Semangat Kesetaraan dari Kaum Disabilitas
Disabilitas bukanlah kekurangan, melainkan menjadi kekuatan. Itulah yang diyakini 40 tokoh, atlet, penari, musisi, dan penonton disabilitas dalam upacara pembukaan Asian Para Games 2018. Bagi mereka tak ada kata menyerah meski kondisi mental dan tubuhnya berbeda dari kebanyakan orang.
Mela Rahmawati (32) tampak ceria bersama teman-temannya yang datang untuk menyaksikan upacara pembukaan Asian Para Games 2018 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (6/10/2018) malam. Sejak pukul 7.00, ia sudah bersiap pergi ke Jakarta dari rumahnya di Bandung, Jawa Barat.
Dengan bus sewaan yang difasilitasi Dinas Sosial Kota Bandung, Mela berangkat ke Jakarta bersama 20 rekannya dari Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI). Kemacetan di sepanjang jalan Bandung-Jakarta tidak menyurutkan semangat Mela yang berkursi roda. Bagi dia, melihat para atlet dunia di dalam Stadion Utama GBK membuat semangatnya membara.
”Senang sekali bisa menjadi bagian dari Asian Para Games. Ini menjadi semangat bagi kami untuk terus menyuarakan hak-hak kami,” kata Mela.
Saat upacara pembukaan dimulai, kolaborasi antara kaum disabilitas dan nondisabilitas terasa sejak awal dengan pertunjukan duet balet klasik dari balerina Rhea Marquez dan Julius Jun Obero, penari dengan kursi roda yang berasal dari Filipina. Mereka tampil memukau dalam sorotan sinar laser pada layar di panggung bergambar bunga wijaya kusuma. Penampilan ini melambangkan masyarakat yang harmonis dan bisa menerima satu sama lain meski terlahir berbeda.
Kisah tentang keunikan orang- orang bisu-tuli di Desa Bengkala, Bali, tersaji dalam video yang ditampilkan di layar panggung. Penduduk Desa Bengkala memiliki bahasa isyarat sendiri yang disebut bahasa Kolok sehingga budaya desa mereka menjadi inklusif. Anak-anak Desa Bengkala itu pun tampil di panggung, berkolaborasi dengan penyanyi cilik Shanna Shannon yang membawakan lagu ”Indonesia Raya”.
Selanjutnya, aktor Reza Rahadian dan aktivis tunarungu Surya Sahetapy mempersembahkan dialog refleksi kehidupan yang merangkul keberagaman, terinspirasi dari kelima sila Pancasila. Refleksi ini dirangkai dengan aksi Sabar Gorky yang berperan memanjat tiang kapal paranisi untuk mengibarkan layar dengan logo Komite Paralimpiade Asia.
Sabar Gorky kehilangan kaki kanan setelah jatuh dari kereta api saat dirinya duduk di bangku SMA. Kehilangan kaki tak menyurutkan semangatnya untuk mendaki Gunung Elbrus di Rusia (5.642 meter di atas permukaan laut/mdpl), Gunung Cartenz di Papua (4.884 mdpl), dan Gunung Kilimanjaro di Tanzania (5.895 mdlp) hanya dengan menggunakan kaki kiri dan tongkat.
Aksi Sabar Gorky di atas panggung, juga pencapaiannya, menunjukkan bahwa setiap orang dapat melakukan sesuatu melampaui keterbatasan dirinya, mendobrak stigma dan prasangka, serta menerima kebebasan dan keberagaman.
Pertunjukan yang tak kalah menarik adalah ketika video yang menampilkan seniman Sue Austin (Inggris) yang beraksi di dasar laut dengan menggunakan kursi roda ditayangkan di layar lebar. Kursi roda yang dipakai Sue Austin ternyata tidak membelenggu, justru membebaskannya untuk menjelajahi dasar lautan. Ada pula lima penari tunadaksa dari Ill-Abilities (Kanada) yang membawakan tarian break-dance.
Pada saat pengibaran bendera Komite Paralimpiade Asia, sebanyak delapan atlet disabilitas Indonesia dilibatkan. Mereka adalah Siti Mahmuda (angkat berat), Tersilem (tenis meja), Setiyo Budihartanto (atletik), Antoboi (angkat berat), Rizal Bagus (atletik), Laura Aurelia Dinda (renang), Priyano (atletik), serta David Jacobs (tenis meja).
Menjelang penyalaan obor, bocah tunanetra berusia 11 tahun, Allafata Hirzi Sodiq (Zizi), memainkan lagu berjudul ”Heal The World”. Dalam suasana di stadion yang temaram, ribuan penonton menyalakan lampu flash sehingga menghadirkan kesan magis.
Selanjutnya, obor Asian Para Games yang dibawa Ketua Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Senny Marbun diserahkan secara berantai kepada Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi; Sekretaris Jenderal NPC Indonesia Pribadi; peraih medali emas atletik Fespic Games 1977, Soeharto; serta perenang peraih lima medali emas ASEAN Para Games, Jendi Pangabedan. Jendi lalu membawa obor tersebut untuk menyalakan kaldron, yang menjadi puncak dari upacara pembukaan.
Mengharukan
Yulinardiantika Nurleni, warga Pasar Minggu, Jakarta, yang turut menonton langsung di Stadion Utama GBK itu, menilai, secara keseluruhan upacara pembukaan sangat mengharukan. Para disabilitas punya semangat luar biasa di tengah keterbatasannya.
”Kita banyak belajar dari mereka yang tak mudah putus asa. Kalau kita dalam kondisi itu, belum tentu sekuat mereka,” kata Nurleni.
Apresiasi juga datang dari Teti Herawati yang tergabung dalam HWDI Bandung. ”Saya sangat senang karena kaum disabilitas Indonesia disuarakan. Selama ini banyak kaum disabilitas yang disembunyikan keluarga karena malu, dianggap aib. Padahal, mereka punya potensi luar biasa.” katanya.
Sementara itu, Jendi yang dipercaya untuk membawa obor dan menyalakan kaldron merasa bangga, bahagia, terharu, sekaligus gugup. ”Saya dek-dekan. Rasanya saya ingin berenang saja saat ini. Rasanya lebih mudah berenang,” ujar Jendi sebelum pembukaan dimulai.
Sebelum menjalankan tugas itu, Jendi sudah berlatih selama beberapa hari menjelang upacara pembukaan. Latihan dilakukan malam hari di Stadion Utama GBK pukul 20.00-23.00. Latihan sengaja digelar malam hari karena pembawa obor menjadi unsur kejutan dalam upacara pembukaan tersebut.
Bagi David Jacobs, Asian Para Games merupakan momentum bersejarah karena baru pertama kali digelar di Indonesia. ”Semoga dengan adanya ajang ini, kaum disabilitas Indonesia termotivasi untuk terus berjuang. Kita semua pasti mempunyai talenta asalkan mau berusaha. Bagi kami, disabilitas bukanlah kekurangan, tetapi ini menjadi kekuatan kami,” katanya.
Di tengah hiruk-pikuk kegembiraan penonton pada acara pembukaan APG, ada sosok Marolop Tobing yang menjadi sukarelawan sarana transportasi di dalam arena GBK. Ia merupakan bagian dari 35 sukarelawan disabilitas yang hadir dengan motor modifikasi untuk mengangkut penumpang di bagian samping.
”Kami siap melayani dan menjadi bagian dari Asian Para Games. Bahkan, saya sudah siap (berada di GBK) sejak pagi,” kata Marolop bersemangat.
(Adrian Fajriansyah/Denty Piawai Nastitie/Lusiana Indriasari)