NUSA DUA, KOMPAS-- Indonesia menggugah dunia untuk bekerja sama dan berkolaborasi menghadapi kondisi perekonomian dan keuangan global yang diliputi ketidakpastian. Pembuat kebijakan fiskal dan moneter dunia diminta membuat kebijakan yang mencegah dampak perang dagang, disrupsi teknologi, dan ketidakpastian pasar.
Presiden Joko Widodo menekankan, jangan sampai dunia hancur karena perselisihan antarnegara dan mengabaikan perubahan iklim yang terjadi.
Presiden menyampaikan hal itu dalam pembukaan sidang paripurna Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10/2018). Dalam pidato sambutannya, Presiden -yang mengenakan batik kontemporer bermotif cerita peradaban manusia- mengilustrasikan kondisi ketidakpastian global dengan film di televisi tentang perebutan kekuasaan, Game of Thrones, karya David Benioff dan DB Weiss.
Pidato pembuka itu disambut meriah Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, pemimpin negara-negara ASEAN, serta pengambil kebijakan moneter dan fiskal. Mereka bertepuk tangan sambil berdiri.
Presiden Joko Widodo mengatakan, Amerika Serikat menikmati pertumbuhan pesat, namun banyak negara pertumbuhannya lemah atau tidak stabil. Perang dagang marak, inovasi teknologi mengakibatkan banyak industri terguncang, sehingga membuat negara-negara mengalami tekanan pasar yang besar.
“Dengan berbagai masalah perekonomian dunia, sudah cukup bagi kita untuk mengatakan winter is coming,” kata dia.
Menurut Presiden, dalam beberapa dekade terakhir, negara-negara maju mendorong negara berkembang membuka diri dan ikut dalam perdagangan bebas dan keuangan terbuka. Namun, akhir-akhir ini, hubungan antarnegara ekonomi maju semakin lama semakin terlihat seperti Game of Thrones.
Keseimbangan kekuasaan dan aliansi antarnegara-negara ekonomi maju tengah retak. Lemahnya kerja sama dan koordinasi menyebabkan banyak masalah, seperti peningkatan harga minyak mentah dan kekacauan di pasar mata uang yang dialami negara-negara berkembang.
“Dalam serial Game of Thrones, sejumlah Great Houses, Great Families, bertarung satu sama lain untuk mengambil alih kendali The Iron Throne. Namun, mereka lupa, tatkala Great Houses sibuk bertarung, mereka tidak sadar kemunculan Evil Winter yang ingin merusak dan meliputi seluruh dunia dengan es dan kehancuran,” kata dia.
Dengan ancaman itu, lanjut Presiden, mereka sadar. Tidak penting siapa yang duduk di The Iron Throne, yang penting adalah kekuatan bersama untuk mengalahkan Evil Winter, agar goncangan global tidak terjadi dan dunia tidak berubah menjadi tanah tandus porak poranda.
“Ancaman global yang cukup besar hanya bisa ditanggulangi jika saling bekerja sama. Kita harus bekerja bersama, menyelamatkan kehidupan bersama kita. Untuk itu, kita harus bertanya, apakah sekarang saat yang tepat untuk rivalitas dan kompetisi? Ataukah saat ini waktu yang tepat untuk kerja sama dan kolaborasi?” katanya.
IMF memperkirakan, ekonomi dunia pada 2018 dan 2019 tumbuh 3,7 persen. Volume perdagangan dunia diperkirakan tumbuh 4,2 persen pada 2018 dan 4 persen pada 2019.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, negosiasi dan diplomasi perdagangan terus dilakukan, terutama untuk mengatasi hambatan komoditas ekspor utama.
Lansekap baru
Lagarde menyebutkan, saat ini dunia sedang menghadapi tantangan lansekap perekonomian baru dalam dua dimensi. Dimensi pertama mencakup moneter dan fiskal. Adapun dimensi kedua atau yang paling menantang meliputi persoalan ketimpangan, teknologi, dan keberlanjutan.
Dalam menghadapi masalah-masalah itu, kebijakan-kebijakan domestik yang baik sangat penting. Namun, hal itu tidak cukup. Dibutuhkan kerja sama internasional yang berbeda dari sebelumnya. “Saya menyebutnya \'multilateralisme baru’. Multilateralisme ini lebih inklusif, lebih berorientasi pada masyarakat, dan lebih berorientasi pada hasil,” ujarnya.
Dalam konferensi pers negara-negara G20, Menteri Keuangan Argentina Nicolas Dujovne mengatakan, ekonomi global diproyeksikan positif kendati tekanan normalisasi AS cukup besar. Anggota G20 akan meningkatkan perdagangan internasional untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Sementara, Jim Yong Kim menyebutkan, pemimpin dunia seharusnya sudah mulai fokus pada investasi pada sumber daya manusia (SDM). Keterampilan SDM berkualitas diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di era perkembangan teknologi.
Direktur Eksekutif Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perempuan (UN Women’s) Phumzile Mlambo-Ngcuka mengatakan, peran perempuan dalam pembangunan berkelanjutan sangat penting, terutama di tengah tekanan ekonomi global yang meningkat. (HEN/DIM/KRN)