Pada 2030, Jakarta Jadi Kota dengan Populasi Terbanyak di Dunia
Oleh
Ayu Pratiwi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada 2030, jumlah populasi di Jakarta diprediksi oleh Euromonitor International mencapai 35,6 juta orang dan menduduki peringkat nomor satu sebagai kota dengan jumlah warga terbesar sedunia. Angka itu meningkat sekitar tiga kali lipat dibandingkan dengan jumlah warga Jakarta kini, yaitu 10.177.924 orang, seperti yang tercatat dalam laporan terakhir Badan Pusat Statistik Jakarta pada Januari 2017.
Laporan Euromonitor International berjudul ”Megacities: Developing Country Domination” menyebutkan, ”Jakarta akan menyusul Tokyo dan menjadi kota dengan jumlah penduduk terbesar pada 2030. Hal itu didukung oleh pertumbuhan penduduk Jakarta yang cepat dan fenomena depopulasi di Tokyo.”
Pada 2030, kota lain dengan jumlah penduduk terbesar yang menyusul Jakarta ialah Tokyo, Jepang, dengan jumlah warga 35,3 juta orang; Karachi, Pakistan, 32,2 juta orang; Manila, Filipina, 30,4 juta orang; dan Kairo, Mesir, 29,8 juta orang.
Ekonomi
Pada 2017-2030, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nyata paling besar untuk Dhaka, Bangladesh, yang melebihi 150 persen, diikuti kemudian oleh Manila, Filipina, dan Bangalore, India. Dalam hal ini, pertumbuhan PDB Jakarta berada pada posisi ke-15.
Walaupun pertumbuhan demografik dan ekonomi lebih besar di kota negara berkembang, kota di negara maju diprediksi akan tetap lebih makmur. Euromonitor International mencontohkan, pendapatan rumah tangga di Seoul, Korea Selatan, yang mencapai 53.000 dollar AS lebih besar dibandingkan dengan Shanghai, China, yang sebesar 50.600 dollar AS.
Selain itu, rata-rata PDB per kapita di kota negara maju diprediksi empat kali lebih besar dibandingkan dengan kota negara berkembang. Ada pula 33 persen rumah tangga di kota negara maju yang mendapatkan gaji di atas 100.000 dollar AS, sedangkan di kota negara berkembang hanya ada 3,3 persen.
Kemacetan
Pertumbuhan jumlah penduduk akan menjadi tantangan bagi Jakarta dalam mengatur sistem lalu lintasnya. Indeks kemacetan TomTom pada 2018 menetapkan Jakarta sebagai kota dengan lalu lintas terburuk nomor tiga sedunia dengan tingkat kemacetan sebesar 58 persen. Artinya, waktu perjalanan meningkat 58 persen saat jalan macet dibandingkan dengan jalan lancar.
Sementara itu, peringkat nomor satu diduduki kota Meksiko dengan tingkat kemacetan 66 persen, kemudian nomor dua oleh Bangkok sebesar 61 persen.
Selain kemacetan lalu lintas, tantangan yang perlu dihadapi kota besar, terutama di negara berkembang, adalah meningkatkan infrastruktur serta menyediakan lapangan kerja dan perumahan guna mencegah masalah kepadatan penduduk dan kriminalitas.
”Untuk membuka jalan pada pertumbuhan yang berkelanjutan, kota-kota besar harus mengatasi berbagai masalah seperti kemacetan lalu lintas, ketimpangan pendapatan, polusi udara, kriminalitas, keterjangkauan, dan permukiman kumuh”, tulis Euromonitor International dalam konklusinya.