Tangan-tangan Pembawa Terang
Meski belum pulih seluruhnya, Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala kini mulai hidup lagi. Salah satunya lewat listrik yang berfungsi kembali.
Tiang-tiang listrik yang berjatuhan itu kini berdiri lagi. Kabel semrawut yang berceceran di sepanjang jalan Kota Palu, Kabupaten Donggala, sampai Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, kini terpasang dan teraliri listrik lagi. Tangan-tangan sukarelawan dan petugas Perusahaan Listrik Negara perlahan membawa terang itu hadir lagi.
Frans Saragih (25) tak terlihat takut saat memanjat tiang listrik setinggi 9 meter di pinggir Pantai Talise, Palu, Senin (15/10/2018) siang. Dibantu tali tambang yang diikat di perutnya, perlahan ia meniti hingga ke puncak. Tak peduli panas terik menyengat, tangannya lalu cekatan memotong kabel listrik lawas yang rusak untuk kemudian diganti yang baru.
Seminggu terakhir, Frans bersama petugas PLN dari Batam mengabdikan dirinya di Palu, Donggala, dan Sigi. Sudah puluhan tiang dan kabel listrik dia perbaiki bersama 20 petugas lain. Durasi kerjanya tidak menentu. Tak peduli siang atau malam, mereka bekerja memasang listrik negara untuk Sulteng bangkit.
”Saya senang bekerja untuk Palu. Dari awalnya jaringan listrik di sini sempat rusak berat akibat bencana, sekarang mulai normal lagi,” kata Frans.
Koordinator Tim PLN Batam Dewantara Grenaldi mengatakan, tidak mudah bekerja di daerah bencana. Semua dikerjakan seadanya. Tak ada tempat penginapan, makan, dan fasilitas lain yang nyaman bagi mereka. Namun, niat pengabdian demi sesama manusia membuat mereka tetap kuat. ”Saya minta rekan-rekan PLN bekerja ikhlas demi listrik Sulteng menyala lagi,” kata Dewantara.
Sukarelawan dari PLN Batam tidak sendirian. Edi Suroto (33), petugas teknis lapangan PLN Sumatera Utara, juga menyumbangkan keahliannya. Dia kebagian tugas memasang alat proteksi di ujung tiang listrik sepanjang jalan Palu hingga Donggala.
Siang itu, semangatnya juga belum surut. Satu per satu perangkat proteksi listrik dipasang di tiang listrik yang ambruk dihantam air laut. Bersama dia, rekan-rekan lain melakukan hal serupa.
”Kami dibagi ke banyak daerah yang mengalami kerusakan. Jadi, kerjanya teratur dan teliti. Memang dikejar waktu, tetapi kami tidak mau buru-buru,” ujar Edi saat ditemui di Pantai Talise, Palu.
Seperti sukarelawan PLN yang lain, Edi juga bangga terpilih jadi bagian dari tim pemulihan jaringan listrik pascabencana Sulteng. Keinginan berbagi ilmu mengalahkan lelah bekerja bersama-sama di daerah bencana.
”Saat diberi tahu bakal membantu korban bencana di Sulteng, keluarga awalnya kaget. Namun, akhirnya mereka paham. Semua yang kami lakukan di sini untuk membantu sesama, pasti ada pahalanya,” ungkapnya.
Perlahan normal
Direktur Bisnis Regional Sulawesi PLN Syamsul Huda mengatakan, di tiga kabupaten/kota yang terkena bencana ditempatkan 1.034 sukarelawan dari seluruh Indonesia yang datang untuk memulihkan jaringan listrik. Latar belakang mereka bervariasi. Tidak ada lagi batasan atasan dan bawahan. Tak peduli manajer, teknisi, atau juru masak, semuanya bekerja dengan kemampuan yang dimilikinya.
Hasilnya, Palu perlahan terang benderang sekitar seminggu pascabencana. Sebanyak 45 penyulang (feeder), 7 gardu induk operasi, dan 1 gardu yang rusak kini sebagian mulai diperbaiki. Pasokan listrik sebesar 101 megawatt (MW) dipulihkan dan berpotensi ditingkatkan hingga 125 MW. Saat ini, 1.619 dari 2.353 gardu telah mendapat pasokan listrik.
Hasil ini mampu melayani kebutuhan listrik di antaranya pada 17 perkantoran, 2 kantor perusahaan daerah air minum, 10 bank dan anjungan tunai mandiri, 11 stasiun pengisian bahan bakar, 8 rumah sakit, serta 18 menara telekomunikasi. Perlahan sendi kehidupan mulai teraliri listrik. ”Sekarang di Donggala, Palu, dan Sigi kalau dilihat saat malam sudah bercahaya lagi. Ini semua tidak lepas dari kerja keras tim gabungan PLN untuk percepatan pemulihan listrik di Sulteng,” katanya.
Akan tetapi, Syamsul mengakui, belum semua jaringan listrik bisa dipulihkan. Banyak tiang listrik masih roboh di Kota Palu, seperti di kawasan Tanamodindi dan Mantikulore.
Untuk sementara daerah itu dibantu mesin genset lengkap dengan bahan bakarnya. Total disediakan 66 genset dengan kapasitas masing-masing 5,5 kilowatt di tiga kabupaten terdampak bencana.
”Ke depan, kami akan terus memperbaiki jaringan yang rusak dan memastikan masyarakat mendapat pasokan listrik ideal, tidak peduli siang atau malam. Harapannya, mereka bisa merasakan hal sama sebelum bencana alam melanda Sulteng,” ujarnya.
Dukung mitigasi
Tekad itu juga yang jadi semangat Andi Seno Hendriatmoko, sukarelawan PLN asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan, saat menjalani perannya mengawasi distribusi listrik. Tak ada lagi batasan waktu baginya untuk bekerja. Sering kali ia harus begadang memastikan listrik bagi warga terus menyala siang dan malam.
”Kami berencana hanya satu minggu di sini. Namun, lihat keadaannya dulu. Apabila belum memungkinkan, kami akan tinggal lebih lama,” ujar Pelaksana Tugas Manajer Pengendalian Operasi PLN Banjarbaru tersebut.
Bagi Seno, tugas di daerah bencana tak sama jika dibandingkan dengan tempat asalnya. Bertugas di Kabupaten Sigi, misalnya, ia dan kawan-kawannya seperti memulai dari nol.
Seperti banyak daerah lain di Sulteng, Sigi luluh lantak. Tak hanya tiang listrik, banyak bangunan di sana ambruk hampir rata dengan tanah. Jalan tak lagi rata. Aspal jalan berbentuk seperti lipatan karpet. Hampir tak ada orang tinggal di sana. Rumah-rumah yang hancur dimakan likuefaksi membuat warga mengungsi ke banyak tempat membawa rasa trauma mendalam.
Data badan penanggulangan bencana daerah menyebutkan, ada 67.310 rumah rusak di Donggala, Palu, dan Sigi. Hal itu memicu gelombang pengungsian mencapai 87.725 orang yang tersebar ke sejumlah daerah di dalam dan luar Sulteng.
Seno punya harapan besar di balik listrik yang kembali menyala. Tidak hanya bakal menerangi kembali kehidupan di sana, tetapi juga bisa mempercepat pemulihan dari bencana. Akan ada banyak program mitigasi yang dapat diterima masyarakat secepatnya demi hidup aman di tanah rawan bencana.
”Bencana pasti membawa trauma untuk warga. Semoga apa yang kami lakukan di sini bisa membantu mereka pulih dan bangkit setelah bencana ini,” katanya.
Berkarya di daerah bencana tidak pernah mudah. Namun, jika dikerjakan dengan hati, semuanya terasa lebih indah. Sukarelawan PLN sudah membuktikannya dengan menyalurkan listrik negara untuk warga.
(DIONISIUS R TRIWIBOWO/ ZULKARNAINI)