Setelah hampir 20 tahun Makau diserahkan Portugal kepada China, pengaruh para elite Portugis di Makau kian surut seiring makin dekatnya wilayah administrasi khusus itu pada dominasi pengaruh China. Di pengadilan pidana, sudah tidak ada lagi hakim Portugis. Di seluruh pengadilan, hanya tinggal 10 persen ahli hukum Portugis.
Penyingkiran ahli-ahli hukum Portugis terus dilakukan. Dua penasihat hukum terkemuka, yakni Paulo Taipa dan Paulo Cardinal yang diakui kepakaran mereka, mendadak dipecat pada Agustus lalu, jauh sebelum usia pensiun. Rancangan undang-undang tahun ini juga mengusulkan hakim-hakim Portugis tidak ditugaskan menangani kasus-kasus sensitif.
”Mereka mengatakan di mana-mana bahwa Portugis merupakan bagian dari Makau dan selalu disambut sebagai bagian dari sejarah. Kenyataannya, apa yang mereka lakukan tidak sama dengan apa yang mereka katakan,” kata Alvaro Rodrigues, pengacara di Makau.
Pemecatan Taipa dan Cardinal yang sudah 20 tahun mengabdi di pemerintahan merupakan sinyal buruk, kata Rodrigues, yang datang ke Makau 28 tahun lalu dari sebuah negara koloni di Afrika. Ketua parlemen Ho Iat Seng, yang mengatur pemecatan Taipa dan Cardinal, mengatakan, pemecatan tersebut merupakan bagian dari restrukturisasi.
Namun, anggota dewan Jose Coutinho tak percaya dengan keterangan Ho. ”Kedua ahli hukum itu dalam beberapa tahun terakhir secara internal mengkritik rancangan-rancangan undang-undang dengan menyatakan, dalam pandangan hukum yang bersifat rahasia bahwa (rancangan-rancangan undang-undang) itu melanggar UUD. Beberapa rancangan undang-undang itu diloloskan dewan,” kata Coutinho.
Ia mencontohkan, peraturan tentang gaji pemerintah melanggar UUD dengan mendiskriminasi para pegawai negeri rendahan.
Seperti halnya Hong Kong, Makau berada di bawah China dengan kebijakan ”satu negara, dua sistem”. UUD memberikan otonomi besar terhadap kebebasan, seperti kebebasan pers dan peradilan yang independen. Makau diserahkan kepada China pada tahun 1999 setelah didahului beberapa tahap persiapan.
Pengaruh China
Sistem hukum di Makau secara umum berdasarkan apa yang berlaku di Portugal. Namun, pengaruh China membuat banyak peraturan itu tersingkir. ”Kita bisa merasakannya. Jika Anda melihat legislasi yang sudah diloloskan dalam beberapa tahun terakhir, kita memahami ada banyak pengaruh besar dari sistem pertama (China) pada sistem kedua (Makau),” kata Pedro Cortes, pengacara di Makau.
Bahasa China dan Portugis merupakan bahasa resmi di Makau. Namun, banyak tanda yang memperlihatkan bahasa China lebih diprioritaskan di pemerintahan. Pengadilan-pengadilan telah menghentikan menyediakan translasi bahasa Portugis. Para ahli juga mengatakan, pemerintah lebih mengutamakan mempekerjakan orang-orang berbahasa China untuk pekerjaan sebagai hakim atau ahli hukum.
Kekhawatiran pengaruh China yang begitu besar juga dialami komunitas bisnis. Para eksekutif bisnis kasino di Makau mengatakan, mereka kini mencermati dengan saksama kebijakan pemerintah mengingat izin mereka akan habis pada tahun 2020.
Rita Assis Ferreira, pengacara di Portugal dan perwakilan sebuah firma hukum di Makau, mengatakan, pergeseran yang terjadi merupakan bagian dari rencana jangka panjang pemerintah untuk meningkatkan kebijakan China setelah pengambilalihan. ”Saya tak melihat hal ini sebagai sesuatu yang buruk atau dramatis, ini sudah disepakati 20 tahun lalu dengan China daratan,” katanya.
Jose Luis de Sales Marques, mantan Wali Kota Makau yang memimpin wilayah itu pada 1993-2001, juga mengutarakan rasa optimistisnya. Pria yang kini memimpin Institut Makau untuk Studi Eropa itu mengatakan, pemerintah mendukung pelajaran Bahasa Portugis kendati mereka semakin dekat dengan asimilasi kepada hukum dan pemerintahan China daratan.
”Kita harus melihat bahwa ada formula ’satu negara, dua sistem’ dan arti sesungguhnya adalah satu negara. Ini bentuk realisme yang harus kita miliki,” kata Marques.
Kini, jejak Portugis di Makau yang masih terlihat jelas tampaknya lebih pada arsitektur dan makanan khasnya. (REUTERS)