Sekitar 31,2 persen dari 800.000 nasabah reksa dana di Indonesia mendaftar dan bertransaksi reksa dana melalui platform daring. Namun, sosialisasi dinilai masih perlu.
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah investor reksa dana yang tercatat di Kustodian Sentral Efek Indonesia mencapai 822.221 orang per Juli 2018. Dari jumlah ini, sekitar 250.000 investor mendaftar dan bertransaksi melalui platform daring. Kemudahan ini seharusnya diikuti dengan peningkatan sosialisasi dan edukasi berinvestasi jangka panjang.
Business Development Bareksa (laman pemasaran reksa dana terintegrasi), Adam Nugroho, menyampaikan hal itu dalam diskusi terbatas dengan sejumlah media nasional di Jakarta, Senin (8/10/2018) di Jakarta.
Platform daring yang dia maksud, misalnya, Bareksa dan BukaReksa, fitur jual beli reksa dana hasil kerja sama Bukalapak dan Bareksa yang beroperasi sejak awal 2017.
Dilihat dari sisi demografi, kata Adam, profil investor yang mendaftar berkisar 25-35 tahun. Mereka umumnya investor baru. Namun, dalam perkembangannya, sejumlah investor itu jual beli reksa dana dalam durasi pendek. Terlihat dari nilai dana yang tersimpan di rekening nasabah lebih rendah dibandingkan nilai dana pembelian.
”Investor baru umumnya tertarik ke platform daring produk reksa dana karena kemudahan yang ditawarkan. Misalnya, tanda tangan digital dan pemrosesan pembelian produk bisa dalam hitungan jam,” ujarnya.
Investment Solution Manager Bukalapak Abdul Hafizh Asri menambahkan, sejak Bukareksa diluncurkan sampai saat ini, jumlah penggunanya telah mencapai 110.000 orang. Mayoritas di antaranya penjual mitra Bukalapak.
Perlu sosialisasi
Abdul Hafizh mengakui, pemahaman investor terhadap reksa dana secara keseluruhan masih rendah. Kondisi ini berbeda dengan investor produk emas. Catatan Bukalapak menunjukkan, pengguna BukaEmas sudah lebih dari 400.000 orang. ”Alasan mereka, berinvestasi emas lebih nyata terlihat dan fisik bisa dipegang,” ujarnya.
Direktur PT Panin Asset Management Rudiyanto, yang dihubungi terpisah, mengatakan, baru dua tahun terakhir, reksa dana ritel disalurkan ke melalui platform teknologi finansial (tekfin). ”Jadi, sebenarnya bukan jenis reksa dana baru, melainkan penyederhanaan pada cara membuka dan berinvestasi saja. Saat ini, nilai yang disalurkan nasabah bervariasi mulai dari Rp 100.000 hingga miliaran rupiah,” ujarnya.
Hal yang membedakan reksa dana ritel dengan jenis lain adalah penambahan jumlah nasabah menjadi lebih cepat karena minimal nilai investasi lebih terjangkau. Menurut Rudiyanto, kinerja saham dan obligasi sedang bergejolak sehingga mendorong sebagian nasabah reksa dana ritel menjual kembali.
Senior Vice President Intermediary Business PT Schroder Investment Management Adrian Maulana menyatakan, kehadiran platform daring memudahkan masyarakat mengakses produk investasi jangka menengah-panjang, seperti reksa dana. Apalagi laman pemasaran daring tidak sekadar menawarkan jual beli, tetapi mendistribusikan informasi trik berinvestasi yang benar. Namun, profil nasabah yang membeli reksa dana di platform daring masih didominasi investor konservatif. Mereka umumnya menyukai reksa dana pasar uang dan kerap melakukan jual beli (trading).
”Permasalahan sekarang adalah kurangnya sosialisasi pemahaman pentingnya berinvestasi jangka panjang. Kami masih kerap menemui beberapa nasabah yang memperlakukan reksa dana bak komoditi,” ujarnya.