BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Seekor kukang sumatera (Nycticebus coucang) albino, korban perdagangan dan pemeliharaan satwa ilegal di Lampung akhirnya kembali ke habitatnya di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Provinsi Lampung, Senin, (8/10/2018). Kukang mulai menjalani proses habituasi atau soft release untuk persiapan proses lepas liarnya.
Sebelumnya, kukang telah menjalani pemeriksaan di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Bandar Lampung.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III BKSDA Bengkulu, Teguh Ismail dalam siaran persnya mengatakan, sejak diselamatkan pada Jum’at (31/08/2018) lalu, kukang malang ini dirawat secara intensif untuk memulihkan kondisinya. Di samping itu, aktivitas, perilaku, serta pakannya juga diamati untuk memastikan keadaannya pulih dan siap hidup bebas kembali di habitatnya.
“Berdasarkan pemeriksaan akhir tim medis, kukang sudah dalam kondisi baik dan siap ditranslokasi untuk menjalani habituasi di kawasan TNBBS. Selama masa habituasi kukang akan dipantau secara berkala untuk melihat perkembangannya,” ujar Teguh.
Teguh menjelaskan, kukang albino itu tidak langsung dilepasliarkan ke alam bebas. Dia akan menjalani habituasi selama dua hingga empat minggu sebagai masa adaptasi di lingkungan baru, sekaligus penyesuaian dengan pakan alaminya. Setelah lepas liar, kukang akan tetap dipantau untuk mengetahui perkembangan perilakunya hingga benar-benar bertahan hidup di alam.
Untuk memudahkan pemantauan, di leher kukang dipasang radio collar. Radio collar itu berfungsi sebagai pengirim sinyal yang nantinya ditangkap oleh antena dan menimbulkan bunyi di receiver. Bunyi yang keluar dari receiver itu membantu tim di lapangan untuk menemukan keberadaan kukang di alam.
Program pelepasliaran kukang albino ini dilakukan atas inisiasi SKW III BKSDA Bengkulu bersama Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dengan mendapatkan arahan dari Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Ditjen KSDAE demi keberlangsungan dan kelestarian kukang di alam. Upaya ini juga dilakukan untuk memberikan kesempatan satwa korban perdagangan untuk kembali ke habitat aslinya sesuai dengan prinsip kesejahteraan satwa.
Upaya ini juga dilakukan untuk memberikan kesempatan satwa korban perdagangan untuk kembali ke habitat aslinya sesuai dengan prinsip kesejahteraan satwa.
“Meski kukang albino ini termasuk unik dan langka, dia tetap memiliki hak yang sama dengan satwa liar lainnya, yaitu hidup bebas di habitat alaminya. Tak hanya itu, dengan kembalinya kukang ke alam dapat memberikan manfaat dan menjalankan fungsi ekologis di suatu habitat sebagai mana mestinya sebagai pengendali hama dan penyerbuk alami,” tambah Teguh.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Agus Wahyudiono mengatakan, kawasan TNBBS dijadikan sebagai lokasi lepasliar karena statusnya sebagai kawasan konservasi sehingga bisa menjamin keselamatan kukang dari aktivitas manusia. Selain itu, hasil survei tim IAR (International Animal Resceu) Indonesia juga menunjukkan keanekaragaman dan ketersediaan pakan kukang di kawasan TNBBS cukup tinggi.
Agus melanjutkan, taman nasional yang memiliki luas sekitar 313.372,48 hektar ini menjadi kawasan pelestarian alam dan benteng terakhir hutan hujan tropis di Provinsi Lampung. Selain itu, TNBBS memiliki potensi sumber daya alam baik hayati maupun non hayati yang tinggi serta ekosistem lengkap mulai dari ekosistem pantai, hutan hujan dataran rendah sampai hutan hujan pegunungan.
“Kawasan TNBBS diharapkan mampu berfungsi sebagai habitat perlindungan untuk berbagai jenis satwa kebanggan Indonesia dan menjadi sistem penyangga kehidupan untuk masyarakat di sekitarnya,” kata Agus.