Korsel Tarik Usulan Pencabutan Sanksi terhadap Korut
Oleh
Myrna Ratna
·3 menit baca
SEOUL, KAMIS — Korea Selatan menarik usulannya untuk mencabut sebagian sanksi terhadap Korea Utara menyusul respons Presiden AS Donald Trump yang tidak menyetujui langkah itu. Trump menegaskan, Korsel tidak bisa melakukan apa pun tanpa persetujuan Amerika Serikat.
Blunder ini terjadi saat Menlu Korsel Kang Kyung-hwa, Rabu (10/10/2018), menyatakan, Seoul mempertimbangkan untuk mencabut sejumlah sanksi yang dijatuhkan kepada Korut pascaserangan terhadap kapal perang Korsel pada 2010 yang menewaskan 46 pelaut.
Namun, Kementerian Luar Negeri Korsel, Kamis (11/10/2018), mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah belum memutuskan rencana untuk meninjau kembali sanksi. Hal itu dipertegas oleh Menteri Unifikasi Korsel Cho Myoung-gyon yang menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada pertimbangan serius untuk mencabut sebagian sanksi terhadap Korut kecuali Korut mengaku bertanggung jawab atas serangan pada 2010. Korut sampai kini menolak keras tuduhan itu.
”Untuk saat ini, saya rasa terlalu dini bagi kami untuk mencabut atau melunakkan sanksi,” kata Cho kepada parlemen.
Sikap pemerintah Korsel itu muncul setelah Trump mengomentari pernyataan Kang. Trump mendesak para sekutunya untuk tetap mempertahankan sanksi terhadap Korut sampai terjadi denuklirisasi Korut. ”Mereka (Korsel) tak akan melakukannya tanpa persetujuan kami,” ujar Trump.
Presiden Korsel Moon Jae-in sejauh ini tetap tegas dalam hal sanksi Korut, tetapi secara aktif ia melakukan pendekatan dengan pemimpin Korut Kim Jong Un. Dalam kunjungan Moon ke Pyongyang September lalu, ia dan Kim sepakat untuk menormalisasi area industri di perbatasan kota Kaesong dan membuka kembali destinasi wisata ke Korut.
Korsel dan Korut juga sepakat untuk mengurangi ancaman militer konvensional di kedua belah pihak, seperti membangun zona penyangga sepanjang wilayah darat dan batas laut serta zona larangan terbang di atas perbatasan. Korut juga akan melucuti fasilitas utama nuklir di Nyongbyon jika Amerika Serikat melakukan langkah timbal balik.
Pada 2010, Korsel menutup seluruh kerja sama ekonomi dengan Korut kecuali di Kaesong. Namun, area ini pun kemudian ditutup pada 2016 sebagai respons terhadap uji coba rudal dan nuklir yang dilakukan Pyongyang.
Washington bergeming
Washington tetap menegaskan bahwa peningkatan hubungan AS-Korut baru bisa dilakukan jika Korut melakukan denuklirisasi total. Meskipun Kim dan Moon telah tiga kali melakukan pertemuan bilateral, dan Kim juga sudah bertemu dengan Trump, Kim dianggap belum menunjukkan isyarat serius melakukan denuklirisasi.
Warga Korsel juga terbelah sikapnya dalam menanggapi normalisasi hubungan dengan Korut. Cukup banyak warga yang masih memendam kemarahan terhadap Korut, terlebih setelah serangan terhadap kapal perang Korsel pada 2010, dan serangan di pulau perbatasan yang menewaskan empat orang.
”Bagi Korut, hasil yang paling penting dari pencabutan sanksi adalah kapal-kapal mereka bisa masuk kembali ke Selat Jeju. Hal ini akan membuat Korut bisa mengirit waktu dan bahan bakar,” kata Koh Yu Hwan, ahli Korut di Universitas Dongguk. (AP)