Ekonomi Sirkular dan Masa Depan Bisnis Ramah Lingkungan di Indonesia
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gaung dari konsep ekonomi sirkular masih belum terlalu nyaring terdengar di Indonesia. Penerapan konsep itu diyakini akan membuat cara berbisnis lebih ramah lingkungan.
Dalam Natural Resource Management and the Circular Economy (2018) oleh Robert C Brears disebutkan, ekonomi sirkular bertujuan agar proses pemanfaatan sumber daya alam berlangsung selama mungkin. Nilai produk material digunakan, kemudian dipulihkan kembali, dan diperbarui. Konsep itu biasanya disebut dengan istilah 3R, yakni reduce, reuse, and recycle.
Ekonomi sirkular didorong untuk mengatasi masalah limbah yang semakin menumpuk, kelangkaan bahan baku, dan kurangnya kesadaran konsumen untuk lebih bertanggung jawab.
”Kami berharap masyarakat Indonesia bisa lebih sadar terkait ekonomi sirkular,” kata Direktur Eksekutif European Business Chambers of Commerce in Indonesia (Eurocham) Samuel Siahaan dalam kunjungan ke redaksi Kompas di Jakarta, Kamis (11/10/2018).
Samuel melanjutkan, banyak pelaku usaha di Eropa yang telah menerapkan konsep itu. Misalnya, limbah akhir dari produksi suatu perusahaan akan digunakan sebagai bahan baku bagi perusahaan lainnya.
Masih sedikit perusahaan yang menerapkan konsep ekonomi sirkular di Indonesia. Perusahaan besar seperti Indofood sedang menerapkan konsep serupa. Indonesia akan menjadi negara yang tepat untuk menerapkan konsep ini sebab memiliki banyak perusahaan makanan dan minuman dengan menggunakan bungkus plastik.
Direktur Komunikasi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Frans Ruffino menuturkan, Kadin akan menyosialisasikan konsep itu kepada anggotanya. ”Kami akan mengadovaksi informasi ini kepada pengusaha dan asosiasi bidang pangan, agrobisnis, dan industri,” ucapnya.
Pengusaha tidak perlu lagi mengeluarkan biaya lebih untuk mengatasi limbah hasil produksi. Hasil limbah cukup disalurkan kepada perusahaan lain untuk diolah lebih lanjut.
Project Director Youth Dialogue Iyus Usman mengemukakan, masyarakat, khususnya generasi muda, dapat turut serta menjadi penggerak penerapan konsep itu untuk diterapkan oleh dunia usaha. ”Walaupun anak muda identik dengan digital, banyak yang sebenarnya peduli akan masalah lingkungan,” katanya.
Berbagai inovasi telah dilakukan anak muda untuk menjaga lingkungan. Misalnya, menciptakan sedotan plastik yang ramah lingkungan atau bank sampah. Tantangan yang ada saat ini adalah bagaimana menghubungkan gerakan yang telah dilakukan anak muda dengan para pelaku industri skala besar.
Advocacy Manager Eurocham Eka Wahyuni mengatakan, Eurocham bersama Uni Eropa, Asosiasi Pengusaha Indonesia, dan Kadin akan mengadakan The 8th EU-Indonesia Business Dialogue 2018 pada 25 Oktober 2018.
Dialog itu bertema ”Circular Economy:Maximizing Business Through Sustainable Practices”. ”Di sini para peserta yang terdiri dari anak muda akan dihubungkan langsung dengan para pelaku usaha,” ucapnya.