Asuransi Kebencanaan dalam Pembahasan
JAKARTA, KOMPAS - Wilayah Indonesia yang rawan bencana dinilai memerlukan perlindungan asuransi komprehensif. Saat ini, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia tengah menyiapkan asuransi barang milik negara untuk melindungi aset pemerintah.
PT Reasuransi Maipark Indonesia mencatat, kerugian ekonomi akibat gempa di Lombok mencapai Rp 10 triliun dengan kerugian klaim asuransi hingga 8 Oktober 2018 sekitar Rp 450 miliar. Gempa di Palu yang diikuti tsunami dan likuefaksi, kerugian ekonominya Rp 5 triliun. Terdapat 58 laporan klaim dengan nilai Rp 89 miliar dan total nilai pertanggungan Rp 3,1 triliun. Besaran itu masih bisa berubah.
“Indonesia memang rawan gempa, hanya belum tahu kapan terjadi. Kami mewacanakan masyarakat punya asuransi gempa dan kami sedang mendiskusikan dengan pemerintah. Tapi, itu perlu dukungan DPR,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe, pada temu media di Jakarta, Kamis (11/10/2018).
Data Kementerian Keuangan, rata-rata kerugian ekonomi langsung akibat bencana alam di Indonesia tahun 2000-2016 mencapai Rp 22,8 triliun per tahunnya.
Menurut Dody, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 247 Tahun 2016 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara merupakan langkah positif mengantisipasi dampak bencana seperti gempa. Kini, pihaknya sedang membuat polis dan skema pertanggungan untuk asuransi barang milik negara dengan cakupan asuransi properti dan asuransi bencana.
Tarif premi asuransi itu, lanjut Dody, sudah dihitung dan dikomunikasikan dengan pihak Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Penerapan asuransi barang milik negara direncanakan akan diujicoba pada aset yang dikelola Kemenkeu terlebih dahulu mulai tahun 2019.
“Yang menjual perusahaan asuransi, tetapi tidak bisa sendiri-sendiri, melainkan konsorsium perusahaan asuransi. Pembentukan konsorsiumnya masih dibahas,” ujar Dody.
Direktur PT Reasuransi Maipark Indonesia, Heddy Pritasa mengatakan, laporan klaim asuransi, baik untuk Lombok maupun Palu, masih dimungkinkan bertambah. “Bangunan yang diasuransikan kebanyakan bangunan untuk komersial dan industri. Detailnya belum ada, karena baru berdasar laporan dari perusahaan asuransi,” kata dia.
Menurut Wakil Ketua merangkap Ketua Bidang Statistik, Riset, Analisa, dan Aktuaria AAUI Trinita Situmeang, bencana di Palu mengakibatkan kerugian total karena aset hilang. Perusahaan asuransi tidak memberi batas waktu pelaporan klaim. “Selama gedung atau bangunannya diasuransikan pasti akan dibayar,” kata dia.
Jurang pembiayaan
Data Kementerian Keuangan, rata-rata kerugian ekonomi langsung akibat bencana alam di Indonesia tahun 2000-2016 mencapai Rp 22,8 triliun per tahunnya. Dalam 12 tahun terakhir, dana cadangan bencana yang dialokasikan pemerintah hanya sekitar Rp 3,1 triliun per tahun.
Sebagai perbandingan, dampak gempa-tsunami di Aceh tahun 2004 membutuhkan dana Rp 51,4 triliun, sedangkan APBN hanya mampu Rp 3,3 triliun atau 7,9 persen total kerugian. Gempa di DI Yogyakarta mengakibatkan kerugian Rp 26,1 triliun, sedangkan APBN Rp 2,9 triliun atau 11,1 persen dari total kerugian.
“Jurang pembiayaan itu menyebabkan Indonesia menderita risiko fiskal akibat bencana,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam dialog tingkat tinggi tentang pembiayaan risiko bencana dan asuransi di Indonesia pada pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali.
Oleh karena itu, alternatif pembiayaan di luar APBN sangat diperlukan agar Indonesia memiliki ketahanan bencana yang kuat. Pemerintah pun menyusun strategi pembiayaan dan asuransi risiko bencana untuk memenuhi kebutuhan pendaaan yang besar, terencana, dan berkelanjutan. Tanpa adanya strategi itu perekonomian Indonesia makin rentan dalam menghadapi ketidakpastian global.
Pembiayaan risiko bencana dilakukan melalui kombinasi instrumen keuangan. Risiko akibat bencana yang frekuensi kejadiannya tinggi, tetapi dampak kerugian kecil akan dibiayai APBN melalui dana cadangan bencana dan alokasi belanja rutin kementerian dan lembaga. Adapun bencana yang dampak kerugian besar melalui instrumen pinjaman kontijensi.
Pemerintah mengalihkan risiko untuk pembiayaan bencana yang frekuensi kejadian rendah, tetapi kerugian besar melalui instrumen asuransi. Pengalihan risiko dengan membeli kontrak asuransi untuk perlindungan masyarakat miskin dan aset milik pemerintah. Nantinya, pemerintah bersama industri asuransi akan mengembangkan produk asuransi bencana alam itu.
Asuransi menerapkan skema penggabungan risiko (pooling risk) baik yang dilakukan pemerintah sebagai pembeli produk asuransi atau konsorsium yang dibentuk beberapa industri asuransi. Penggabungan risiko ini bisa menurunkan biaya premi yang akan ditanggung pemerintah dan mengurangi risiko kerugian perusahaan asuransi.
“Peta jalan strategi terbagi dalam jangka pendek tahun 2018-2019 dilanjutkan jangka menengah tahun 2019-2023. Pemerintah akan menanggung kerugian tanpa membebani APBN,” kata Sri Mulyani.
Bansos dan hibah
Menunggu asuransi bencana terealisasi, bantuan sosial dan hibah sangat penting untuk menutup keterbatasan anggaran. Penggalangan dana untuk korban di Lombok, Donggala, dan Palu dijumpai dalam pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia 2018. Aksi solidaritas dikemas dalam ide-ide unik, misalnya lewat minum secangkir kopi.
Sejak IMF-Bank Dunia berlangsung di Bali, Pemerintah Indonesia, BI, IMF, dan Bank Dunia, menggalang aksi solidaritas bagi korban gempa di Lombok dan Palu melalui secangkir kopi. Satu cangkir kopi dari berbagai daerah di Nusantara itu dihargai Rp 100.000.
"Setiap hari akan disediakan sekitar 1.500 cangkir kopi. Kegiatan akan dilakukan selama perhelatan Pertemuan IMF-Bank Dunia, 8-14 Oktober 2018. Hasil aksi solidaritas itu akan disumbangkan ke masyarakat korban gempa," kata Ketua Satuan Kerja Pertemuan IMF-Bank Dunia Peter Jacobs.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde juga berkunjung ke Lombok, Nusa Tenggara Barat pada Senin (8/10/2018).
Dalam kunjungan itu, BI menyerahkan bantuan rehabilitasi bangunan lima masjid, dua sekolah, dan sarana-prasarana kepada masyarakat di wilayah Lombok Barat, Lombok Utara, dan Mataram. Kemenko Maritim menyerahkan sumbangan penanggulangan bencana dan seragam sekolah bagi 2 SD di Lombok. Adapun, IMF menyerahkan bantuan dana untuk meringankan beban masyarakat di Lombok.
"Bantuan itu bukan yang pertama kali dilakukan BI. Di masa awal pemulihan, BI membantu melakukan pembangunan rumah dan tempat ibadah sementara, posko pusat informasi, dan wadah konseling bagi warga. Selanjutnya, untuk mendukung pemulihan aktivitas masyarakat setempat, dalam waktu dekat akan disiapkan bantuan bagi UMKM yang terkena dampak gempa," ujarnya.