Instansi Pemerintah Abaikan Aturan Berbahasa Indonesia
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) memaparkan Survei Pelayanan Publik dan Penggunaan Bahasa Indonesia di Jakarta, Kamis (11/10/2018). Kajian ini sebagai sumbangsih ORI dalam menyemarakkan Bulan Bahasa 2018.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar seharusnya diaplikasikan juga dalam pelayanan publik. Dari kajian Ombudsman Republik Indonesia (ORI), masih banyak instansi pemerintah yang belum memahami pengutamaan Bahasa Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar yang ditampilkan di ruang-ruang pelayanan publik, utamanya di instansi pemerintah, masih belum tertib. Masih banyak instansi mencampurkan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Daerah dan Bahasa Inggris yang salah penulisannya, sehingga tidak jelas arti atau bermakna ganda.
Padahal, penulisan Bahasa Indonesia yang benar di ruang-ruang pelayanan publik akan memudahkan masyarakat memahami standar pelayanan. Hal ini untuk menghindari maladministrasi.
Persoalan kepatuhan penggunaan Bahasa Indonesia dalam informasi di ruang pelayanan publik terungkap dari hasil Survei Pelayanan Publik dan Penggunaan Bahasa Indonesia yang dilakukan Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Kajian soal kepatuhan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang pelayanan publik dilakukan ORI untuk merayakan Bulan Bahasa di Oktober ini.
Hadir dalam pemaparan dan diskusi di Kantor ORI di Jakarta, Kamis (11/10/2018) yakni Wakil Ketua ORI Lely Pelitasari Soebekty dan Anggota ORI Adrianus Meilala, serta Aisiten Kajian Sistemik ORI Diani Indah Rachmitasari. Hadir pula memberikan tanggapan Guru Besar Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Rahayu Surtiati Hidayat; Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Obing Katubi; Kepala Subbidang Pengendalian Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbud Hidayat Widiyanto ; serta Koordinator Redaksi Bahasa Tempo media Group Suhardi Budi Santoso.
Meilala mengatakan ORI mensurvei pelayanan publik yang dilakukan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah tiap tahun. Namun, baru tahun ini ORI mencoba melihat kualitas berbahasa indonesia untuk informasi di ruang pelayanan publik sebagai kontribusi di peringatan Bulan Bahasa.
"Setelah melihat hasil kajian soal penggunaan Bahasa Indonesia yang belum tertib, terpikir juga untuk mempertimbangkan penggunaan Bahasa Indonesia dalam menyampaikan informasi di ruang pelayanan publik dalam penilaian pelayanan publik,"kata Meliala.
Diani menjelaskan informasi di ruang pelayanan yang jadi fokus Survei Kepatuhan meliputi standar pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi pelayanan publik, informasi sarana dan prasarana, pelayanan dan sarana khusus, pengelolaan pengaduan, penilaian kinerja, visi, misi, dan moto pelayanan. Informasi tersebut direkam dalam foto-foto.
Menurut Diani, dari kajian ditemukan penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan pedoman umum ejaan Bahasa Indonesia, pencampuran penggunaan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Asing atau Bahasa Daerah, dan kesalahan penulisan dan singkatan penulisan. "Penggunaan Bahasa Indonesia seharusnya lebih diutamakan, sedangkan bahasa asing atau bahasa daerah sebagai pelengkap dalam penyampaian informasi publik di ruang publik,"jelas Diani.
Menurut Diani, kesalahan penulisan informasi publik dapat menggambarkan pemahaman dan pengetahuan pejabat pelayana publik yang masih belum baik terhadap pengutamaan Bahasa Indonesia di ruang pelayanan publik. Karena itu, pandangan ahli bahasa bisa dijadikan masukan.
Sementara itu, Rahayu mengatakan pengutamaan Bahasa Indonesia belum jelas maknanya. Jadi perlu petunjuk teknis utk maksud ini, dalam situasi dan kondisi apa. Jika ada Bahasa Indonesia untuk tujuan akademik, . semestinya ada diatur Bahasa Indonesia administratif.
"Jika ada acuan, jadi jelas melanggar atau tidak. Seperti di Perancis, jika di surat kabar, radio, atau televisi memuat kata asing lebih dari 10 persen akan didenda,"kata Rahayu.
Katubi mengatakan perlu dibahas serius pihak yang berwenang atau "polisi" bahasa untuk memperbaiki kondisi ini. Jangan pengutamaan Bahasa Indonesia hanya jadi wacana terus.