BANDUNG, KOMPAS – Gempa dan tsunami yang melanda Sulawesi Tengah diprediksi akan berdampak terhadap kunjungan wisatawan. Pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah untuk memulihkan sektor pariwisata di daerah tersebut.
“Pembenahan sektor pariwisata akan dilakukan bertahap setelah masa tanggap darurat. Sebab, saat ini pemerintah masih fokus pada evakuasi korban,” ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya saat menghadiri acara wisuda Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Jawa Barat, Senin (8/10/2018).
Gempa berkekuatan M 7,4 merusak sejumlah destinasi wisata dan hotel di Sulawesi Tengah. Arief mengatakan, pihaknya belum mengkalkulasi kerugian sektor pariwisata akibat gempa bencana tersebut.
“Setelah masa tanggap darurat bencana, kami akan fokus pada pemulihan sumber daya manusia. Kemudian dilanjutkan dengan memperbaiki destinasi wisata yang rusak,” ujarnya.
Kementerian Pariwisata juga akan tetap mempromosikan destinasi wisata yang tidak terdampak bencana. Sebab, tidak semua kabupaten/kota di Sulteng terkena dampak gempa dan tsunami.
Arief mencontohkan, saat gempa melanda Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, September lalu, tidak semua destinasi wisata rusak. Oleh sebab itu pihaknya tetap mempromosikan sejumlah destinasi wisata, seperti Mandalika.
“Jadi, kegiatan pariwisata tetap berjalan. Kami masih memetakan destinasi wisata yang tidak terdampak di Sulawesi Tenggara sehingga masih bisa dikunjungi,” ujarnya.
Status tanggap darurat di Sulawesi Tengah diperkirakan akan membuat kunjungan wisatawan berkurang. Dibutuhkan waktu beberapa bulan agar sektor pariwisata di kawasan itu kembali menggeliat.
“Saat gempa di Lombok, dibutuhkan waktu tiga bulan untuk masa pemulihan pariwisata. Akibatnya, Lombok kehilangan kunjungan sekitar 300 ribu wisatawan mancanegara (wisman),” jelasnya.
Pengaruhi Target Wisman
Bencana yang melanda sejumlah daerah di Indonesia pada 2018 diprediksi akan memengaruhi target kunjungan 17 juta wisatawan mancanegara di tahun ini. Hingga Agustus, Arief mengatakan, kunjungan wisman sudah mencapai sekitar 11 juta orang.
“Jika rata-rata kunjungan 1 juta wisman per bulan berlanjut, maka total kunjungan 15 juta wisman di 2018 cukup aman. Sisanya akan coba dimaksimalkan di akhir tahun pada masa liburan,” ujarnya.
Arief mengatakan, kunjungan wisman ke Indonesia masih kalah dengan beberapa negara Asia Tenggara lainnya, seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura. Peningkatan SDM diharapkan dapat mengejar ketertinggalan tersebut.
Tahun lalu, kunjungan wisman ke Indonesia sekitar 14 juta pengunjung. Sementara itu, Thailand 35 juta pengunjung, Malaysia 25 juta pengunjung, dan Singapura 15 juta pengunjung.
“Akan tetapi, pertumbuhan wisman Indonesia mencapai 22 persen, atau lebih baik daripada Thailand, Malaysia, dan Singapura,” ujarnya. Vietnam menjadi negara dengan pertumbuhan wisman tertinggi di Asia Tenggara yang mencapai 29 persen.
Menurut Arief, digitalisasi akan meningkatkan daya saing dalam pariwisata. Sebab, sejumlah bisnis pariwisata, seperti tiket dan penginapan, sebagian besar sudah menerapkan platform digital.
“Digitalisasi tak bisa dielakkan. Oleh sebab itu, lulusan sekolah tinggi pariwisata juga harus memahami digitalisasi untuk menghadapi persaingan sektor pariwisata di masa depan,” ujarnya.
Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Faisal, mengatakan, pihaknya juga telah membekali mahasiswanya dengan materi platform digital. Dia berharap, lulusan sekolah tinggi tersebut dapat berkontribusi untuk meningkatkan sektor pariwisata Indonesia.