NUSA DUA, KOMPAS — Indonesia memperoleh hibah dan pinjaman dari berbagai institusi untuk percepatan pemulihan pascabencana di Sulawesi Tengah dan Lombok, Nusa Tenggara Barat. Meski demikian, pemerintah berhati-hati dalam menarik pinjaman agar tidak membebani fiskal di tengah ketidakpastian global.
Dalam Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia di Bali, 8-14 Oktober 2018, Indonesia mendapat bantuan dana penanganan bencana dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Pemerintah Jepang.
Bank Dunia menawarkan dana penanganan bencana mencapai 1 miliar dollar AS. Bantuan bisa diberikan dalam bentuk dana transfer tunai untuk 150.000 keluarga termiskin yang terdampak bencana dengan jangka 6-12 bulan. Sistem perlindungan sosial dinilai perlu dirancang untuk pemulihan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja selama tahap pemulihan.
”Bantuan yang ditawarkan Bank Dunia untuk mempercepat proses rekonstruksi pascabencana,” kata Chief Executive Officer Bank Dunia Kristalina Georgieva, dalam pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali, Minggu (14/10/2018).
Selain transfer tunai, pinjaman yang diusulkan Indonesia bisa berupa program pemulihan untuk pembangunan kembali fasilitas publik dan infrastruktur penting, seperti rumah sakit, sekolah, jembatan, jalan raya, dan penyediaan air bersih. Selain pinjaman, Bank Dunia juga memberikan hibah senilai 5 juta dollar AS untuk rencana teknis dan rekonstruksi di daerah terdampak bencana.
Pinjaman juga diberikan ADB senilai 1 miliar dollar AS. Bantuan darurat senilai 1 miliar dollar AS itu di luar program pinjaman reguler ADB bagi Indonesia yang rata-rata mencapai 2 miliar dollar AS setiap tahun. Pinjaman memiliki ketentuan khusus dengan masa tenggang 8 tahun dan masa pembayaran kembali selama 32 tahun. ADB juga memberi bantuan teknis untuk kajian kerusakan dan perencanaan rekonstruksi.
Dalam pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia 2018, Kementerian Keuangan Jepang juga memberikan dana bantuan darurat senilai 24 juta yen dalam bentuk tenda, generator, dan penjernih air. Jepang juga akan memberi pendampingan khusus untuk memperkecil risiko bencana gempa dan tsunami di beberapa daerah di Indonesia dalam bentuk hibah senilai Rp 187,5 miliar.
Mengutip riset Bank Dunia, kerugian fisik akibat bencana di Sulawesi Tengah mencapai 531 juta dollar AS atau setara Rp 8,07 triliun. Kerugian fisik itu meliputi perumahan Rp 2,75 triliun, sektor nonperumahan Rp 2,82 triliun, dan infrastruktur Rp 2,5 triliun.
Berhati-hati
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah tetap berhati-hati dalam menarik pinjaman untuk pemulihan pascabencana di Lombok dan Sulawesi Tengah. Penarikan pinjaman akan disesuaikan dengan penerimaan perpajakan negara guna mencegah defisit APBN melebar. Kebijakan mempertimbangkan situasi ketidakpastian global, kenaikan suku bunga acuan, dan pengetatan likuiditas.
”Alokasi dana bencana tahun 2019 masih dalam diskusi bersama parlemen. Namun, pemerintah telah menyiapkan skema pembiayaan dan asuransi risiko bencana,” kata Sri Mulyani.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan, prinsip-prinsip utama wakaf tunai juga dapat dimanfaatkan untuk pendanaan rehabilitasi bangunan dan manusia yang terdampak bencana alam di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan Palu, Sulawesi Tengah.
Prinsip utama wakaf sebagai kerangka tata kelola untuk menjamin akuntabilitas pengelolaan wakaf diperkenalkan pada hari terakhir rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 Bali, kemarin. Untuk memberikan manfaat bagi kehidupan sosial yang lebih besar, wakaf tunai perlu dihimpun sebelum digunakan untuk aktivitas ekonomi berbasis syariah.
”Sebagian penggunaannya (wakaf tunai) bisa mendanai program rehabilitasi wilayah terdampak bencana alam, seperti di Palu dan Lombok,” ujarnya.