ARIS PRASETYO / DIMAS WARADITYA NUGRAHA / C ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan segera menggelar rapat koordinasi untuk membahas kenaikan harga bahan bakar minyak jenis premium. Hal ini menjadi langkah pemerintah dalam menyikapi lonjakan harga minyak mentah dunia.
Deputi Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Fajar Hary Sampurno di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018) mengatakan, rapat koordinasi akan dipimpin langsung Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Berdasarkan Peraturan Presiden 43 Tahun 2018 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM), keputusan untuk mengubah harga BBM jenis tertentu (solar bersubsidi dan minyak tanah) serta jenis BBM khusus penugasan mempertimbangkan sejumlah hal, antara lain kemampuan keuangan negara, daya beli, dan ekonomi riil masyarakat.
Pada Rabu sore, di Denpasar, Bali, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan mengumumkan kenaikan harga premium dari Rp 6.450 per liter menjadi Rp 7.000 per liter di Jawa dan Bali, serta Rp 6.900 per liter di luar Jawa dan Bali. Kenaikan itu sedianya mulai berlaku pukul 18.00 WIB di hari yang sama.
Akan tetapi, tak lama kemudian, rencana kenaikan harga tersebut dibatalkan dengan alasan hendak dikaji ulang dan menunggu kesiapan PT Pertamina (Persero). Pasalnya, di hari yang sama, Pertamina telah menaikkan harga BBM jenis pertamax series, dex series, serta biosolar non-kendaraan umum. Kenaikan berlaku mulai Rabu pukul 11.00 WIB.
Dinilai wajar
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyebut kenaikan harga pertamax dari Rp 9.500 per liter menjadi Rp 10.400 per liter adalah hal yang wajar. Hal itu disebabkan harga minyak mentah yang cenderung naik akhir-akhir ini sejalan dengan kian melemahnya rupiah terhadap dollar AS. Pemerintah harus mempertimbangkan kemampuan fiskal PT Pertamina (Persero).
"Kenaikan ini masuk akal kerena harga minyak naik dan rupiah yang terdepresiasi. Beban fiskal Pertamina kian berat karena harus menanggung selisih harga premium dan solar bersubsidi yang tidak disesuaikan dengan pergerakan harga minyak mentah maupun posisi kurs rupiah," kata Komaidi, Rabu (10/10/2018), di Jakarta.
Komaidi menambahkan, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kembali kebijakan penetapan harga premium dan solar bersubsidi melalui penyeimbangan antara kemampuan keuangan Pertamina dengan kondisi fiskal APBN. Beban defisit harga jual premium dan solar bersubsidi kepada Pertamina secara terus-menerus akan membahayakan kondisi fiskal Pertamina dalam jangka panjang.
Ketua Komisi VII DPR dari Partai Gerindra, Gus Irawan Pasaribu, mengatakan, kenaikan harga pertamax tersebut adalah sebuah aksi korporasi biasa. Hal itu dilakukan Pertamina sebagai kompensasi atas kerugian yang ditanggung dengan menjual premium dan solar bersubsidi di bawah harga keekonomian. Menurut dia, sampai akhir tahun ini, potensi kerugian yang ditanggung Pertamina mencapai sekitar Rp 60 triliun.
"Yang tidak wajar adalah membebankan subsidi kepada korporasi. Ini tak wajar. Subsidi itu mekanismenya harus lewat APBN. Ingat, korporasi dalam hal ini BUMN dibentuk bukan untuk merugi, tetapi harus untung," ucap Gus Irawan.
Penjualan sepeda motor
Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Sigit Kumala berpendapat, kenaikan harga pertamax dan beberapa jenis BBM tidak akan banyak berdampak pada kinerja penjualan sepeda motor. "Sebab selama ini banyak pengguna sepeda motor yang masih mengisi kendaraannya dengan premium atau pertalite," ujarnya.
Menurut Sigit, kestabilan ekonomi selama ini berdampak positif terhadap penjualan otomotif di Indonesia. Dukungan harga komoditas yang baik serta tidak adanya lonjakan tarif listrik serta bahan bakar minyak juga turut menjaga daya beli masyarakat. "Kami tetap menargetkan penjualan sepeda motor sepanjang tahun ini akan mencapai kisaran 6.150.000-6.200.000 unit," kata Sigit.
Berdasarkan data AISI, penjualan domestik sepeda motor sepanjang Januari-Agustus 2018 sebesar 4.164.561 unit atau naik 9,8 persen dibanding periode sama tahun 2017 yang 3.793.645 unit. Penjualan sepeda motor di semester II-2018 ditopang berbagai faktor, seperti realisasi bonus akhir tahun perusahaan bagi karyawan dan juga masa panen.
Biasanya di bulan-bulan akhir tahun pelaku bisnis sepeda motor juga kerap mengadakan semacam promo atau diskon. "Tapi untuk tahun ini belum tahu apakah upaya menarik pembeli itu juga akan dilakukan menimbang kondisi pelemahan nilai tukar rupiah," katanya.