KATHMANDU, SENIN — Sembilan pendaki gunung tewas di pegunungan Nepal, termasuk pendaki Korea Selatan pertama yang telah mencapai 14 puncak Himalaya, Kim Chang-ho, Jumat (12/10/2018). Mereka meninggal diduga karena tidak menggunakan oksigen cadangan.
Kementerian Luar Negeri Korsel mengonfirmasi pada Senin (15/10/2018) bahwa Kim Chang-ho termasuk di antara yang tewas, tetapi Pemerintah Korsel belum menyebutkan nama-nama empat warga Korsel lainnya. Empat pemandu Nepal juga tewas ketika badai menyapu basis pendaki di gunung Gurja Himal pada Jumat lalu.
Tim penyelamat telah mengambil jenazah para pendaki pada Minggu setelah cuaca cerah. Jenazah salah satu pemandu dibawa ke desanya, sementara delapan jenazah lainnya diterbangkan ke Kathmandu.
”Ini adalah bencana pendakian gunung terburuk di Nepal dalam beberapa tahun terakhir,” kata Rameshwor Niraula dari Departemen Pendakian Gunung Nepal, yang mengeluarkan izin pendakian dan memantau ekspedisi.
Niraula mengatakan, para petugas masih mengumpulkan rincian tentang apa yang sebenarnya terjadi, tetapi keterangan hanya dari yang digambarkan tim penyelamat. Para pendaki diperkirakan tewas karena badai salju yang menghantam Gunung Gurja Himal. Saat itu, seorang anggota tim pendakian Korsel mengalami sakit dan dia berada di sebuah desa yang jauh di bawah basecamp selama badai terjadi.
Insiden Jumat pekan lalu adalah bencana pendakian paling mematikan di Nepal sejak 2015 ketika 19 orang tewas di basecamp Gunung Everest akibat longsoran salju yang dipicu gempa bumi yang menghancurkan Nepal. Tahun sebelumnya, longsoran salju di atas basecamp Everest menewaskan 16 pemandu Sherpa Nepal.
14 puncak
Rentang penggunungan Himalaya mencakup ke-14 puncak tertinggi di dunia yang tingginya di atas 8.000 meter di atas permukaan laut. Hanya puluhan pendaki yang telah diverifikasi, yakni pendaki yang sukses mencapai 14 puncak Himalaya tersebut. Kim menggenapi prestasi menggapai 14 puncak Himalaya itu pada 2013.
Asosiasi Pendaki Gunung Nepal Santa Lama yang membantu mengoordinasi penyelamatan para pendaki menyatakan, karena sembilan pendaki tewas di basecamp dan tidak ada saksi yang selamat, sulit mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga menewaskan semua pendaki itu.
Para pendaki juga mencoba mendaki puncak 7.193 meter yang bukan merupakan puncak tertinggi. Meski demikian, puncak 7.193 meter itu paling sulit dan populer untuk didaki di Nepal.
Anggota keluarga pendaki yang bersedih berkumpul di Rumah Sakit Teaching Universitas Tribhuvan di Kathmandu, tempat semua jenazah harus diotopsi sebelum diserahkan kepada keluarga mereka.
Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan kepada para wartawan bahwa angin kencang selama badai meniup korban dari basecamp mereka hingga ke tebing curam. Berita tentang insiden itu didengar pada Sabtu pagi, dan beberapa helikopter pun dikirim. Namun, helikopter-helikopter itu tidak dapat mendarat karena cuaca buruk. Mereka bisa melihat jenazah para pendaki saat itu, tetapi tak ada mengambilnya. Para jenazah baru bisa diambil pada Minggu lalu.
Para pendaki tersebut diberi izin mendaki puncak selama musim pendakian pada musim gugur ini. Musim semi dan musim gugur adalah musim pendakian yang optimal di Nepal karena di antara musim dingin dan musim panas yang kadang sangat ekstrem. (AP)