Mencari rumah sewa di ibu kota itu gampang-gampang susah. Aplikasi pencari rumah sewa boleh dibilang memudahkan pencarian. Namun, kendala informasi dan finansial masih menyulitkan sejumlah kalangan.
Oleh
Antonius Purwanto/Litbang Kompas
·3 menit baca
Mencari rumah sewa di ibu kota itu gampang-gampang susah. Aplikasi pencari rumah sewa boleh dibilang memudahkan pencarian. Namun, kendala informasi dan finansial masih menyulitkan sejumlah kalangan.
Dulu mencari rumah sewa atau kamar indekos acapkali dilakukan dengan keluar-masuk permukiman atau bergantung pada informasi teman/saudara. Kini, mencari rumah sewa semudah membalikkan telapak tangan. Beragam aplikasi di ponsel menyediakan informasi kos sesuai kebutuhan dan kondisi keuangan.
Hanya saja, tarif sewa rumah ataupun kos saat ini terus naik. Jika ada yang murah, biasanya bangunan terletak di kawasan pinggiran atau jauh dari perkantoran.
Persepsi warga mengenai mudah atau sulitnya mencari rumah sewa/kamar kos pun terbelah dalam jajak pendapat Kompas akhir September. Sebanyak 42 persen menyebut mencari rumah sewa atau kamar indekos ideal bukan perkara mudah. Namun sebagian lainnya (42 persen) menyatakan sebaliknya.
Separuh lebih responden yang menyatakan sulit, beralasan harga sewa terus melambung setiap tahun. Lima belas tahun lalu, harga sewa kamar di Jakarta Barat antara Rp 350.000-Rp 500.000 per bulan tanpa pendingin ruangan (AC).
Tahun ini, sewa kamar indekos sudah Rp 800.000-Rp 900.000 per bulan. Untuk kamar kos dengan kamar mandi dalam dan AC, tarifnya Rp 1,5 juta hingga Rp 3 juta per bulan. Beberapa di antaranya belum termasuk pemakaian listrik.
Harga sewa rumah kontrakan lebih mahal. Sewa kontrakan di Jakarta kini berkisar Rp 15-20 juta per tahun. Padahal, hampir 60 persen responden memilih harga sewa di bawah Rp 15 juta per tahun atau Rp 1.250.000 per bulan. Adapun 16,2 persen memilih harga sewa per tahun diatas Rp 15 juta.
Harga sewa di atas Rp 20 juta per tahun biasanya berlokasi di kawasan strategis. Dengan harga tinggi itupun, rumah laris dicari. Di kawasan itu, pemilik rumah cenderung menaikkan harga sewa bahkan di atas standar.
Kesulitan lain yang disebut 11 persen responden terkait rumah sewa/kos yang berukuran kecil dan sempit. Selain itu, 8 persen mengeluhkan akses jalan yang sempit menuju properti Persoalan aksesibilitas jauh dari tempat kerja ataupun tak terjangkau angkutan umum, juga menjadi keluhan 7 persen responden.
Namun tidak semua warga kota kesulitan mendapatkan tempat tinggal sementara. Kemudahan mencari rumah sewa atau kamar indekos itu tidak terlepas dari canggihnya teknologi saat ini. Kebingungan mencari rumah sewa atau kamar indekos diatasi dengan mengunjungi situs penyedia informasi, seperti Mamikos, Cari-Kos, Info-Kost, Sewakost, Serumah, iBilik, UrbanIndo, lamudi, serta rumah123.
Aplikasi itu telah memiliki beberapa fitur unggulan yang memudahkan dan mempercepat pencari rumah kos. Sejumlah aplikasi juga memberikan informasi soal apartemen dan informasi rumah kontrakan dan rumah baru yang sedang dijual. Sejumlah aplikasi juga memberikan informasi awal soal alamat rumah kos atau properti lain.
Kebutuhan rumah
Kebutuhan akan rumah kos tampaknya terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal itu tampak dari menjamurnya rumah kos di sekitar kampus, perkantoran, pusat belanja, hingga area perumahan warga. Fenomena itu terjadi karena peningkatan jumlah penduduk, pencari kerja, dan mahasiswa dari luar kota yang memerlukan rumah sementara.
Hasil jajak pendapat memperlihatkan, kendati mayoritas responden (87,7 persen) tinggal di rumah sendiri namun sekitar 42 persen responden pernah tinggal di rumah kontrakan atau kamar indekos.
Mereka (16,5 persen) rata-rata pernah tinggal di kontrakan/kos sekitar 1-3 tahun. Disusul 11,8 persen yang ‘ngekos’ atau ‘ngontrak’ selama 4-8 tahun. Ini menunjukkan, mereka perlu waktu 3-8 tahun sebelum mampu memiliki rumah sendiri.
Bagi sebagian warga, memiliki rumah sendiri menjadi mimpi yang sulit digapai. Ketimpangan antara kenaikan gaji dan kenaikan harga rumah membuat orang sulit memiliki rumah.
Pada 2015, kekurangan rumah di Jakarta mencapai 1,3 juta unit. Akhirnya rumah kontrakan ataupun kamar kos jadi andalan hunian bagi sebagian kaum urban.