Editor Senior ”Financial Times” Harus Tinggalkan Hong Kong
Oleh
Myrna Ratna
·3 menit baca
HONG KONG, SELASA — Otoritas Hong Kong tetap bungkam terkait penolakan perpanjangan visa kerja bagi editor senior Financial Times untuk Asia, Victor Mallet. Penolakan ini mengundang protes dari Uni Eropa, Inggris, dan ribuan orang lainnya yang menandatangani petisi yang diserahkan kepada Pemerintah Hong Kong.
Banyak kalangan mengaitkan penolakan visa Mallet dengan peristiwa dua bulan lalu ketika Foreign Correspondents’ Club (FCC) memberikan panggung kepada Andy Chan, ketua partai pro-kemerdekaan Hong Kong, yang bulan lalu dibubarkan otoritas setempat. Saat itu, Mallet bertindak selaku penyelenggara.
Ketika pada Selasa (9/10/2018) para wartawan mengonfirmasi hal itu kepada pemimpin Hong kong Carrie Lam, ia mengatakan, ”Ini betul-betul spekulasi.” Namun, Lam menolak mengungkapkan alasannya. ”Otoritas tidak bisa berkomentar tentang visa seseorang. Keputusan itu dibuat berdasarkan peraturan dan situasi khusus,” katanya.
Mallet diberi waktu tujuh hari sejak permohonan visa kerja ditolak pada Minggu (7/10/2018) untuk meninggalkan Hong Kong. ”Maaf, saya tidak bisa memberi tahu Anda apa yang seharusnya dikatakan atau dilakukan jurnalis. Akan tetapi, saya bisa memastikan kebebasan berekspresi, kebebasan untuk memberitakan, adalah nilai-nilai utama di Hong Kong,” kata Mallet yang harus meninggalkan Hong Kong Minggu mendatang.
Mallet mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukungnya. ”Saya berterima kasih kepada semua pihak yang telah menandatangani petisi ini, khususnya mereka yang berada di Hong Kong, yang telah menjadi rumah bagi keluarga saya selama lebih dari tujuh tahun,” ujarnya.
Saya bisa memastikan kebebasan berekspresi, kebebasan untuk memberitakan, adalah nilai-nilai utama di Hong Kong.
Mallet menegaskan bahwa FCC adalah institusi yang telah berusia 75 tahun dan selama ini mengampanyekan kebebasan berbicara, termasuk berkali-kali memberikan panggung kepada pejabat Hong Kong ataupun China.
Protes
Uni Eropa, Senin, mengecam keputusan Hong Kong. Dalam pernyataannya, UE menyebut langkah itu sebagai preseden yang mengkhawatirkan. ”Di tengah absennya alternatif penjelasan yang kredibel dari pihak otoritas, keputusan itu terlihat politis dan oleh karenanya membuat khawatir kebebasan berekspresi di Hong Kong. Langkah ini telah merusak kedudukan Hong Kong di mata internasional, juga kepercayaan terhadap prinsip ’satu negara, dua sistem’,” ungkap pernyataan dari UE.
Aliansi jurnalis telah menyerahkan petisi yang ditandatangani sekitar 15.000 orang kepada pemerintah, dan menuntut penjelasan yang transparan tentang kasus ini. Jumlah penandatangan petisi telah bertambah menjadi 20.000 orang.
Keputusan itu terlihat politis dan oleh karenanya membuat khawatir atas kebebasan berekspresi di Hong Kong.
Kepada AFP, analis politik Willy Lam mengatakan, ”sangat mungkin” instruksi penolakan visa datang dari Beijing untuk menghukum mereka yang dianggap mendorong kemerdekaan. ”(Carrie Lam) tak akan berani melawan perintah Beijing,” kata Willy Lam, profesor kajian China di Universitas Hong Kong.
Meski demikian, beberapa media pro Beijing menyambut baik pemulangan Mallet, termasuk komentator yang dikenal di Hong Kong, Wat Wing-yin, yang menulis dalam media konservatif Ta Kung Pao. ”Kami hanya meminta Anda pergi, dan mengeksekusi Anda dengan tembakan. Itu adalah protes yang paling beradab.” (AP/AFP/REUTERS)