Distribusi Bantuan Terkendala
Hingga hari ketiga pascagempa, banyak warga Pulau Sapudi belum mendapat bantuan. Hal itu akibat kesulitan kapal pengangkut dan mobil pendistribusi bantuan ke desa-desa.
SUMENEP, KOMPAS Hingga Sabtu (13/10/2018), hari ketiga pascagempa bermagnitudo 6,3 yang mengguncang Jawa Timur, sebagian besar warga Pulau Sapudi, Sumenep, Jawa Timur, belum tersentuh bantuan. Letak Pulau Sapudi di wilayah kepulauan dan kondisi jalan yang rusak parah mengakibatkan distribusi bantuan tersendat.
Penelusuran di Desa Prambanan, Kecamatan Gayam, dan Desa Sokarame Timur, Kecamatan Nanggonong, sejumlah warga mengatakan belum mendapat bantuan dari pemerintah atau lembaga lain. Padahal, logistik menumpuk di posko Dusun Jambusuk, Desa Prambanan.
Warga Dusun Jambusuk, Budi (45), mengatakan amat membutuhkan bantuan berupa makanan, air bersih, tenda, dan selimut. Sejak gempa, dia dan ratusan warga dusun tidak berani tidur di rumah. Mereka memilih tidur di halaman dan teras.
Mereka tidur beralas tikar dan beratap langit. Padahal, malam hari, udara dingin menusuk tulang. ”Kami butuh selimut dan tenda untuk tidur hingga rumah selesai diperbaiki,” katanya.
Mayuto (52), warga Dusun Jambusuk lain, mengatakan, gempa membuat hidupnya makin susah. Sejak enam bulan lalu, daerah itu dilanda kekeringan. Ia harus membeli air bersih Rp 80.000 per tangki. Saat ini, ia kekurangan air karena tidak memiliki uang.
Warga Dusun Daleman, Desa Sokarame Timur, Masni (58), menuturkan, keluarganya yang berjumlah delapan orang tidur di halaman rumah dan mushala, termasuk cucunya, Nur Haliza (3). ”Kalau malam, cucu saya kedinginan karena tidak punya selimut,” ujar Masni.
Warga mengatakan sudah didatangi aparat. Mereka hanya mendata kerusakan rumah, tidak memberikan bantuan. Padahal, mereka membutuhkan bantuan selama tidur di luar rumah.
Camat Gayam Mohammad Mansur menyebutkan, bantuan baru sekitar 30 persen dari jumlah yang dibutuhkan warga. ”Ada sekitar 500 keluarga yang terdampak gempa,” katanya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep Rahman Riadi mengakui, distribusi bantuan belum maksimal. Penyebabnya, Pulau Sapudi jauh dari Sumenep dan hanya bisa dijangkau dengan kapal. Letak desa-desa juga terpencar dengan akses jalan sebagian besar rusak.
Menurut Rahman, bantuan makanan sudah dikirim ke Pulau Sapudi sejak hari pertama gempa dengan kapal kayu. Namun, bantuan belum terdistribusi kepada semua pengungsi karena tidak ada kendaraan memadai. Untuk menjangkau sembilan desa terdampak gempa di pulau seluas 120 kilometer persegi diperlukan setidaknya delapan mobil bak terbuka yang mampu menerobos jalan rusak. Satu mobil bak terbuka milik BPBD Sumenep masih tertahan di Pelabuhan Kalianget karena belum ada kapal besar yang membawa ke Sapudi. Demikian juga bantuan tenda. Kapal besar hanya dua kali seminggu ke Pulau Sapudi.
Mulai pulang
Kota Palu, Sulawesi Tengah, terus menggeliat. Aktivitas pasar kembali hidup. Banyak warung makanan dan kelontong mulai buka. Sejumlah sekolah juga mulai aktif. Sebagian besar puing akibat tsunami di Pantai Talise juga sudah disingkirkan.
Pengungsi yang meninggalkan Kota Palu berangsur kembali untuk beraktivitas. Mereka merasa Kota Palu sudah aman.
Beberapa pengungsi yang baru balik pada Sabtu mengatakan harus mulai bekerja. Ratna HM Sogi, Kepala Urusan Monitoring Polda Sulteng, misalnya, diminta pulang dari pengungsian di Makassar untuk bertugas.
Alasan sama dikatakan Robert Tanod (24) yang bekerja di sebuah perusahaan swasta di Kota Palu. Ia bersama istri dan dua anaknya mengungsi ke Luwuk.
”Kami pulang karena keadaan mulai membaik dan saya harus bekerja,” ujar Robert yang tinggal di Jalan Una-Una, Palu Timur.
Hal sama disampaikan Dian Adriani (32), warga asal Makassar, yang ditemui di bandara. Dia kembali ke Palu karena harus bekerja.
Arifuddin (42), warga Donggala, juga tidak ingin berlama-lama di Luwuk. Meski rumahnya di Donggala hancur, dia bisa menumpang di rumah saudara. Arifuddin meyakini, Palu akan bangkit kembali.
Sedikitnya 1.512 orang kembali ke Palu lewat Bandara Mutiara SIS Al-Jufri, Sabtu.
Manajer Stasiun Garuda Indonesia di Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufri, Deni Dharmawan, menuturkan, 49 orang dari Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulteng, datang ke Palu, Sabtu siang.
Menurut Marten, anggota staf customer service Lion Air di Bandara Mutiara SIS Al-Jufri, 1.463 orang menumpang delapan penerbangan Lion Air, Sabtu pagi sampai sore. (SYA/IDO/AIN)