Asian Para Games 2018 bukan hanya mengenai penampilan para atlet olahraga. Ajang tersebut juga menjadi tempat sebagian seniman dengan kondisi difabel mental untuk menunjukkan sejumlah karya mereka.
Sabtu (6/10/2018), beberapa jam sebelum dimulainya upacara pembukaan Asian Para Games 2018 di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Petang itu, sejumlah orang berkumpul menghadapi tontonan sejumlah pesepeda ekstrem di kawasan Parkir Timur.
Di depannya terdapat sejumlah tempat dipamerkannya karya para pelukis yang tergabung dalam Art Brut ID. Beberapa di antaranya karya Raynaldy Halim, Gary Harlan, Kezia Sibuea, dan Shan Rafael.
Art brut merupakan seni rupa oleh penyandang gangguan kejiwaan. Jenis karya ini bebas dari arus utama lukisan dan pengaruh lembaga-lembaga seni.
Salah seorang di antaranya adalah Dwi Putro Mulyono Jati atau Pak Wi (55). Pak Wi hidup dengan skizofrenia. Seperti dikutip dari berdasarkan catatan Kompas, ia mengalami gangguan mental sejak berusia 18 tahun. Mulai 2001 Pak Wi mulai diajak melukis. Sejak itu, ia terus melukis dan melukis.
Seperti terlihat sore itu. Pak Wi terus-terusan menggoreskan kuas dengan warna-warni tertentu ke atas kanvas. Petang itu, ditemani sejumlah bocah yang berkunjung dan juga membuat beberapa gambar, Pak Wi memindahkan patung berbentuk sebuah keluarga dengan hewan peliharaan mereka ke atas permukaan kanvas.
Ia hanya beristirahat sebentar di sekitar waktu Maghrib untuk menyantap makanan. Selanjutnya, ia mewarnai lagi sketsa Momo, maskot Asian Para Games 2018 yang merupakan penggambaran satwa Elang Bondol.
Karya-karya itu dilukis Pak Wi dari contoh asli berbentuk tiga dimensi. Selain patung keluarga yang dihadapinya langsung, lima sketsa Momo juga digambarnya langsung sehari sebelumnya dengan membawa kanvas-kanvasnya mendekat ke lokasi didirikannya patung Momo dalam kompleks GBK.
Salah satu ciri khusus lukisan Pak Wi adalah komposisinya yang relatif tidak imbang. Sebagian obyek lukisannya punya kecenderungan untuk terpotong di bibir kanvas. Tidak berada di tengah-tengah seperti ditemui pada kebanyakan lukisan.
Selain melukis sejumlah obyek nyata secara langsung, Pak Wi juga membuat ulang karya-karya pelukis Hendra Gunawan. Ada 120 lukisan yang kembali dibuat ulang Pak Wi dalam tempo sekitar dua pekan.
Sebagian dengan tambahan sejumlah teknik tertentu. Misalnya penggunaan krayon untuk membentuk volume tertentu dari sebagian lukisan tersebut.
Pembina Art Brut ID, Maya Sujatmiko, menyebutkan, penampilan Pak Wi merupakan bagian dari pameran karya yang dilakukan bersama sejumlah perupa di atas. Bedanya, pelukis-pelukis lain hanya memamerkan karya-karya mereka, sedangkan Pak Wi mendemonstrasikan pula kehebatannya.
Maya mengatakan, keikutsertaan para pelukis Art Brut ID dalam ajang Asian Para Games (APG) 2018 merupakan kesempatan baik untuk memberikan penyadaran kepada publik mengenai prestasi penyandang difabel. ”Kalau APG melalui bidang olahraga, tapi art brut melalui seni rupa. Prinsipnya sama,” sebut Maya ihwal kegiatan yang disokong lembaga Ciputra Artpreneur itu.
Presiden Direktur Ciputra Artpreneur Rina Ciputra Sastrawinata mengatakan, pameran dan aktivitas melukis langsung seperti dilakukan Pak Wi dan perupa dalam Art Brut ID merupakan hal positif yang membutuhkan kesiapan dua pihak. Masyarakat umum dan mereka yang hidup dengan kondisi-kondisi khas tersebut.
Rina mencontohkan, hal tersebut bisa dipadankan dengan kecenderungan saat ini di mana sudah mulai banyak kaum orangtua yang berinteraksi mengunjungi restoran atau bioskop dengan menggunakan kursi roda. Ia menyebutkan, hal tersebut membutuhkan kesiapan mental dari orang-orang bersangkutan dan masyarakat umum untuk menerima kondisi-kondisi khusus tersebut.
Dengan membawa keluar pihak-pihak berkebutuhan khas, seperti dialami Pak Wi, untuk berinteraksi dengan masyarakat kebanyakan, maka itu berarti pula menunjukkan tentang keberagaman dan penerimaan atas kondisi-kondisi tertentu yang dialami manusia. ”Tapi tidak berarti dicampakkan atau dikucilkan di dalam rumah,” ujar Rina.
Inilah yang dinamakan dengan dunia. Karena itu tentang kami, mestilah pula dengan menyertakan kami.