Harga Pakan Melonjak, Peternak Ayam Lamongan Menjerit
Oleh
ADI SUCIPTO KISSWARA
·4 menit baca
LAMONGAN, KOMPAS — Peternak ayam petelur di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, serasa makin terdesak harga pakan yang makin melonjak. Di sisi lain, harga telur yang dihasilkan cenderung tak beranjak naik.
Peternak ayam petelur di Kecamatan Sugio, Lamongan, Ainun (30), Senin (8/10/2018), menuturkan, saat ini, harga pakan mencapai 385.000 per zak ukuran 50 kilogram atau Rp 7.700 per kg. September lalu, harga mencapai Rp 375.000 per zak atau Rp 7.500 per kg. Padahal, harga Juli masih Rp 350.000 per zak atau Rp 7.000 per kg. Sementara harga telur ayam masih tetap Rp 19.000 per kg atau sama dengan bulan lalu.
Bukan hanya harga pakan yang naik, harga bibit ayam yang diternak juga naik. Supardi (53), yang membangun kandang di Kecamatan Mantup, mengemukakan, saat ini, harga bibit ayam umur 13 minggu mencapai Rp 60.000 per ekor. Agustus dan September lalu, harga bibit Rp 59.000 sudah umur 16 minggu.
”Kalau yang dulu, dengan bibit umur 16 minggu, dua minggu kemudian sudah bisa bertelur. Sekarang harga bibit lebih mahal dengan umur 13 minggu. Kami butuh waktu lima minggu agar ayam sudah bisa mulai produksi telur,” ujarnya.
Sumali (54), peternak yang ditemui di kandangnya di Sendangsari, Mantup, menambahkan, jika peternak memilih membeli anakan ayam (DOC), hal itu lebih berat lagi. Sebab, harganya sudah mencapai Rp 9.600 per ekor untuk umur dua minggu. Peternak juga menghadapi lonjakan harga jagung.
Harga jagung naik dari Rp 3.500 per kg hingga Rp 3.600 per kg menjadi Rp 4.700 hingga Rp 4.800 per kg. Harga dedak (limbah gilingan kulit padi yang lembut) juga naik dari Rp 2.500-Rp 2.800 per kg menjadi Rp 3.500 per kg. ”Itu belum termasuk biaya listrik dan air, biaya pembuatan kandang,” katanya.
Sumali mengemukakan, setiap 1.000 ekor ayam membutuhkan 1,1 kuintal pakan dengan komposisi 50 persen pakan pabrikan, 25 persen dedak, dan 25 persen jagung. Peternak ada yang membuat ukuran pakan 70 pakan pabrikan, 20 persen dedak, dan 10 persen jagung untuk menjaga kualitas telur.
Menurut dia, para peternak serba repot. Saat harga telur naik, karena ongkos produksi membengkak, masyarakat luas protes. Harga pakan diperkirakan tetap tinggi jika komponen bahan pakan masih impor, sementara nilai tukar rupiah mencapai lebih dari Rp 15.000 per 1 dollar AS.
Sebelum menekuni usaha ayam petelur, Sumali beternak ayam pedaging (ayam potong). Ia beralih beternak ayam petelur karena ayam bisa diapkir dan dijual dagingnya dalam dua tahun masa produktif. Setelah itu bisa diganti dengan yang dibaru. Produksi telur bisa mencapai 75 persen dan puncaknya bisa 95 persen dari populasi.
Saat ini, para peternak juga masih menunggu kondisi membaik. Kandang ayam pedagang di Jelag, Mantup, di Kedungpring dan di Tikung, terlihat dibiarkan masih kosong sejak dipanen Agustus lalu. Sebagian peternak memperbaiki kandang sambil menunggu kondisi harga pakan turun.
Sebelumnya, pada Juli, harga telur ayam bukan ras mencapai Rp 26.000-Rp 28.000 per kg. Tetapi, peternak tidak menikmati harga tinggi itu. Saat ini, harga di tingkat peternak hanya Rp 24.000 per kg. Lalu, harga telur di tingkat peternak malah turun di di bawah Rp 20.000 hingga saat ini.
Akibat harga komponen pakan dan jagung melonjak, keuntungan peternak makin menipis.
Suparto, Ketua Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur, di Kedungpring, Lamongan, mengutarakan, harga pakan dan obat pabrikan sejak Juli hingga Oktober ini naik enam kali. Ia menduga komponen pembelian bahan baku pakan dan obat-obatan impor terpengaruh nilai kurs rupiah terhadap dollar AS.
”Akibat harga pakan dan jagung melonjak, keuntungan peternak makin menipis. Jika jumlah yang diternak sedikit kurang dari 500 ekor, cenderung rugi,” ujar Suparto.
Menurut dia, produksi telur juga turun drastis, berkisar 20-30 persen. Ayam petelur juga banyak yang sakit sehingga produksi telurnya tidak maksimal. Keuntungan peternak sekitar Rp 1000 per kg telur. ”Keuntungan riil peternak tidak ada artinya karena komponen pakan juga tinggi. Untung riilnya malah bisa kurang dari seribu,” katanya.
Di sisi lain, Roni, peternak ayam pedaging di Panceng, Kabupaten Gresik, mengatakan, harga ayam potong juga turun. Panen September lalu mencapai Rp 14.400 hingga Rp 15.000 per kg. Saat ini hanya laku Rp 14.000 per kg. Bobot rata-rata satu ekor ayam 1,8 kg.
Biaya produksi membengkak dari rata-rata Rp 34.000 per ekor menjadi Rp 36.200 per ekor. Jika satu ekor ayam diperkirakan 2 kg per ekor, maka harga jualnya maksimal Rp 30.000 per ekor. ”Secara kasar saja peternak sudah merugi. Makanya, sementara banyak yang tidak mengisi lagi kandangnya,” ujarnya.