Tegaskan Dominasi Jepang, Shingo Kunieda dan Yui Kamiji Amankan Kualifikasi Tokyo 2020
Oleh
Satrio Pangarso Wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan meraih medali emas tenis kursi roda Asian Para Games 2018 Jakarta di nomor tunggal putra dan putri, pemain peringkat satu dunia Shingo Kunieda dan peringkat kedua dunia Yui Kamiji memastikan akan tampil di Paralimpiade 2020 Tokyo. Kemenangan mereka sekaligus menegaskan dominasi Jepang di tenis kursi roda Asia.
Dari enam nomor yang dipertandingan, Jepang meraih 4 emas, 3 perak, dan 3 perunggu. Bahkan, Jepang menyapu bersih medali di nomor tunggal putra dengan Shingo yang mengalahkan rekan senegaranya, Takashi Sanada, dua set langsung, 6-2, 6-3, pada Jumat (12/10/2018) di Klub Kelapa Gading, Jakarta Utara. Medali perunggu diraih Kouhei Suzuki setelah mengalahkan Suthi Khlongrua dari Thailand 7 (6)-6, 2-6, 6-2.
Yui mengungkapkan, setelah kemenangannya atas petenis China, Zhu Zhenzhen, dengan skor 6-3, 6-4, dirinya merasa sangat lega. Ini adalah medali pertama Asian Para Games bagi Yui. Selain berhasil memastikan kualifikasinya ke Tokyo 2020, kemenangan itu menjadi pembalasan atas kekalahan Yui di nomor ganda pada hari sebelumnya.
Pada final ganda putri, pasangan Jepang, Yui Kamiji-Manami Tanaka, harus mengakui keunggulan Zhu Zhenzhen dan Huang Hui Min dari China setelah melalui pertandingan yang sangat ketat dan berlangsung lebih dari 2,5 jam.
”Setelah pertandingan final ganda putri kemarin, saya merasa sangat kelelahan. Ada sedikit cedera otot juga. Jadi, sebelum pertandingan final tunggal, saya merasa sedikit tertekan. Jadi, kemenangan ini sangat penting. Saya juga berhasil lolos kualifikasi untuk Olimpiade Tokyo 2020 juga. Saya sangat lega sekarang,” kata Yui.
Pertandingan antara Zhenzhen dan Yui berlangsung ketat, terlebih pada set kedua. Zhenzhen terus menekan Yui dengan bola-bola agresif dari forehand kidalnya. Namun, kemampuan defensif Yui yang baik memungkinkan petenis Jepang itu dapat mendapatkan angka dari berbagai kesalahan sendiri (unforced errors) yang dibuat Zhenzhen.
Akan tetapi, Yui yang harus bersusah payah mengembalikan bola tidak bisa menjaga pertahanan terus-menerus. Zhenzhen yang sempat tertinggal 4-2 pun bisa menyamakan kedudukan menjadi 4-4. Meski demikian, Yui berhasil mengakhiri pertandingan melalui penempatan bola yang akurat.
”Zhenzhen pemain yang sangat terampil dan sangat giat mengejar bola. Pukulan-pukulannya pun sangat keras. Jadi, saya harus bermain cerdas. Saya harus melakukan pukulan yang bervariasi,” kata petenis berusia 24 tahun itu. Yui mengatakan, semangat pantang menyerah Zhenzhen memotivasinya untuk turut berjuang maksimal.
”Melalui pertandingan ini, saya dapat pengalaman untuk menghadapi pertandingan di tahun-tahun mendatang,” kata Yui.
Target utama Yui di masa depan adalah medali emas Paralimpiade Tokyo 2020. Yui belum pernah sukses mendapatkan prestasi di ajang Paralimpiade. Pada London 2012 langkahnya terhenti di perempat final, sedangkan pada Rio de Janeiro 2016 ia kalah di babak semifinal.
Tunggal putra
Pertandingan yang ketat dan seru juga ditampilkan Shingo Kunieda dan Takashi Sanada pada babak final tunggal putra. Kedua pemain saling memberikan bola-bola agresif. Tak jarang Shingo maju menyambut bola mendekati net untuk melakukan voli terhadap drop shot Sanada.
Di set kedua, Shingo sempat menabrak dinding pembatas saat mengejar bola. Ia bahkan terguling bersama kursi rodanya yang mengundang tarikan napas ratusan penonton yang khawatir. Ketika ia berhasil bangkit, lapangan empat Klub Kelapa Gading pun dipenuhi riuh tepuk tangan penonton.
”Ini pertandingan yang sangat seru. Sanada bermain sangat bagus. Kemenangan ini juga memberi saya kualifikasi Tokyo 2020 yang adalah target terbesar karier saya saat ini. Jadi, saya sangat bahagia,” kata Shingo.
Satu-satunya kekalahan Jepang di hari terakhir kompetisi tenis kursi roda Asian Para Games 2018 terjadi di final quad tunggal ketika Koji Sugeno, yang berusia 37 tahun, dikalahkan Kim Kyu-seung asal Korea Selatan, usia 54 tahun, dalam tiga set, 3-6, 6-4, 1-6. Kyu-seung mengatakan, kekalahannya dari Koji di partai final ganda quad di hari sebelumnya menjadi motivasi tambahan yang memungkinkan dirinya memenangi pertandingan tersebut.
Kyu-Seung mengatakan, dirinya merasa harus meraih medali emas pada Asian Para Games 2018 ini. Ia ingin prestasinya dapat diliput media Korea Selatan dan dapat menginspirasi generasi muda. ”Saya ini sudah tua. Saya ingin generasi muda bisa mengenal dan terinspirasi dari prestasi saya,” kata Kyu-seung.
Dominasi Jepang
Shingo dan Sanada, seperti Yui dan Manami Tanaka, adalah satu-satunya perwakilan Asia di 10 besar dunia. Sanada berada di peringkat kesembilan tunggal putra, sedangkan Tanaka berada di peringkat ke-10 tunggal putri. Jam terbang dan pengalaman yang tinggi berkompetisi di tingkat elite, menurut Shingo, menjadi faktor utama petenis Jepang dapat mendominasi tenis dunia.
”Contohnya kami bertiga (Shingo, Sanada, dan Suzuki) sepanjang tahun mengikuti tur dunia. Jadi pengalaman kami lebih luas,” kata Shingo.
Kesuksesan ini pun tidak lepas dari pengembangan petenis usia muda yang baik di Jepang. Koji mengatakan, di Jepang, lapangan tenis dan berbagai pusat latihan tenis itu banyak tersedia di tengah masyarakat. ”Banyaknya pusat latihan ini yang memungkinkan banyak pemain Jepang sukses di tingkat internasional,” kata Koji.