ibu Kota memberi apresiasi positif pada persiapan yang telah dilakukan pemerintah. Jajak pendapat Kompas, akhir September lalu, menunjukkan, hampir tiga perempat responden menilai persiapan Indonesia dalam pesta olahraga penyandang disabilitas se-Asia tersebut cukup baik.
Pemerintah melalui Panitia Penyelenggara Asian Para Games Indonesia (Inapgoc) telah menyiapkan berbagai sarana dan fasilitas khusus selama sepuluh bulan terakhir. Di antara persiapan itu adalah penyediaan 230 bus dek rendah dan 100 bus dek tinggi untuk antar-jemput atlet dari Wisma Atlet Kemayoran ke arena laga.
Inapgoc juga menyiapkan 8.000 sukarelawan terlatih yang memahami karakter atlet dan penonton berkebutuhan khusus. Tidak hanya itu, panitia juga menambah toilet ramah penyandang disabilitas di arena pertandingan. Upaya yang layak diteruskan.