Prihatin dengan sampah dan kesehatan, anak-anak muda mahasiswa Teknik Industri Universitas Sumatera Utara mengembangkan herbalfoam, wadah pengganti styrofoam alias gabus sintetis. Ini juga upaya terobosan untuk menjaga lingkungan hidup.
Herbalfoam merupakan bungkus makanan dari bahan alami, yang terurai dengan aman di alam dan bahkan dapat dimakan. Herbalfoam ini dibuat dari tepung kanji, getah pohon akasia, dan cangkang udang. Untuk saat ini, bungkus makanan itu baru berbentuk piring dan gelas.
Mereka tergerak mengembangkan pembungkus ramah lingkungan karena maraknya penggunaan styrofoam sebagai wadah, padahal sama sekali tak ramah lingkungan. Styrofoam juga sulit terurai.
”Ide ini muncul karena isu-isu lingkungan itu. Saya mendukung Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung) yang melarang penggunaan styrofoam di Bandung. Langkah itu perlu dicontoh dan kami punya solusinya (herbalfoam),” kata Aprial Syahputra, CEO Herbalfoam, beberapa saat lalu.
Aprial merupakan satu dari sekian banyak wirausaha muda yang terpilih menjadi finalis Wirausaha Muda Mandiri. Ia menghadirkan produknya dalam pameran Wirausaha Muda Mandiri yang disponsori Bank Mandiri, Senin (10/9/2018) di Mal Gajayana, Malang.
Selama 10 bulan, Aprial membuat herbalfoam. Aprial tidak bekerja sendirian, ia bekerja tim dengan Risdarwanto dan Andreasen P Chaidir.
Mereka memakai tepung kanji sebagai bahan utamanya, getah akasia sebagai pengikat bahan, dan cangkang udang sebagai pembunuh bakteri dan jamur. Mereka sengaja memilih bahan lokal agar biaya produksi menjadi lebih murah. Kebetulan, bahan-bahan itu mudah didapatkan di lingkungan mereka, termasuk getah akasia.
”Kami ada bertiga. Saya, Aprial Syahputra, jadi CEO, lalu ada Risdarwanto selaku manajer produksi, dan Andreasen P Chaidir, manajer pemasaran dan promosi. Tapi, kami semua ya produksi juga, sekarang berbagi tugas,” ujar Aprial.
Pengembangan
Jika awalnya menyasar produk yang bisa terurai oleh alam, mereka kemudian ingin mengembangkan bungkus yang dapat dimakan. ”Kami ingin rasanya enak biar kalau dibuat cone ice cream, bisa enak rasanya. tidak kayak karton,” katanya.
Ketiganya memulai proyek itu sejak 2017. Mereka gagal berkali-kali. Kesulitan timbul ketika mulai memproduksi karena terkadang hasil produknya terlalu lembek atau kurang pas. Mereka bahkan frustrasi.
Namun, usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Pada 2018, mereka akhirnya berhasil membuat herbalfoam. Bahkan, pada tahun yang sama mereka menjadi juara dalam ajang Wirausaha Muda Mandiri.
Kendala lain adalah peralatan. Mereka masih memakai mesin cetak manual sehingga prosesnya lama dan bentuknya masih sederhana. Saat bahan sudah diolah dan menjadi bubur, mereka harus menunggu bubur itu kering, baru kemudian dicetak.
”Ada alat yang lebih canggih, tapi mahal,” ucap Aprial. Hadiah dari kemenangan dari Wirausaha Muda Mandiri pun akan dijadikan modal untuk membeli peralatan tersebut.
Walau telah memecahkan sebagian kecil masalah lingkungan, yaitu soal daur ulang kemasan, produk herbalfoam masih dipakai sebatas pembungkus makanan kering. Mereka pun berusaha mengembangkan herbalfoam agar dapat mewadahi mi kuah atau bakso.
Timnya kini masih memproses sertifikasi makanan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Adapun hak paten sedang diurus dengan bantuan dari Universitas Sumatera Utara.
Potensi pasar dari produk ini luas. Mulai dari rumah sakit atau klinik kesehatan, sekolah, hingga kampus yang bervisi lingkungan.
”Kami optimistis produk ini diterima masyarakat. Di Bali saja, banyak turis yang mau beli barang-barang yang ramah lingkungan atau limbahnya yang dapat mengalami perubahan secara alami,” lanjutnya.
Apa tantangan dari produk mereka? Ternyata, harga produk yang lebih tinggi dari styrofoam. Setelah dianalisis, harga produk herbalfoam baru akan mampu bersaing apabila diproduksi secara massal.
Melibatkan masyarakat
Meski belum mencapai titik ideal di pasar, produk itu telah menyabet sejumlah penghargaan di tingkat internasional. Mereka memperoleh medali emas untuk Healhty Culinary Packaging Product Using Acacia Tree SAP Powder and Chitosan dalam acara 2017 Kaohsiung International and Design Expo pada 8-10 Desember 2017 di Kaohsiung, Taiwan.
Produk herbalfoam juga mendapat medali silver di International Invention, Design Competition 2018 di Ipoh, Malaysia, pada 15 Agustus 2018. Mereka juga mendapatkan dana Rp 260 juta dari Dikti dan Rp 20 juta dari Kementerian Perdagangan.
Di masa depan, mereka berkeinginan memberdayakan masyarakat. Mereka sudah berancang-ancang melibatkan masyarakat untuk menanam akasia di Danau Toba. Begitu juga dengan nelayan di Medan dan petani yang akan diajarkan untuk membuat tepung kanji yang sesuai.
”Kami tak ingin perusahaan kami hanya produksi untuk mengejar keuntungan. Tetapi, harus ada pelibatan masyarakat, khususnya terkait lingkungan, ya dengan cara menanam akasia, misalnya,” ujar Aprial.