Dari total 3 juta guru PNS, jumlah yang pensiun setiap tahun mencapai 40.000 orang. Para tenaga honorer ditantang untuk mengikuti seleksi aparatur sipil negara secara terbuka. Pengisian formasi penting, tetapi mutu tetap dikawal.
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan guru honorer sampai tuntas dalam skema aparatur sipil negara menjadi bagian dari pengadaan tenaga pendidik untuk jangka panjang. Tantangannya adalah bagaimana mengawal seleksi ASN sehingga mutu dan kompetensi terjamin tanpa sekadar memenuhi formasi kepegawaian negara.
“Pengangkatan guru honorer menjadi aparatur sipil negara tidak terpisahkan dari skema besar pengadaan tenaga pendidik tanpa mengorbankan mutu,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy seusai berbicara dalam Seminar Nasional Kebijakan Penuntasan Guru Honorer K-2 di gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa (9/10/2018).
Seminar yang diadakan Partai Golkar tersebut juga menampilkan narasumber lain, yakni Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Setiawan Wangsaatmaja; Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud Supriano; Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kemenkeu Made Arya Wijaya; serta pejabat dari Kementerian Dalam Negeri Sri Purwaningsih.
Berkompetisi
Tahun 2018 ini, pemerintah memutuskan untuk mengakomodasi tenaga honorer menjadi aparatur sipil negara (ASN). Tenaga honorer yang tidak lolos seleksi dan tidak memenuhi persyaratan administratif sebagai calon pegawai negeri sipil (PNS) diberi kesempatan menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) melalui mekanisme seleksi.
Tenaga honorer yang dimaksud mencakup 735.825 orang, termasuk guru honorer K2. Istilah K2 dikhusukan bagi para tenaga honorer yang terdata di Kemenpan dan RB. Pengangkatan PPPK merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. UU itu mengatur pegawai ASN terdiri dari PNS dan PPPK.
Menurut Muhadjir Peraturan Pemerintah tentang PPPK saat ini tengah digodok lintas kementerian. Intinya, mengatur tata kelola rekrutmen, penggajian, pembinaan, pola karier, dan sebagainya. "Dalam waktu dekat akan ditandatangani Presiden," katanya.
Para tenaga honorer dipersilakan bersaing secara sehat dan terbuka dalam seleksi tersebut. Prinsipnya, pemerintah ingin memilih yang terbaik. "Bahwa masa kerja juga menjadi pertimbangan, ya tentu saja. Tapi tak boleh mengalahkan persyaratan utama, yaitu SDM yang berkualitas. Yang jadi patokan utama itu adalah tes kemampuan dasar dan bidangnya," kata Muhadjir.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud Supriano menambahkan, secara umum seleksi tersebut berada di bawah kendali Kemnpan dan RB. Namun, secara substantif, pada bagian tertentu merujuk pada standar yang ditetapkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud. "Termasuk kompetensi pedagogik dan sebagainya," ujar Supriano.
Berdasarkan pangkalan data pemerintah, status tenaga honorer kategori dua untuk guru yang belum lulus tes dan akan diselesaikan paling lambat Desember 2018 sebanyak 157.210 orang. Yang diprioritaskan untuk mengikuti tes CPNS karena memenuhi syarat berjumlah 12.883 orang. Selebihnya lewat tes PPPK.
Selain kualifikasi akademik, syaratnya ialah berusia 35 tahun ke bawah. Guru honorer berusia 36 tahun ke atas bisa mengikuti seleksi PPPK.
Perlu dikawal
Anggota DPR dari Partai Golkar yang juga Wakil Ketua Komisi X, Ferdiansyah menegaskan pentingnya keberlanjutan penanganan tenaga honorer, khusnya dalam pengadaan tenaga pendidik. Menurut dia, pemenuhan tenaga pendidik berkejaran dengan jumlah tenaga guru yang pensiun. Karena itu, skema ini sudah dipatok untuk jangka waktu hingga 2024. "Demi keberlanjutan kebijakan, hal ini perlu dikawal terus," ujar Ferdiansyah.
Dalam forum terungkap, dari total 3 juta guru PNS, jumlah yang pensiun tiap tahun mencapai 40.000 orang. Tahun 2018 ini memang ada formasi PNS untuk 120.000 guru, tetapi angka itu belum memadai karena empat tahun terakhir terjadi moratorium pengangkatan PNS.