Warga Jawa Tengah Minta Kawasan Kendeng Dilindungi
Oleh
WINARTO HERUSANSONO/ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah elemen masyarakat di Jawa Tengah, Rabu (10/10/2018), kembali menggelar aksi menyikapi revisi Peraturan Daerah mengenai Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah 2009-2029.
Unjuk rasa yang digelar oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) ini merupakan aksi kedua. Pekan lalu, demonstrasi serupa digelar oleh Aliansi Masyarakat Sipil untuk Penataan Ruang Jawa Tengah.
Demonstrasi diikuti lebih dari 500 orang dan didominasi kaum perempuan, perwakilan petani dari desa di Rembang, Pati, dan sekitarnya. Mereka juga membawa plakat dan spanduk yang isinya seruan penyelamatan kawasan Kendeng dan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih, Rembang.
Aksi tersebut diwarnai pertunjukan kesenian tari rakyat dan kuda lumping di depan halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Kota Semarang.
Pada aksi kali ini, JMPPK menuntut supaya kawasan Pegunungan Kendeng, termasuk kawasan karst di CAT Watu Putih di Kabupaten Rembang, dikembalikan sebagai kawasan lindung dan riset untuk air bawah tanah. Menurut salah seorang koordinator aksi, Suharno, Perda RTRW Nomor 6 Tahun 2010 masih terlalu besar dalam memberi porsi alokasi wilayah pertambangan yang mencapai luasan 259.762,19 hektar.
”Di saat Pansus (Panitia Khusus) RTRW di DPRD Provinsi Jateng masih dalam proses persidangan untuk melakukan revisi, kami kembali mengingatkan bahwa kawasan Pegunungan Kendeng yang meliputi Kudus, Pati, Rembang, Grobogan, dan Blora layak terus dilindungi, termasuk kawasan CAT Watuputih, Rembang,” ujar Suharno.
Sejumlah aktivis lingkungan di Jateng itu mengingatkan Pemprov Jateng bahwa Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan Kendeng tahap II menyatakan agar kawasan Andalan Juwana, Jepara, Kudus, Pati, Rembang, dan Blora diarahkan sebagai sektor unggulan budidaya dan konservasi serta tidak lagi mengakomodasi tambang.
JMPPK berharap, proses revisi RTRW Provinsi Jateng lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, jangan mengabaikan partisipasi masyarakat dalam era keterbukaan informasi.
”Kami juga memperoleh fakta bahwa elemen masyarakat yang tergabung dalam tim aliansi masyarakat sipil untuk penataan ruang Jateng ternyata tidak memperoleh akses informasi mengenai draf revisi RTRW Provinsi Jateng,” ujar Ivan Wagner, aktivis lingkungan di Semarang.
Secara terpisah, Ketua Pansus Revisi Perda RTRW Provinsi Jateng Abdul Azis mengemukakan, dalam revisi itu penting untuk mewajibkan pemerintah daerah dan Pemprov Jateng mewujudkan kawasan ruang terbuka hijau sebesar 30 persen guna menjamin ketersediaan air pada musim kemarau.
Abdul mengakui, maraknya kegiatan penambangan di Jateng mengakibatkan terjadi alih fungsi lahan seluas 250.000 hektar dalam 10 tahun terakhir ini. Sementara perubahan alih fungsi lahan akibat proyek infrastruktur, seperti jalan tol, mencakup lahan seluas 2.075 hektar, kemudian bagi peruntukan kawasan industri telah mengubah lahan seluas 34.298 hektar menjadi non-pertanian.
”Pembahasan revisi atas Perda RTRW Provinsi Jateng memang tinggal selangkah sudah selesai. Kini masih menunggu revisi sekiranya ada koreksi dari pemerintah pusat, termasuk Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta,” tutur Abdul Aziz.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.