Laporan terbaru tentang perubahan iklim mengingatkan soal bahaya besar yang mengancam di depan mata. Tanpa upaya pencegahan bersama, suhu bumi akan naik dalam waktu dekat.
WASHINGTON, SENIN—Jika strategi pencegahan pemanasan global tetap berjalan seperti sekarang, kenaikan suhu bumi akan mencapai ”batas toleransi” 1,5 derajat celsius antara tahun 2030 dan 2052. Jika itu yang terjadi, dunia akan mengalami berbagai bencana mengerikan, mulai dari gelombang panas sampai banjir dan tsunami.
Laporan perubahan iklim itu dikeluarkan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), badan di bawah naungan PBB, Senin (8/10/2018).
Laporan setebal 728 halaman itu secara rinci menjelaskan bagaimana iklim bumi, ekosistem dan kesehatan akan menjadi lebih baik jika para pemimpin dunia dapat mencegah pemanasan global yang disebabkan manusia, sejak sekarang.
Saat ini, panas permukaan bumi telah naik 1 derajat celsius dibandingkan masa sebelum revolusi industri. Dengan demikian, upaya pencegahan adalah menyangkut kenaikan 0,5 derajat celsius. Jika kenaikan suhu bumi dapat dipertahankan di 1,5 derajat celsius (lebih rendah dari target 2 derajat celsius berdasarkan Kesepakatan Paris), manfaat bagi dunia akan lebih besar.
”Beberapa tahun ke depan sepertinya akan menjadi periode terpenting dalam sejarah manusia,” kata Debra Roberts, Kepala Departemen Perlindungan Iklim dan Perencanaan Lingkungan di Durban, Afrika Selatan, yang juga anggota IPCC.
Laporan ini menggarisbawahi bahwa kenaikan pemanasan global jauh lebih cepat melampaui upaya pencegahannya. ”Kami telah melakukan pekerjaan kami, kini tugas kami menyebarkan pesan ini. Sekarang menjadi kewajiban pemerintah untuk bertindak,” tutur Jim Skea, profesor di Imperial College London.
Sebelum Kesepakatan Paris yang ditandatangani pada 2015, hampir selama satu dekade penelitian berbasis ilmu pengetahuan meyakini asumsi bahwa kenaikan suhu bumi 2 derajat celsius adalah ”pagar batas” iklim yang aman di dunia.
Namun, laporan IPCC menunjukkan, pemanasan global telah datang lebih cepat dan dampaknya lebih dahsyat dari yang diperkirakan.
”Hal-hal yang diperkirakan ilmuwan akan datang di masa depan ternyata telah terjadi sekarang,” kata Jennifer Morgan, Direktur Eksekutif Greenpeace International.
Hidup atau mati
Berdasarkan laporan itu, untuk bisa mempertahankan kenaikan suhu bumi tidak lebih dari batas 1,5 derajat celsius, upaya yang harus dilakukan luar biasa berat. Dunia wajib menetralkan emisi karbon (carbon neutral) sampai dengan tahun 2050.
”Itu artinya, setiap ton CO2 yang dibuang ke atmosfer harus diseimbangkan dengan penyerapan 1 ton CO2,” kata Myles Allen dari Program Riset Iklim Universitas Oxford.
Berdasarkan 6.000 kajian ilmiah terkini, laporan itu juga memerinci jalan untuk mencapai target tersebut. Di antaranya adalah mengurangi secara drastis konsumsi energi yang dibarengi dengan pergeseran yang cepat dari bahan bakar fosil ke bahan bakar hayati. Juga, penurunan emisi karbon yang signifikan, yaitu penurunan sampai 45 persen pada 2030, dari level yang ada pada 2010.
Skema ini sangat tergantung pada bahan bakar hayati (biofuel). Untuk mencapainya, dibutuhkan penanaman pohon untuk bahan bakar hayati di area yang luasnya dua kali negara India. Ini pun dengan asumsi bahwa sebanyak 1.200 miliar ton karbon tetap bisa ”terkunci”, tidak dibuang ke atmosfer.
Jika para pemimpin dunia berhasil mencegah kenaikan 0,5 derajat celsius sejak sekarang, dampaknya akan luar biasa bagi kesejahteraan manusia. Di antaranya kekurangan air bisa dicegah separuhnya, demikian juga dampak panas ekstrem, kabut asap, dan penyakit infeksi. Selain itu, kenaikan permukaan air akan berkurang 0,1 meter sampai tahun 2100, juga gelombang panas, kekeringan, dan hujan lebat bisa berkurang. Kemungkinan musnahnya spesies dan ekosistem laut juga berkurang. ”Bagi sejumlah negara, kondisi ini sama dengan situasi hidup-mati,” kata ilmuwan Universitas Cornell, Natalie Mahowald.
Laporan IPCC ini akan menjadi bahan pembahasan pada KTT Iklim di Katowice, Polandia. Para pemimpin dunia akan dipaksa untuk memenuhi janjinya mengurangi emisi karbon.
(AP/AFP/REUTERS/MYR)