Pesta Para Pemenang Kehidupan
Perjuangan para atlet disabilitas di Asian Para Games 2018 membuka wawasan publik tentang makna kesetaraan. Warisan ini perlu dirawat supaya tumbuh subur dalam diri anak-anak bangsa Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS Penutupan Asian Para Games 2018 menjadi pesta para pemenang kehidupan. Atlet-atlet disabilitas, yang meraih medali ataupun tidak, telah memenangi tantangan terberat untuk berani merayakan kehidupan dan mengisinya dengan prestasi. Mereka yang berkumpul di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Sabtu (13/10/2018) malam, warga disabilitas dan non-disabilitas, bersatu dalam harmoni kesetaraan setarikan napas dengan tema ”Kita Adalah Satu”.
Di antara para penonton ada Fajar Nugraha (36) yang menggunakan kursi roda karena cerebral palsy. Fajar mengalami gangguan gerakan, otot, postur, dan bicaranya terbata-bata. Fajar didampingi ibundanya, Niniek Endang Surtini (67).
Meski tak bisa banyak bicara atau bergerak, Fajar terlihat menikmati pertunjukan. Sesekali, dia tersenyum dan jari-jari tangannya bergerak mengikuti irama musik. ”Saat diajak pulang, dia menolak dengan berkata ’nanti dulu’. Itu menunjukkan ia sangat menikmati acara,” ujar Niniek, warga Bandung.
Fajar jarang sekali bisa menghadiri acara hiburan, seperti pertunjukan seni atau musik. Namun, di Asian Para Games, dia seolah menemukan surganya. Dia bisa bebas membaur dengan masyarakat tanpa ada rasa canggung atau malu.
Saat memasuki Stadion Madya, misalnya, banyak orang membantu. ”Sukarelawan dan penonton membantu mengarahkan Fajar sehingga dia bisa duduk di tempat yang nyaman. Bahkan, pengasuh yang tidak punya tiket juga diizinkan masuk. Sambutan seperti ini jarang kami rasakan di tempat lain,” tutur Niniek.
Penonton tunadaksa asal Bogor, Jawa Barat, Irwansyah (27) dan Yodi (27), juga menikmati penutupan Asian Para Games. Yodi kehilangan kaki kanannya karena kecelakaan lalu lintas tujuh tahun lalu. Sempat merasa putus asa, kini Yodi berusaha bangkit dan bekerja sebagai tenaga administrasi di perusahaan swasta di daerah Bogor.
Menurut Yodi, Asian Para Games telah memberinya semangat kehidupan. ”Ini membuat saya yakin bahwa saya bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Perjuangan atlet-atlet memberi saya banyak inspirasi,” ujarnya.
Atlet-atlet disabilitas telah membuktikan keterbatasan bukan penghalang untuk menggapai cita-cita. Perjuangan mereka layak menjadi inspirasi semua pihak, terutama pemerintah, agar memberikan aksesibilitas lebih layak untuk kaum disabilitas.
Wakil Presiden M Jusuf Kalla dalam pidato penutupan mengatakan, sepekan Asian Para Games 2018, 6-13 Oktober, akan selalu dikenang oleh bangsa Indonesia. Atlet-atlet disabilitas telah menjadi inspirasi bagi semua. ”Mereka melakukan upaya hebat, keluar dari batas diri dan menjadi pemenang,” ujar Kalla.
[video width="1280" height="720" mp4="https://kompas.id/wp-content/uploads/2018/10/20181013_RIAN_MERAYAKAN-KESETARAAN.mp4"][/video]
Menurut Wapres, Asian Para Games bukan sekadar kompetisi, melainkan ajang untuk memenangi semangat kesetaraan. Ajang untuk menghalau stigma ataupun prasangka kepada penyandang disabilitas. ”Ini ajang yang sangat berkesan. Kalian semua (para atlet) lebih kuat, lebih baik, dan lebih mampu dari semua dugaan yang ada,” katanya.
Wapres menuturkan, para atlet yang tampil adalah penyandang disabilitas, tetapi mereka tidak kurang semangat untuk berjaya. Kiprah mereka telah meruntuhkan semua persepsi negatif. ”Kita semua patut belajar mengenai determinasi, semangat, dan kerja keras para atlet disabilitas tersebut,” tegas Kalla.
”Semoga ajang ini bisa menjadi inspirasi dan energi Asia, terutama untuk lebih peduli terhadap penyandang disabilitas,” ujar Ketua Panitia Penyelenggara Asian Para Games Indonesia (Inapgoc) Raja Sapta Oktohari.
Fasilitas kaum disabilitas
Presiden Komite Paralimpiade Asia Majid Rashed pun mengingatkan, Asian Para Games bukan sekadar soal medali. Namun, suatu ajang untuk mengajak pada perubahan suatu negara dan masyarakat terhadap penyandang disabilitas. ”Asian Para Games memang telah meningkatkan kepedulian masyarakat akan hak- hak kaum disabilitas. Namun, yang perlu disadari, masyarakat belum punya pengetahuan yang cukup tentang bagaimana membangun fasilitas ramah penyandang disabilitas,” ujar Rashed.
Pembangunan ramp untuk kursi roda, misalnya, masih sering salah. Beberapa ramp terlalu tinggi, licin, dan curam. Ada pula ramp yang dibangun terlalu rendah. Dengan memiliki panduan resmi, pembangunan fasilitas bagi kaum disabilitas akan sesuai kebutuhan. Perlu pula ada standar layanan publik, seperti pendidikan, peluang pekerjaan, dan hiburan agar Indonesia ramah disabilitas.
Pemerintah Dubai, misalnya, sudah mempunyai buku panduan resmi setebal 300 halaman untuk memenuhi hak-hak kaum disabilitas. ”Kini saatnya Indonesia melakukan hal yang sama karena kepedulian masyarakat akan kaum disabilitas meningkat. Banyak orang yang mulai terbuka dengan kehadiran orang-orang berkebutuhan khusus,” ujar Rashed lagi.
Prestasi
Asian Para Games 2018 ditutup dengan prestasi membanggakan atlet-atlet Indonesia yang meraih 37 medali emas, 47 perak, dan 51 perunggu. Indonesia pun berada di posisi kelima. Ini melampaui target 16-18 medali emas dan finis minimal di posisi delapan. Kontingen China meraih juara umum dengan 172 emas, 88 perak, dan 59 perunggu, disusul Korea Selatan, Iran, dan Jepang.
Presiden Joko Widodo juga menyampaikan rasa bangga atas prestasi para atlet Indonesia saat bersilaturahmi dengan para atlet dan pengurus cabang olahraga di Istana Kepresidenan Bogor, Sabtu pagi. ”Sekali lagi, saya amat bangga kepada Saudara-saudara sekalian,” kata Presiden.
”Sejak awal saat saya melihat di tempat latihan, baik di Solo maupun di Jakarta, saya melihat dedikasi dan kerja keras Saudara-saudara dalam berlatih. Saya melihat badminton, saya melihat tenis meja, saya mengamati voli duduk, lalu menembak, saya melihat dedikasi dan kerja keras dalam menyiapkan diri menghadapi Asian Para Games. Ini sebuah kerja keras yang luar biasa,” ujar Presiden Jokowi lagi.
Presiden pun memberikan bonus prestasi kepada perwakilan atlet disabilitas. Atlet peraih medali emas mendapat bonus Rp 1,5 miliar, atlet peraih perak Rp 500 juta, dan peraih perunggu Rp 250 juta. Atlet-atlet lain yang tidak meraih medali juga memperoleh bonus masing-masing sebesar
Rp 20 juta. (DRI/DNA/NTA/LAS)