Dengarkan Remaja!
Kesehatan mental remaja masih terpinggirkan. Jika tak segera ditangani, bonus demografi dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) bisa tak tercapai.
Remaja adalah kelompok populasi yang tersisih. Meski bukan anak-anak, mereka sering diperlakukan bak anak-anak yang harus selalu dibimbing. Di sisi lain, mereka belum dianggap sebagai orang dewasa yang berpikir rasional, bisa mengambil keputusan dan bertanggung jawab.
Remaja adalah fase perkembangan yang akan dialami semua orang dewasa. Masa transisi itu membuat mereka selalu distigma sebagai pribadi labil, nakal, dan rentan masalah. Mereka cuma dianggap sebagai calon pemimpin masa depan meski sekarang pun mereka sebenarnya bisa memimpin.
"Berbagai stigma remaja bisa muncul karena orang dewasa di sekitarnya tak mampu menunjukkan pilihan berbeda untuk mengembangkan potensinya," kata Benny Prawira, Pendiri dan Koordinator Into The Light (ITL), komunitas pencegahan bunuh diri, di Jakarta, Rabu (10/10/2018).
Makin cepatnya kematangan biologis dan lambatnya kematangan kognitif membuat rentang usia remaja terbaru diusulkan antara 10-24 tahun (The Lancet Child and Adolescent Health, Januari 2018).
Saat remaja, fisik dan fungsi biologis manusia berubah dan akan memengaruhi psikologis mereka. Perubahan bentuk tubuh dan hormonal yang mereka alami bisa memicu dinamika suasana hati dan perilaku.
Perkembangan fisik, biologis dan psikis remaja itu membuat berbagai risiko kesehatan ada pada remaja. Remaja rentan mengembangkan berbagai penyakit fisik, mulai dari obesitas hingga gangguan pencernaan.
Remaja juga rentan mengembangkan gangguan kecemasan dan depresi. Jika tak tertangani, remaja akan mudah terjebak dalam perilaku berisiko, mulai dari konsumi rokok, alkohol, penyalahgunaan obat terlarang hingga menyakiti diri.
Namun, pengetahuan dan akses remaja terhadap layanan kesehatan remaja, baik kesehatan reproduksi dan jiwa, sangat terbatas. Mereka belum bebas memeriksakan kesehatannya mandiri, tanpa didampingi orangtua.
Bahkan saat remaja mengeluhkan kondisi jiwanya, mengungkapkan pikiran atau perasaannya, banyak orang dewasa justru menganggap mereka sedang mencari perhatian atau berpikir tidak sesuai umurnya.
Akibatnya, banyak persoalan kesehatan remaja tak tertangani sejak dini. "Padahal banyak gangguan jiwa sudah terlihat di umur 12-24 tahun," tambah Benny.
Jika kecemasan dan depresi itu bisa dicegah dan ditangani sejak awal, perkembangan penyakit yang lebih parah bisa dicegah. Depresi akan jadi penyakit dengan beban ekonomi terbesar pada 2030 mengalahkan berbagai penyakit degeneratif yang selama ini mendominasi.
Karena itu, memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tiap 10 Oktober, persoalan kesehatan jiwa remaja perlu mendapat perhatian serius. Sikap abai dengan kesehatan jiwa remaja bisa membuat bonus demografi 2020-2040 tak tercapai.
Tak hanya itu, "Target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 2030 bisa tak tercapai," tambah Ketua Umum Perhimpinan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Eka Viora, Selasa (2/10/2018).
Teknologi
Tantangan remaja saat ini jauh lebih komplek di banding dekade lalu. Remaja masa kini tumbuh ditengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang mengubah dunia dengan cepat.
"Tanpa disadari, kemajuan teknologi bisa menghambat kematangan sosial dan emosi mereka," kata Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Indria Laksmi Gamayanti.
Meski teknologi banyak memberi kemudahan bagi remaja, banyak remaja juga terjebak dampak buruknya. Intensitas tinggi dengan gawai membuat aktivitas fisik mereka terbatas hingga rentan mengembangkan berbagai penyakit fisik. Interaksi sosial dan komunikasi mereka juga bermasalah karena jarang diasah.
Bahkan, beberapa remaja mengembangkan sejumlah gangguan kejiwaan akibat ketidaktepatan penggunaan teknologi informasi, seperti sindrom layar elektronik serta kecanduan internet dan gim.
Peneliti budaya anak muda di YouthLab Indonesia dan Koordinator Pencegahan Primer Bunuh Diri ITL Venny Asyita mengatakan penggunaan internet membuat remaja saat ini juga menghadapi masalah yang tak dialami remaja sebelumnya.
Internet membuat remaja rentan mengalami perundungan siber yang dampaknya lebih masif dibanding perundungan konvensional karena terasa dimanapun dan kapanpun. Internet juga membuat kepercayaan remaja pada teman dan lingkungan sosialnya menurun dan lebih berhati-hati karena perilaku mereka lebih berpeluang diviralkan oleh siapapun.
Akibatnya, "Remaja mudah merasa kesepian dan kurang memiliki hubungan bermakna dengan lingkungannya," kata Venny. Rasa kesepian itu akan makin besar jika remaja juga tidak menemukan kehangatan dalam keluarga. Tekanan ekonomi, membuat kedua orangtua sibuk bekerja hingga perhatian pada anak makin berkurang.
Gamayanti menambahkan kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat yang masih tinggi juga perlu jadi perhatian. Banyak remaja terpaksa bekerja hingga kurang mendapat kesempatan pengembangan diri lewat pendidikan dan pelatihan.
Kesenjangan itu rentan menimbulkan berbagai masalah psikologis dan perilaku mengingat survei Kesehatan Reproduksi Remaja, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017 menunjukkan remaja dengan pendidikan dan ekonomi rendah lebih rentan berperilaku berisiko, seperti merokok atau seks pranikah.
Cermati
Agar remaja tidak terus mengembangkan gangguan kesehatan jiwa, Venny menilai pola pikir masyarakat, pemerintah dan para pihak lain terhadap remaja perlu diubah. "Dengarkan apapun yang diungkapan remaja, jangan buru-buru menghakimi mereka tanpa tahu masalah sebenarnya yang dihadapi remaja."
Jika stigma dan sikap meremehkan pada remaja tidak berubah, remaja Indonesia tak hanya akan mengembangkan berbagai perilaku berisiko, tapi juga akan tumbuh jadi pribadi dengan rasa percaya diri yang rendah. Itu akan menyulitkan Indonesia menjadi bangsa yang sejajar dengan bangsa lain.
Untuk mengubah stigma tentang remaja, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono ingin mendorong layanan puskesmas yang ramah remaja dan anak. Unit Kesehatan Sekolah juga perlu dikembangkan jadi pintu masuk untuk mendeteksi kesehatan jiwa anak dan remaja. (AGUIDO ADRI)