PALU, KOMPAS — Sebagian warga korban gempa dan tsunami beranjak dari keterpurukan dan membangun kembali kampung mereka yang luluh lantak. Di pesisir Pantoloan, Kelurahan Layana Indah, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, yang hancur, warga secara swadaya membangun tempat usaha dan hunian sementara.
Beberapa bangunan mulai terlihat di atas puing-puing kampung di RT 001 RW 001, Kelurahan Layana Indah, Minggu (7/10/2018). Warga bergotong royong membangun rumah dengan menggunakan kayu-kayu yang masih bisa diselamatkan dari bencana.
Salah satu warga Kelurahan Layana Indah, Abdullah Siraja (52), mengatakan, dorongan bergerak tersebut muncul dari obrolan sesama korban yang rata-rata sudah jenuh menunggu tanpa aktivitas di pengungsian.
”Tidak mungkin kami hanya menunggu-nunggu bantuan saja di tenda pengungsian. Jadi, kami memutuskan membangun bersama,” katanya.
Bangunan-bangunan itu akan mereka gunakan sebagai tempat usaha dan hunian sementara. Sebagian besar warga kampung di pesisir itu bekerja sebagai perajin dan pemilik usaha mebel. Hampir semua bangunan di sana hancur disapu tsunami.
Setidaknya 50 warga hilang dalam bencana. Sebagian besar warga yang selamat hanya dapat menyelamatkan barang yang melekat di tubuh. Tanpa membangun tempat usaha lagi, mereka juga tanpa penghasilan.
Dorongan segera membangun lagi kampung diperkuat keberadaan alat berat untuk membersihkan kampung. Aliran listrik sudah kembali menyala. Warga lain, Aswin (41), mengatakan, dirinya malu meminta-minta sumbangan.
Ia juga tak mau terlarut dalam kesedihan. Dalam bencana itu, ia kehilangan semua anggota keluarganya, yaitu istri dan dua anaknya.
Sebelumnya, sepekan di pengungsian ia habiskan waktu mencari istri dan anak tertuanya yang tak juga diketahui nasibnya. Adapun jenazah anak bungsunya ditemukan di reruntuhan kampung.
”Sekarang saya sudah ikhlas. Mau sekarang atau nanti, kan, tetap harus cari uang juga,” kata perajin mebel itu.
Di Kampung Trans Lokasi Industri Kecil (Trans LIK) RW 006 Kelurahan Layana Indah, yang berada di perbukitan, warga sudah memperbaiki sarana kampung yang rusak, tiga hari setelah gempa. ”Kami bergotong royong secara swadaya,” kata Ketua RW 006 Layana Indah Suyono yang juga polisi di Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah.
Di Desa Wani, Kecamatan Tanantovea, warga mulai membersihkan rumah dan perabot. Situasi mulai kondusif membuat warga berangsur masuk rumah.
Berbagai perabotan dikeluarkan di jalan depan rumah, lalu dicuci dan dijemur. Mereka juga menyortir barang-barang.
”Pelan-pelan kami benahi supaya rumah bisa ditempati kembali. Daripada terus-terusan di tenda pengungsian, lebih baik kembali ke rumah. Gempa susulan juga tidak banyak lagi. Listrik juga mulai normal,” kata Maryadi (50), warga setempat.
Desa Wani adalah salah satu wilayah yang rusak parah akibat diterjang tsunami. Sebagian besar rumah di pesisir tersapu air. Sebuah kapal besar yang terbawa air terdampar di pesisir. Sebagian material reruntuhan rumah masih berserakan di pesisir dan jalan di depan rumah warga.
Sektor jasa
Selain toko, pasar, dan warung makan, aktivitas sektor jasa juga mulai berdenyut di Kota Palu. Di Jalan Soekarno-Hatta, sejumlah bengkel tampak beroperasi.
Anto (37), pemilik salah satu bengkel motor di ruas jalan itu, mengatakan, bengkelnya sudah dibuka meski serba terbatas. Hal itu untuk menggerakkan kembali roda ekonomi keluarga.
”Saya tetap buka bengkel karena kalau ditutup atau ditinggal malah berisiko,” ujar Anto. Hal itu disebabkan bengkel sekaligus rumahnya itu rusak parah. Dinding samping ambruk sehingga rumah terbuka.
Terkait pasokan listrik, General Manager PT PLN Wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo Edison Sipahutar mengatakan, suplai listrik untuk wilayah Sulteng masih memadai.
Meski suplai listrik berkurang 60 megawatt akibat kerusakan total PLTU Tawaeli, pasokan dari PLTA Poso sebesar 100 megawatt masih cukup untuk Sulteng saat ini.
”Beban puncak sebelum gempa untuk wilayah Sulteng 125 megawatt. Namun, jumlah itu diperkirakan berkurang 30 persen pascagempa,” kata Edison.
Di tempat lain masih banyak warga meminta sumbangan di jalanan. Kantor pemerintah daerah juga belum aktif sehingga mengganggu warga yang memiliki keperluan, seperti mengurus kartu identitas yang hilang.