PALU, KOMPAS Masa tanggap darurat penanggulangan bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah diperpanjang hingga 26 Oktober 2018 untuk identifikasi dan pendataan. Namun, pencarian korban dihentikan sejak Jumat (12/10/2018) ini. Masih ada ratusan orang tewas tertimbun yang belum ditemukan.
Berdasarkan data dari Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad), hingga Kamis (11/10), jumlah korban tewas yang ditemukan 2.071 orang dan korban yang dilaporkan hilang 680 orang. Adapun korban yang dilaporkan masih tertimbun 152 orang.
”Kondisi korban yang tewas tertimbun tanah mulai rusak dan membusuk sehingga sulit diidentifikasi. Pilihan terbaik dalam kondisi seperti ini adalah mengikhlaskan korban terkubur alami,” kata Gubernur Sulteng Longki Djanggola di Palu, Kamis, seusai memimpin rapat koordinasi pihak terkait penanganan bencana di Sulteng.
Menurut Longki, korban yang masih tertimbun tanah dan bangunan terutama di Petobo, Balaroa, Kota Palu, dan Jono Oge di Kabupaten Sigi. Tiga lokasi ini mengalami likuefaksi saat gempa mengguncang 28 September lalu.
Warga banyak tertimbun tanah dan bangunan, tetapi jumlah persisnya belum diketahui. Tiga lokasi itu dijadikan kuburan massal dan ke depan menjadi ruang terbuka hijau.
”Ahli waris korban sudah ikhlas keluarga mereka dikuburkan secara massal di lokasi likuefaksi itu,” kata Longki.
Direktur Operasi Badan
SAR Nasional Brigjen Bambang Suryo berjanji personel Basarnas tetap siaga. Jika ada laporan penemuan jenazah, Basarnas akan langsung menangani. Tim Basarnas telah bekerja maksimal, mengevakuasi korban, tetapi kondisi di lapangan cukup sulit, banyak korban tertimbun tanah dan bangunan sehingga sukar ditemukan.
Raisman (58), warga Petobo, mengatakan, cucunya bernama Wahyu (3) hingga kini belum ditemukan. Wahyu tertimbun tanah saat hendak menyelamatkan diri. ”Saya sudah ikhlas karena sudah lelah kami mencari,” kata Raisman.
Selama masa tanggap darurat sampai 26 Oktober, pemerintah akan mendata dan menata pengungsi. Pengungsi akan diverifikasi dengan tepat agar tak keliru menyalurkan bantuan. Hingga kini, pengungsi tercatat 78.994 orang dan rumah rusak 67.310 unit.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan pemda. Lokasi likuefaksi tidak bisa dihuni lagi. ”Kami lakukan kajian terus, masyarakat harus dipindah di hunian tetap atau ke hunian sementara,” katanya.
Gempa Situbondo
Gempa berkekuatan M 6 yang mengguncang timur laut Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Kamis pukul 01.44, dipicu sesar naik dengan karakter mirip di utara Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Gempa ini menjadi peringatan tingginya risiko bencana di Pulau Bali dan Jawa. Selain karena dua pulau ini dilintasi sesar, juga karena kepadatan penduduknya sangat tinggi.
”Melihat mekanisme sumber yang terjadi dan arah jurus sesar (strike), gempa ini memiliki kemiripan sumber dengan gempa di utara Bali, Lombok, Sumbawa, dan Flores. Namun, apakah gempa ini memiliki kaitan langsung dengan aktivitas sesar Naik Flores, masih akan dikaji dan analisis lebih lanjut,” kata Deputi Bidang Geofisika BMKG M Sadly.
Peneliti gempa dari Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Gayatri Indah Marliyani, mengatakan, pusat gempa kali ini kemungkinan berada di ujung paling barat sesar Naik Flores.
”Ada beberapa sesar di sekitar zona ini, termasuk sesar di daerah ini. Selain lanjutan sesar Naik Flores, ada juga sesar Rembang, Madura, Kangean, Sapudi, dan Kendeng. Namun, saya cenderung berpendapat ini lanjutan sesar Naik Flores,” ujarnya. (AIN/IDO/JAL/AIK)