JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum masih menganalisis dan memilah 31,9 juta data dalam daftar penduduk potensial pemilih pemilu yang belum sinkron dengan data pemilih tetap hasil perbaikan untuk Pemilu 2019. Hasil penelusuran berikut metodenya harus dijelaskan secara gamblang untuk memupus tanda tanya di tengah masyarakat.
Angka 31,9 juta itu didapat Kementerian Dalam Negeri setelah menyinkronkan daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) yang jumlahnya 196 juta jiwa dengan daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP) tahap I yang ditetapkan KPU, yakni 185,08 juta pemilih di dalam negeri. Dari data itu, Kemendagri menyatakan, hanya data 160 juta pemilih yang sinkron.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan Azis, di Jakarta, Senin (15/10/2018), menuturkan, KPU baru menerima data 31,9 juta warga yang belum sinkron itu dari Kemendagri pada 8 Oktober. Tim KPU masih mencermati data tersebut, disandingkan kembali dengan data DPTHP tahap I, kemudian akan dipilah, lalu diteruskan ke jajaran KPU di kabupaten/kota untuk diperiksa.
”Nanti jajaran kabupaten/kota kami minta berkoordinasi dengan para pihak terkait, termasuk dengan dinas kependudukan dan pencatatan sipil setempat. Selama ini, mereka cukup membantu,” katanya.
Dia optimistis sinkronisasi data itu bisa tuntas sebelum tenggat penetapan DPTHP tahap II pada 15 November 2018. Sepekan ini, kata Viryan, KPU masih akan fokus untuk menyelesaikan penelusuran terhadap 1,1 juta data pemilih dari DPTHP tahap I yang diduga ganda serta analisis Kemendagri yang diserahkan pertengahan September lalu. Setelah itu, baru petugas KPU di kabupaten/kota menelusuri data yang disebut belum sinkron oleh Kemendagri.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), M Afifuddin, mengatakan, KPU dan Kemendagri perlu duduk bersama untuk mencari pangkal persoalan, lalu saling melengkapi kekurangan jika muncul di salah satu pihak. Inti persoalan ada pada sinkronisasi data sehingga setelah ada titik temu baru bisa diperiksa di jajaran penyelenggara pemilu paling bawah.
”Baru dari hasil verifikasi diambil kesimpulan. Intinya, persoalan teknis administrasi jangan sampai menghambat seseorang terdaftar sebagai pemilih,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Jaringan untuk Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit) Sigit Pamungkas mengatakan, besarnya data yang menurut Kemendagri belum sinkron itu bisa disebabkan beberapa faktor. Salah satunya, banyaknya elemen data yang digunakan untuk mencocokkan data DP4 dan DPTHP tahap I. Hal ini karena sistem atau format data yang digunakan sangat sensitif sehingga perbedaan kecil, termasuk spasi, atau perbedaan penulisan nama bisa berdampak besar.
”KPU dan Kemendagri seharusnya bisa menjelaskan data itu, termasuk jika sudah berubah. Artinya, jangan tiba-tiba menyampaikan temuan, tetapi publik juga harus mengetahui proses menemukannya. Dengan begitu, keingintahuan publik terjawab,” ujar Sigit.
Dukung penuh
Pemerintah melalui Kemendagri mendukung penuh KPU memutakhirkan DPT Pemilu 2019. Data penduduk yang ganda akan segera dibereskan dengan catatan perekaman terakhir oleh penduduk tersebut.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, ketidaksinkronan data akan disinergikan melalui tim teknis sampai batas penyusunan DPTHP tahap II selesai.
”Perbedaan data dapat diselesaikan dalam proses transformasi data. Jadi, tak ada persaingan antara KPU dan dukcapil. Prinsipnya, kami harus mendukung penuh KPU untuk penyusunan DPT yang akurat,” ujar Zudan.
Dalam upaya pemutakhiran data itu, Kemendagri juga telah memberikan akses kepada KPU kabupaten/kota agar dapat membuka basis data Kemendagri. Ia meyakini, jika akses itu digunakan secara optimal, kemungkinan adanya pemilih ganda sangat kecil.