NUSA DUA, KOMPAS--Pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia terdisrupsi. Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2018 dan 2019 diproyeksikan 3,7 persen, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yakni 3,9 persen. Hal ini akibat ketidakpastian perekonomian dan keuangan global.
Produk domestik bruto (PDB) Indonesia diproyeksikan tumbuh 5,1 persen pada 2018. Angka ini lebih rendah 0,2 persen dari proyeksi April 2018.
Dana Moneter Internasional (IMF) menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini merupakan kisah sukses yang nyata. Di tengah tekanan global, daya tahan ekonomi Indonesia benarbenar teruji karena masih tumbuh positif. Meski demikian, Indonesia diharapkan menjawab tantangan disrupsi dengan meningkatkan ketahanan ekonomi.
Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde saat diwawancara Kompas, Selasa (9/10/2018), di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali, mengatakan, fundamen perekonomian Indonesia sangat kuat dan solid. Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan bencana alam di Lombok (Nusa Tenggara Barat) dan Sulawesi Tengah, Indonesia mampu menjaga inflasi, defisit fiskal, dan defisit transaksi berjalan.
Indonesia juga dinilai sebagai negara yang disiplin menjaga fiskal dan fleksibel dalam kebijakan moneter saat menghadapi tekanan global. Pelemahan rupiah yang terjadi saat ini murni karena penguatan dollar AS, bukan karena fundamen yang lemah.
”Indonesia diharapkan dapat mengombinasikan disiplin fiskal dan kebijakan moneter yang lentur sehingga dapat menyesuaikan diri terhadap tekanan global,” kata Lagarde.
Volume perdagangan dunia pada 2018 dan 2019 masing-masing diperkirakan tumbuh 4,2 persen dan 4 persen.
Dalam konferensi pers World Economic Outlook, Penasihat Ekonomi dan Direktur Penelitian IMF Maurice Obstfeld menyatakan, ekonomi Indonesia masih cukup kuat. Pemerintah masih memiliki kesempatan mendorong ekonomi Indonesia secara konsisten. Perbaikan kebijakan dan pembangunan infrastruktur membuat Indonesia masih menarik bagi investor asing.
”Pemerintah perlu membawa Indonesia ke level yang lebih baik, mampu mengelola ketidakpastian perekonomian global, dan mengambil kebijakan yang tepat. Pembangunan infrastruktur, menumbuhkan investasi, dan reformasi struktural diharapkan lebih bermanfaat,” katanya.
Obstfeld mengemukakan, risiko ketidakpastian global masih kuat dengan faktor utama berupa kebijakan moneter dan fiskal AS yang semakin ketat dan tekanan perang dagang AS-China yang meningkat.
”Pengenaan tarif impor AS terhadap China, begitu juga sejumlah negara terhadap negara lain, akan mendisrupsi rantai pasok global,” katanya.
Menurut Obstfeld, setiap negara perlu memperkuat dan menyesuaikan kebijakan fiskal dan reformasi struktural untuk meningkatkan ketahanan ekonomi. Setiap negara perlu bersama-sama mengembangkan perdagangan multilateral.
Tertekan
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan, BI telah memperhitungkan revisi pertumbuhan ekonomi dunia saat menaikkan suku bunga acuan BI, September lalu.
Menurut Dody, kondisi perekonomian global sedang tertekan. Hal ini memengaruhi perdagangan dunia, harga komoditas, serta daya beli negara maju dan negara berkembang. ”Kami melakukan bauran kebijakan dengan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, proyeksi IMF mengacu pada berbagai faktor dari sisi permintaan dan penawaran. Saat ini agregat permintaan terpengaruh kenaikan suku bunga AS dan depresiasi mata uang yang terjadi hampir di semua negara.
”Neraca perdagangan harus segera diperbaiki dengan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor. Hal itu penting untuk memitigasi dampak kenaikan suku bunga BI terhadap investasi dan nilai tukar,” ujarnya.
Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Emma Sri Martini menyampaikan, momen pelambatan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan instrumen pembiayaan baru. Instrumen pembiayaan ini bisa diperdagangkan ketika perekonomian global membaik.
Sementara Fajrin Rashid, Co-Founder dan President Bukalapak, menyarankan pemerintah untuk bergerak cepat. Kendati meyakini kondisi perekonomian RI masih baik, dampak ketidakpastian perekonomian global ke berbagai sektor, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah, mesti dicegah.