Presiden Tsai: Taiwan Takkan Tunduk kepada China
TAIPEI, RABU — Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, Rabu (10/10/2018), mendesak China agar tidak menjadi ”sumber konflik” dan berjanji untuk meningkatkan keamanan nasional demi menghadapi ancaman militer Beijing. Dia juga menegaskan, Taiwan takkan pernah tunduk kepada China.
Tsai menyampaikan pernyataan dan sikapnya pada peringatan Hari Nasional Taiwan pada 10 Oktober ini di Taipei. Pernyataan Tsai juga muncul hanya beberapa pekan menjelang pemilihan lokal di seluruh negara itu pada akhir November, yang dijadikan barometer kinerja partai berkuasa menghadapi pemilihan presiden 2020.
Hubungan yang memburuk dengan Beijing dan kebijakan reformasi domestik yang tidak populer sebenarnya telah menyebabkan pemerintah Tsai berada di bawah tekanan menjelang pemilu lokal bulan depan.
Tsai, dalam pidatonya, memperingatkan bahwa siapa pun yang ikut campur dalam proses pemilihan akan ”menderita konsekuensi serius”. Dia menuding Beijing telah menyebarkan ”informasi palsu” (hoaks) untuk memengaruhi kepercayaan publik terhadap pemerintahannya menjelang pemilu.
”Pada saat ini, intimidasi dan juga tekanan diplomatik China tidak hanya menyakiti hubungan di antara kedua belah pihak, tetapi juga secara serius mengancam stabilitas di Selat Taiwan,” kata Tsai dalam pidatonya.
Tsai berjanji takkan meningkatkan ketegangan, tetapi juga mengatakan Taiwan akan berusaha membentengi keamanan nasional dan hubungan diplomatiknya serta membangun ”kepentingan strategis yang tak tergantikan”.
”Saya takkan terprovokasi oleh konfrontasi atau konflik yang membahayakan hubungan lintas selat. Saya juga takkan mengingkari kehendak rakyat atau mengorbankan kedaulatan Taiwan,” kata Tsai.
Namun, lanjut Tsai, Taiwan akan meningkatkan anggaran pertahanannya setiap tahun untuk memastikan kedaulatan dapat terus dipertahankan. Taiwan harus meningkatkan kemampuan militer dan pertahanannya, termasuk pembangunan pesawat latih dan kapal selam.
”Saya ingin berjanji kepada semua rakyat bahwa kita tidak akan terburu-buru meningkatkan antagonisme, tetapi kita juga takkan menyerah atau mengalah,” ujarnya.
Tingkatkan tekanan
Beijing, yang memandang Taiwan sebagai provinsi pembangkang, telah meningkatkan tekanan militer dan diplomatik terhadap Taipei. Tekanan itu menyebabkan Tsai dan Partai Progresif Demokratik (DPP) menghadapi sebuah kondisi dan periode yang sulit.
Tiga bekas sekutu Taiwan—yakni El Salvador, Burkina Faso, dan Republik Dominika—telah mengalihkan kesetiaan mereka ke Beijing tahun ini. Militer China juga telah meningkatkan latihan militer di sekitar Taiwan, yang telah dikecam Taipei sebagai bentuk intimidasi.
Menurut Tsai, Taiwan harus bekerja dengan negara lain guna membangun koalisi untuk membela demokrasi. Ia menyampaikan terima kasih kepada Parlemen Eropa dan Amerika Serikat atas dukungan terhadap Taipei.
Bulan lalu, Departemen Luar Negeri AS menyetujui penjualan suku cadang pesawat tempur F-16 dan pesawat militer lainnya ke Taiwan senilai 330 juta dollar AS. Langkah AS itu dinilai Beijing dapat membahayakan kerja sama Sino-AS.
China tidak pernah menyingkirkan kemungkinan penggunaan kekuatan untuk menaklukkan kembali Taiwan ke bawah kendalinya. Beijing secara teratur menyebut Taiwan sebagai isu paling sensitif dalam hubungannya dengan AS.
Hubungan dengan Beijing memburuk sejak Tsai menjadi Presiden Taiwan pada 2016 sebab ia menolak untuk mengakui bahwa Taiwan adalah bagian dari ”Satu China”.
Presiden Tsai Ing-wen menolak untuk mengakui bahwa Taiwan adalah bagian dari ”Satu China”.
China pun mencurigai bahwa Tsai ingin mendorong kemerdekaan penuh, dan itu merupakan garis merah atau sebuah kegagalan nyata bagi Beijing. China telah memperingatkan Taiwan agar jangan mengusahakan kemerdekaan.
Kantor China untuk Urusan Taiwan mengatakan dalam sebuah pernyataan, kalau Taiwan mengusahakan kemerdekaan, tidak akan mungkin ada perdamaian dan kestabilan di Selat Taiwan.
”Kemerdekaan merupakan bencana terbesar untuk menegakkan perdamaian secara damai—di Selat Taiwan—dan hubungan damai lintas Selat Taiwan,” tambah pernyataan itu.
Ancaman serius
Tsai menuduh China sebagai ancaman paling serius bagi perdamaian dan stabilitas. Menurut dia, Taiwan kini berada di garis depan ketegangan di Pasifik.
”… Taiwan berada di garis depan Pasifik barat. Kita secara alami mengalami tekanan luar biasa,” kata Tsai dalam pidato yang disiarkan televisi untuk memperingati Hari Nasional Taiwan.
Menurut Tsai, perongrongan hubungan diplomatik secara sepihak dan kuatnya ancaman penggunaan kekuatan oleh China terhadap Taiwan ”tidak hanya merusak hubungan lintas selat”, tetapi ”juga telah secara serius merusak status quo perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan”.
Taiwan menganggap dirinya sebagai negara yang berdaulat dan memiliki sistem politik, peradilan, dan mata uang yang independen, tetapi tidak pernah secara resmi mengumumkan perpecahan meskipun memiliki pemerintahan secara terpisah dari China daratan sejak 1949.
Tsai juga telah berkali-kali menekankan untuk terus mempertahankan status quo sejak ia berkuasa. Pada Rabu ini, saat berpidato dalam rangka peringatan Hari Nasional Taiwan, Tsai menyerukan perlunya upaya multinasional untuk melawan beberapa jenis infiltrasi, seperti sirkulasi berita palsu oleh negara-negara tertentu, tanpa menyebut nama negaranya.
China baru-baru ini meningkatkan latihan militer di sekitar Taiwan dan telah melakukan upaya bersama untuk menarik keluar para sekutu resmi Taiwan. Kini hanya 17 negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Lima negara telah berpaling ke Beijing sejak Tsai berkuasa—bandingkan dengan China yang didukung 170 negara.
Beijing juga berhasil menekan pelaku bisnis internasional untuk mendaftarkan Taiwan sebagai bagian dari China di situs web mereka dan memastikan Taiwan ditutup dari forum global.
Tsai meminta pihak berwenang di Beijing untuk ”memainkan peran positif di kawasan dan dunia, bukannya menjadi sumber konflik”. Peran positif sama dengan seruan untuk ”dialog positif” dengan China seperti yang pernah ia sampaikan pada pidato pelantikannya di Taipei pada 2016.
Konsisten dengan sikapnya selama dua tahun ini, tetapi komentar Presiden Tsai kali ini terjadi saat China meningkatkan tekanan dan AS menunjukkan lebih banyak dukungan untuk Taiwan di samping sengketa perdagangan Sino-AS yang melebar.
”Lingkungan dunia luar telah berubah,” kata Lin Chong-pin, pensiunan profesor pada studi strategis Taiwan. ”Di satu sisi, dia bereaksi terhadap apa yang Beijing lakukan terhadap Taiwan, dan saya tidak menyalahkannya.”
Beijing memiliki angkatan bersenjata terkuat ketiga di dunia. Rudalnya ditempatkan pada posisi menghadap ke Taiwan. Angkatan laut dan angkatan udara China juga semakin kuat. Tahun ini China mengumumkan peningkatan anggaran pertahanan 8,1 persen. (REUTERS/AFP/AP)